Mengintip Rencana Benny Tjokro Setelah Jadi Pengendali RIMO

Bareksa • 17 Mar 2017

an image
Sederetan ruko yang dikembangkan oleh PT Hanson International Tbk (MYRX) melalui anak usahanya di daerah Serpong. (Sumber: Perseroan)

Melalui Hokindo Properti Investama, Rimo akan menggarap 10 proyek di atas tanah seluas 1.500 hektare

Bareksa.com – Saham PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) kembali menjadi pantauan para investor. Terutama karena pergerakan sahamnya terus ke bawah alias menyentuh level auto rejection bawah dalam dua hari.

Total penurunan saham RIMO mencapai 59,87 persen dari Rp260 pada 15 Maret menjadi Rp127 per hari ini (Jumat, 17 Maret 2017). Salah satu sentimen negatif dari RIMO adalah penetapan harga rights issue Rp101 per saham. Ada kemungkinan, saham RIMO di pasar regular bakal menyentuh level harga rights issue atau bahkan turun lebih dalam.

Terlepas dari itu, Saham-saham baru RIMO tersebut akan diserap Benny Tjokrosaputro sebesar Rp3,2 triliun, Teddy Tjokrosaputro Rp284,08 miliar, Anne Patricia Sutanto Rp355,1 miliar, dan Ludjianto Setijo Rp106,53 miliar.

Dalam rights issue ini, Rimo juga melakukan objek penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain uang (inbreng) senilai dengan 99,9982 persen saham PT Hokindo Properti Investama. Adapun nilai pengambilalihan Hokindo Properti mencapai Rp3,95 triliun atau sekitar 96,34 persen dari total dana hasil rights issue.

Benny pun angkat bicara soal keputusannya menyerap saham RIMO. “Ingin mengembangkan perusahaan (Rimo) sebaik dan sebesar mungkin,” katanya melalui pesan singkat kepada Bareksa.com, Kamis, 16 Maret 2017.

Salah satu rencana Benny untuk Rimo adalah mengubah lini bisnis menjadi properti. Hal ini terkait penyetoran atas saham dengan skema inbreng ke Hokindo Properti. Beberapa proyek pun sudah disiapkan.

Tabel: Performa Permodalan Hokindo

Sumber: Prospektus rights issue RIMO

Benny mengungkapkan, ada sekitar 10 proyek yang akan digarap Hokindo. “Kira-kira 1.500 hektare, semuanya akan digarap,” ucap dia.

Namun Benny enggan menyebut aksi ini sebagai skema backdoor listing, yang membuka jalan bagi Hokindo untuk masuk ke bursa saham tanpa harus melakukan penawaran perdana. Meski begitu, Benny menyebut ada kemungkinan nama Rimo akan beralih menjadi Hokindo.

Sebagai informasi, Hokindo dan entitas anaknya memfokuskan usahanya pada pengembangan properti untuk perkotaan yang terintegrasi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di: Jakarta, Cianjur, Serang, Sumbawa, Banjarmasin, Kendari, Balikpapan, dan Pontianak. Selain itu, HPI juga akan melakukan diversifikasi dengan mengembangkan komplek perumahan, apartemen, ruko, dan pergudangan dengan infrastruktur yang terbaik dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana umum seperti rumah sakit, sekolah, maupun berbagai aspek lainnya demi kebutuhan konsumen.

Hokindo akan menjadi entitas anak Rimo dan memberikan kontribusi pendapatan secara konsolidasi yang akan membantu memperbaiki kinerja keuangannya. Berdasarkan penilaian independen, nilai pasar atas properti milik anak perusahaan Hokindo mencapai Rp5,11 triliun.

Tabel: Ikhtisar Data Keuangan Hokindo

Sumber: Prospektus rights issue RIMO

Aksi penyuntikkan dana oleh Benny terhadap perusahaan terbuka yang sudah lama mandek bisnisnya atau tertidur ini mirip dengan yang terjadi pada PT Hanson International Tbk (MYRX). Pada akhir tahun 2013, Hanson melangsungkan aksi rights issue untuk melakukan penyertaan 99,9 persen saham PT Mandiri Mega Jaya (MMJ) senilai Rp4 triliun. Sebelumnya, 99,9 persen saham MMJ dimiliki oleh Benny Tjokro. Kala itu, MMJ memiliki 17 anak usaha dengan land bank seluas 2.900 hektare.

Benny Tjokro sudah memiliki pengalaman di bidang properti selama lebih dari 20 tahun. Mengutip presentasi Hanson, Benny tercatat telah menyuplai lebih dari 10.000 hektare lahan untuk sejumlah pengembang besar di Jakarta. Kini melalui Hanson, Benny masuk langsung ke bisnis properti sebagai pengembang. (Baca juga: Dari Tekstil ke Properti, Begini Sepak Terjang Hanson/ MYRX)

(hm)