Peluang Sektor New Economy Indonesia, Potensi untuk Portofolio Reksadana

Hanum Kusuma Dewi • 02 Jul 2021

an image
Ilustrasi analis trader investor reksadana saham sedang mengamati layar monitor komputer laptop yang menampilkan grafik investasi saham. (Shutterstock)

Sektor new economy adalah industri yang berbasis teknologi

Bareksa.com - Industri yang berbasis teknologi dipercaya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga sering disebut sebagai sektor new economy. Indonesia dipercaya memiliki potensi besar untuk new economy sehingga saham yang bergerak di bidang ini juga bisa jadi portofolio reksadana. 

Investment Specialist Syailendra Capital Devara Putra Aryasta menjelaskan bahwa new economy berbeda dengan old economy. Old economy memiliki aset yang terlihat seperti produk, properti dan komoditas, sementara new economy lebih banyak memiliki tangible asset yang tidak terlihat. 

Syailendra menilai, secara global, indeks saham yang memiliki bobot sektor teknologi terbesar memiliki kinerja yang lebih baik. Bahkan, saat ini saham new economy mendominasi kapitalisasi pasar AS terbesar. 

"Saham Apple, Microsoft, Amazon, Alibaba ada di daftar kapitalisasi pasar saham terbesar AS saat ini. Berbeda dengan 10 tahun lalu saat old economy masih mendominasi kapitalisasi pasar," ujar Devara dalam Webinar Bareksa X Syailendra, 1 Juli 2021. 

Menurut Syailendra, Indonesia memiliki potensi new economy tertinggi di ASEAN. Sebab, Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB), jumlah populasi negara, dan jumlah populasi yang telah terpenetrasi oleh Internet terbesar di ASEAN. Dalam dolar AS, PDB per kapita Indonesia tertinggi kedua setelah Thailand. 

Potensi Indonesia juga datang dari banyaknya perusahaan unicorn, dengan 7 dari 13 unicorn berasal dari Indonesia yang valuasinya jika digabungkan mencapai US$38,2 miliar. 

Perusahaan dengan basis new economy, menurut paparan Syailendra, akan mengubah struktur pasar modal Indonesia. Seperti halnya di AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan didominasi perusahaan new economy berkapitalisasi besar setelah beberapa unicorn menawarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. 

Saat ini, 7 dari 35 emiten terbesar di IHSG adalah perusahaan new economy. Namun, setelah para unicorn mulai masuk bursa, 11 dari 35 emiten terbesar adalah perusahaan new economy. Unicorn yang dikabarkan dalam waktu dekat akan segera menawarkan saham perdana (IPO) adalah Bukalapak, GoTo (Gojek-Tokopedia), J&T Express, dan Traveloka. 

Tabel Kapitalisasi Terbesar IHSG Sebelum dan Sesudah IPO Unicorn

Kemudian, dari sisi volume perdagangan (trading volume), saham-saham new economy semakin banyak diperjualbelikan. Trading volume pada saham New Economy meningkat sebesar 7,3 kali sejak periode awal Januari 2020 hingga Juni 2021. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan LQ45 yang hanya 1,7 kali dan IHSG 3,9 kali. 

Dari sisi kinerja, saham new ekonomy sudah naik 214,1 persen sepanjang 6 bulan terakhir. Sementara IHSG malah turun 1,5 persen dan LQ45 turun 12,9 persen. Menurut Syailendra, saham-saham yang terbilang masuk dalam new economy stocks adalah ERAA, FREN, MLPL, MPPA, ARTO, BANK, EMTK, SAME, LINK, EXCL, TBIG dan TOWR. 

Grafik Kinerja Saham New Economy vs IHSG dan LQ45

Dengan potensi dan data yang telah dipaparkan tersebut, Syailendra menilai sektor new economy bisa menjadi potensi baik untuk masuk dalam portofolio reksadana. Salah satu reksadana Syailendra yang memiliki bobot besar dalam sektor new economy adalah reksadana campuran Syailendra Balanced Opportunity Fund

Reksadana campuran adalah reksadana yang berisikan aset saham, obligasi dan pasar uang dengan komposisi fleksibel, yakni satu kelas aset bisa memiliki porsi antara 1-79 persen dari portofolionya. 

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS 

DISCLAIMER​
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.