Berita Hari Ini : PGAS Butuh Dana Rp12 T, BUMI Incar Pendapatan US$5,8 Miliar

Bareksa • 13 Feb 2019

an image
Sejumlah pengemudi bajaj berbahan bakar gas (BBG) antre mengisi kendaraan di unit pengisian bahan bakar gas mobile (GasLink) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk di Jakarta, Senin (26/10/2015). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)

MTFN perkuat bisnis hilir minyak, DNET gelar gadai saham, KMTR raih dana Rp282 miliar

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal, dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 13 Februari 2019 :

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)

Perseroan memproyeksikan kebutuhan investasi hingga Rp12 triliun untuk mencapai target 4,7 juta sambungan baru jaringan transmisi dan atau transmisi distribusi gas bumi untuk rumah tangga serta pelanggan kecil pada 2025.

Direktur Utama Perusahaan Gas Negara Gigih Prakoso menjelaskan 4,7 juta sambungan baru sampai 2025 merupakan target dari Dewan Energi Nasional (DEN) serta pemerintah. Penugasan tersebut nantinya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke PT Pertamina (Persero) dan dilaksankan oleh emiten berkode saham PGAS tersebut.

“Perkiraan belanja modal untuk 4,7 juta sambungan baru sekitar Rp12 triliun tetapi itu dalam jangka waktu 5 tahun,” ujarnya.

Terkait dengan pendanaan proyek tersebut, perseroan akan merumuskan beberapa skema. Sejumlah opsi yang tersedia di antaranya melalui APBN, dana internal, pinjaman, dan kemitraan. Saat ini, dia mengungkapkan, jaringan pipa gas rumah tangga yang telah tersambung sebanyak 400.000. Pihaknya memproyeksikan dapat menambah 800.000 sambungan baru pada 2019.

“Kalau 800.000 sambungan baru sampai akhir tahun ini berarti sudah 1.200.000, tetapi itu masih hitungan kasar.”

PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

Perseroan menargetkan pertumbuhan produksi pada 2019 mencapai 94 juta ton atau naik 16,04 persen dari perolehan 2018 yakni 81 juta ton. Harapannya pada tahun ini, pendapatan BUMI bakal bisa mencapai US$5,8 miliar atau setara Rp81,2 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

"Kalau pakai harga rata-rata tahunan US$57 per ton, (pendapatan) hampir US$5,8 miliar. Tahun lalu kan US$5,3 miliar, itu pendapatan dari batu bara saja," kata Direktur Utama BUMI Saptari Hoedaja.

Perusahaan optimistis bisa mencapai target karena didukung alat produksi dan infrastruktur yang sudah ada. BUMI juga terus mendorong efisiensi dengan menekan biaya produksi di 2019 sehingga bisa menghasilkan laba cukup baik.

Strategi tersebut diharapkan bisa membantu emiten menghadapi tren penurunan harga batu bara. Apalagi, pergerakan indeks batu bara dunia dikendalikan permintaan dan suplai.

"Kalau kami bisa menjaga ketersediaan batubara dan men-deliver on time, itu kunci sukses dalam persaingan industri," ujar Saptari.

PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN)

Setelah mengakuisisi tiga perusahaan dua tahun lalu, tahun ini perseroan siap menggeber ekspansi. Capitalinc yang menginduk pada PT Samuel Internasional tersebut ingin memperkuat bisnis hilir minyak dan gas (migas).

Sekadar kilas balik, pada Maret 2017 Capitalinc mengakuisisi masing-masing 99,99 persen saham PT Indo LNG Prima dan PT Indo Kilang Prima. Tiga bulan kemudian atau Juni 2017, mereka mengambil alih 99,00 persen saham PT Indogas Kriya Dwiguna. Melalui Indo LNG, Capitalinc berencana membangun dua kilang liquefied natural gas (LNG) di Sumenep, Jawa Timur dan Riau.

Perusahaan berkode saham MTFN di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut memerlukan biaya sekitar US$150 juta. Sumber pendanaannya dari mitra kerja sama yang hingga kini masih mereka diskusikan.

Sambil memilah mitra kongsi, Capitalinc menyelesaikan syarat teknis. Untuk proyek kilang LNG Sumenep, mereka sudah melakukan analisis dampak lingkungan (Amdal) dan studi lingkungan hidup. Termasuk juga mencari sumber pasokan gas. Pilihan perusahaan tersebut jatuh kepada blok migas Kangean PSC di Jawa Timur.

PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET)

Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang berlangsung kemarin, menyetujui rencana gadai saham sebagai jaminan atas perjanjian pinjaman dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Nilai limit kredit Rp2,5 triliun. Pengajuan kredit ke bank tersebut untuk mendukung pengembangan bisnis.

"Kebutuhan tidak pernah habis, sebab pengembangan bisnis terus maju," ujar Presiden Direktur PT Indoritel Makmur Internasional Tbk, Haliman Kustedjo.

Mengintip histori keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), 20 Februari 2018 lalu, Indoritel dan Bank Mandiri telah meneken Perjanjian Gadai Saham. Aset yang mereka gadaikan terdiri dari 443,23 juta unit saham PT Indomarco Prismatama, 637,79 juta unit saham PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dan 357,53 juta unit saham PT Fast Food Indonesia Tbk. Tenor pinjaman selama tujuh tahun sejak penandatanganan kredit.

PT Kirana Megatara Tbk (KMTR)

Perseroan memperoleh dana Rp282 miliar dari penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) untuk akuisisi pabrik. Raihan dana tersebut lebih rendah dari target yang diincar perseroan, yakni sebesar Rp583 miliar.

Menurut Corporate Secretary Kirana Megatara Ferry Sidik, pelaksanaan rights issue tidak mencapai target maksimal karena salah satu pemegang saham utama, yakni PT Triputra Persada Megatara, tidak melaksanakan haknya. Selanjutnya, sisa HMETD yang tidak diambil akan hangus. “Betul, terkumpul Rp282 miliar,” katanya.

Melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, KMTR telah melaporkan hasil rights issue sebanyak 532,42 juta saham dengan harga pelaksanaan Rp530 per saham. Ferry menjelaskan, perolehan dana hasil rights issue dinilai cukup untuk menyelesaikan rencana akuisisi pabrik. Karena itu, perseroan tidak berencana melaksanakan rights issue tahap kedua.

PT Adaro Energy Tbk (ADRO)

Emiten tambang ini memprediksi produksi batu bara pada 2019 akan mencapai 54 juta—56 juta ton. Volume tersebut sama dengan panduan produksi perseroan pada tahun lalu.

Head of Corporate Communications Adaro Energy Febriati Nadira menyampaikan, produksi dalam jangka panjang akan cenderung stagnan karena menjaga cadangan guna memasok proyek-proyek pembangkit listrik perseroan.

“Kami menjaga cadangan demi pengembangan bisnis pembangkit listrik ke depan. Selain proyek PLTU Batang dan PLTU Tanjung, cadangan tersebut juga akan digunakan untuk proyek-proyek lain perseroan yang akan datang,” ungkap Febriati seperti dikutip Bisnis Indonesia.

Febriati menyampaikan perseroan akan memasok total sekitar 8 juta ton batu bara untuk dua proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) perseroan yang akan segera selesai.

Secara rinci, perseroan memiliki dua proyek PLTU yang sedang berjalan yaitu PLTU Tanjung yang akan selesai pada tahun ini yang membutuhkan pasokan 1 juta ton batu bara per tahun, dan PLTU Batang yang akan selesai 2020 yang membutuhkan pasokan 7 juta ton batu bara per tahun.

Perseroan telah lama memiliki visi pengembangan PLTU. Untuk PLTU Tanjung dan PLTU Batang, emiten dengan sandi ADRO tersebut menggelontorkan investasi masing-masing US$545 juta dan US$4,2 miliar.

(AM)