Sri Mulyani Ungkap Perbedaan Krisis 1998 dan Krisis Akibat Pandemi Covid-19

Bareksa • 30 Jun 2020

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menjadi pembicara dalam diskusi bertema Green Finance for Sustainable Development pada Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018, di Nusa Dua, Bali (9/10). ICom/AM IMF-WBG/Veri Sanovri/2018. ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Veri Sanovri

Pemerintah harus melindungi manusia dan perekonomiannya sekaligus

Bareksa.com - Krisis yang terjadi karena pandemi Covid-19 saat ini dipandang sangat berbeda dengan krisis keuangan Asia 1998 maupun krisis keuangan global 2008. Dalam masa pandemi yang penuh ketidakpastian ini, pemerintah memiliki peran sangat penting karena hampir semua sektor publik hingga swasta terkena imbas Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjadi salah satu panelis dalam acara Toronto Centre Live Webinar dengan tema “Post Covid-19 Crisis: Implications for Financial Stability, Financial Inclusion, Gender Equality and International Development”.

“Krisis kali ini berbeda sekali karena kita harus melindungi manusia dan perekonomiannya sekaligus. Untuk membendung penyebaran virus, kita harus membatasi pergerakan manusia. Itu salah satu shock besar karena tidak pernah terjadi sebelumnya, jadi kita harus memikirkan dua sampai tiga langkah ke depan. Ini lah mengapa Pemerintah berperan sangat penting”, kata Sri Mulyani dalam keterangannya (30/6/2020).

Menurut Sri Mulyani, pemerintah langsung merespons dengan cepat yaitu dengan melakukan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pandemi Covid-19 ini memukul perekonomian masyarakat secara luas, termasuk rumah tangga dan pelaku usaha. Selain perlindungan sosial, dukungan bagi pelaku usaha, khususnya UMKM sangat penting.

"Salah satu langkah penting adalah restrukturisasi kredit UMKM, dibarengi dengan subsidi bunga dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan kredit modal kerja baik melalui penempatan dana murah pada perbankan maupun penjaminan kredit," ungkap Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyatakan banyak pelaku UMKM adalah perempuan. Sehingga dukungan ini juga sekaligus berdampak pada inklusi keuangan dan kesetaraan gender yang menjadi topik webinar ini. “Satu hal yang berbeda pada krisis kali ini adalah adanya pembatasan sosial, dan beruntung kita punya teknologi sehingga banyak transaksi dilakukan secara online. Episentrum pandemi di Indonesia yaitu Jakarta yang masyarakatnya lebih maju dalam penguasaan teknologi. Sehingga meskipun tidak ada kontak (fisik), transaksi terus berlangsung. Banyak orang beralih menggunakan transaksi dengan teknologi digital. Hal ini mengakselerasi penggunaan teknologi yang (selanjutnya) mentransformasi ekonomi ke digital,” ujarnya.

Menkeu juga menjelaskan strategi pembiayaan Indonesia di masa pandemi. “Di tengah pandemi yang menyebabkan gejolak pasar keuangan, pendalaman pasar dan mengandalkan pembiayaan domestik menjadi sangat penting. Di Indonesia, peningkatan defisit terjadi secara dramatis menjadi di atas 6 persen. Kami pertama melihat sumber pembiayaan yang kita miliki sendiri. Selanjutnya pemerintah juga memanfaatkan pasar surat berharga dalam negeri. Di samping itu, dimungkinkannya bank sentral untuk membeli dan berpartisipasi di pasar primer juga menjadi satu hal kritikal. Terakhir, peran lembaga keuangan multilateral dan bilateral juga sangat penting dalam memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah,” Sri Mulyani menjelaskan.

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.