KSSK: Sistem Keuangan Stabil, Fokus Dorong Ekonomi Riil

Hanum Kusuma Dewi • 27 Oct 2020

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingin Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan keterangan pers seusai menggelar rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/1/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp)

Menurut Menkeu, pemulihan ekonomi terlihat mulai terjadi pada kuartal ketiga 2020

Bareksa.com - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyampaikan bahwa kondisi sistem keuangan, yang terdiri dari perbankan dan lembaga keuangan, hingga saat ini dalam kondisi stabil. Namun, komite yang terdiri dari bank sentral, otoritas keuangan, kementerian keuangan dan penjamin simpanan ini menilai sektor riil masih perlu didorong untuk pemulihan ekonomi Indonesia ke depan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang merupakan koordinator KSSK, mengatakan stabilitas sistem keuangan di kuartal ketiga tahun 2020 tetap terjaga sehingga bisa menopang ekonomi yang tetap baik. 

"Indikator sistem keuangan masih normal di tengah ketidakpastian akibat dampak virus corona Covid-19. Menghadapi ketidakpastian covid tersebut, KSSK akan terus memperkuat sinerginya mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, 27 Oktober 2020. 

Menurutnya, pemulihan ekonomi terlihat mulai terjadi pada kuartal ketiga 2020. Mengutip IMF, proyeksi pertumbuhan ekonomi global direvisi dari minus 5,5 persen di bulan Juni menjadi minus 4,4 persen di September. Hal ini didukung pemulihan di negara maju dan China setelah dilaksanakannnya pelonggaran pembatas sosial. 

Menkeu mengatakan, Indonesia juga membaik setelah menghadapi tekanan pada triwulan kedua yang minus 5,32 persen. Perbaikan didukung percepatan realisasi stimulus fiskal APBN dan sisi ekspor. Belanja meningkat terutama bansos dan bantuan usaha kecil menengah, ini beringgungan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan likuiditas di perbankan saat ini melimpah. Likuiditas per Agustus meningkat menjadi 23 persen, dibandingkan 22 persen pada akhir kuartal kedua 2020. 

"Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus tumbuh 11,64 persen year on year, meningkat dibandingkan pertumbuhan kuartal kedua 7,95 persen year on year. Hal ini didominasi oleh DPK bank BUKU 4 yang mencapai 15,6 persen yoy. Kita tahu banyak dana-dana disimpan dari lembaga pemerintah di BUKU 4 tersebut," ujar Wimboh dalam konferensi pers yang sama. 

Dia juga mencatat bahwa kredit telah tumbuh positif 1,04 persen per Agustus setelah kontraksi pada April hingga Juli. Pertumbuhan kredit secara bulanan juga sudah terlihat positif. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga mengungkapkan bahwa bank sentral telah menahan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI 7DRRR) di level 4 persen pada rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2020. Langkah tersebut mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan, terutama nilai tukar, meski pertumbuhan ekonomi belum kencang. 

"Kami akan memantau perkembangan nilai tukar, inflasi rendah, ekonomi dan ketahanan eksternal untuk rapat DGS berikutnya. Tentu saja, masih ada ruang penurunan suku bunga. Kami menyakini dalam pandangan KSSK, dalam kondisi saat ini untuk mendorong ekonomi yang paling efektif adalah jalur kuantitas," jelas Perry. 

Pada kesempatan sama, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dengan banyaknya likuiditas saat ini, perbankan sudah siap untuk memberikan kredit di sektor riil. Namun, permintaan (demand) kredit yang belum ada karena ekonomi yang masih tertekan. 

"Fokus kami adalah mendorong ekonomi riil semaksimal mungkin. Adapun ruang penurunan suku bunga LPS lebih lanjut akan kami pertimbangkan dengan hati-hati agar bisa mendukung pertumbuhan. Karena dengan suku bunga penjaminan turun, suku bunga juga turun dan itu yang dibutuhkan sektor riil ke depan," tuturnya. 

Menkeu mengatakan sejumlah dinamika yang menjadi penggerak pasar belakangan ini adalah perkembangan kasus Covid-19 secara global, mulai dari Amerika Serikat hingga Eropa. Gelombang kedua (second wave) penyebaran Covid-19 ini bisa memicu pembatasan sosial atau lockdown yang akhirnya menahan pemulihan ekonomi. 

"Dari negara emerging seperti Indonesia, kalau kita bisa jaga momentum, stabilitas dijaga, dan pengendalian Covid seperti yang telah dilakukan, Indonesia bisa menjadi emerging market yang memiliki reputasi baik. Kita bisa berharap, terjadinya normalisasi capital inflow pada kuartal keempat atau awal tahun depan," jelas Menkeu. 

Dengan stabilitas sistem keuangan yang terjaga, Menkeu mengatakan bahwa ini bisa menjadi elemen yang menjaga pertumbuhan Indonesia di situasi tidak mudah ini. "Meski stabilitas dalam kondisi normal, kita waspada dan tidak boleh lengah. Semua jajaran OJK, LPS, Kemenkeu, BI akan meningkatkan komunikasi dan menyiapkan seluruh instrumen yang bisa diambil untuk jaga keuangan dan sistem keuangan," ujarnya. 

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS