Ini Penyebab Rencana PHK Chevron & Tutupnya Ford Indonesia

Bareksa • 28 Jan 2016

an image
Ilustrasi: Ribuan buruh dari sejumlah organisasi perburuhan melakukan aksi protes di Jalan MH. Thamrin (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)

Chevron Corp. berencana pangkas 6.000 - 7.000 pekerja, Ford tutup penjualan Indonesia & Jepang

Bareksa.com - Awal 2016 publik dihebohkan dengan isu rencana Chevron Indonesia yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1.500 karyawannya. Ford, perusahaan otomotif raksasa asal Amerika Serikat juga telah mengumumkan untuk hengkang dari Indonesia pada pertengahan tahun ini.

Dua kabar tersebut tentunya banyak menimbulkan kecemasan. Benarkah Indonesia masih menghadapi tekanan besar sehingga perusahaan-perusahaan tersebut harus melakukan perampingan karyawan, bahkan sampai menghentikan penjualan?

Rencana perampingan yang akan dilakukan Chevron atas bisnisnya di Indonesia tidak terlepas dari kondisi induk perusahaan yang tengah menghadapi tekanan. Harga minyak sudah ambrol ke level $30 per barel, harga terendah dalam 11 tahun terakhir. Tekanan yang dirasakan perusahaan minyak ini akan semakin terlihat jika melihat laporan keuangan terakhir yang dipublikasikan perusahaan pada September 2015. Chevron secara global hanya mampu meraih laba sebesar US$$5,17 miliar turun drastis dari tahun sebelumnya US$15,7 miliar.

Grafik: Laba Chevron Corporation


sumber: Chevron

Menghadapi keadaan tersebut, manajemen Chevron pada 2016 akan mengurangi pengeluaran untuk eksplorasi hingga 25 persen lebih rendah dari  2015. "Dengan investasi yang lebih rendah, kami mengantisipasi untuk mengurangi 6.000 - 7.000 pekerja," kata CEO Chevron Corporation John Watson dalam rilisnya.  

Berbeda dengan Chevron, hengkangnya Ford dari Indonesia lebih disebabkan oleh faktor kompetisi. Harus diakui bahwa pasar otomotif domestik sepanjang tahun lalu menurun tajam. Total jumlah kendaraan yang terjual Januari - Desember sebanyak 1.013.291 unit, turun 16 persen dari 2014. Namun, penutupan penjualan oleh Ford tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di Jepang.

Sebesar 50 persen pangsa pasar mobil Indonesia masih dikuasai raksasa domestik yakni PT Astra International Tbk (ASII). Sementara Ford hanya mampu menjual 6.100 unit kendaraan di Indonesia pada 2015 atau hanya 0,6 persen pangsa pasar. "Di Indonesia, sulit bagi Ford untuk berkompetisi tanpa memiliki fasilitas pabrik dan kendaraan produksi lokal untuk dijual di segmen pasar utama," kata juru bicara Ford Neal McCarthy seperti dikutip dari CNBC.

Terlebih, Indonesia terbilang ketat dalam memproteksi industri di Tanah Air dengan memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 132 Tahun 2015 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Dalam peraturan tersebut, kendaraan berstatus completely built unit (CBU) dikenakan tarif bea masuk sebesar 50 persen. Ford tak memiliki perakitan di Indonesia sehingga semua produk yang didatangkan merupakan model completely built up (CBU).

"Dengan Indonesia Anda bisa berpendapat bahwa itu adalah pasar  besar dengan populasi 300 juta orang. Tapi masalahnya pemerintah Indonesia memiliki kebijakan yang menekankan pada perakitan lokal," ujar analis Asia Now Simon Littlewood kepada BBC.

Perekonomian Indonesia sebenarnya sudah menunjukan tanda-tanda perkembangan positif. Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan pada awal tahun dipandang positif oleh analis. Dengan menurunkan suku bunga, BI menunjukkan sikap pro-pertumbuhan dan berharap daya beli masyarakat bisa ikut terangkat.

Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang telah meningkat menjadi 107,5 pada Desember menunjukan optimisme lainnya. Sebelumnya pada Agustus 2015, IKK anjlok sampai level 97,5, tapi seiring dengan peningkatan aktivitas pembangunan infrastruktur pada akhir tahun, IKK mulai merangkak naik.

Grafik: Indeks Kepercayaan Konsumen


sumber: Tradingeconomics.com

IKK merupakan salah satu indikator ekonomi yang mengukur tingkat optimisme konsumen terhadap performa perekonomian suatu negara dan pengaruhnya dalam menentukan pengeluaran atas keuangan pribadi. (Baca juga: Citigroup Pandang Positif Prospek Astra pada 2016, Apa Alasannya?)