Strategi Investasi Reksadana di Tengah Pasar Saham yang Tak Pasti

Hanum Kusuma Dewi • 15 Oct 2020

an image
Ilustrasi investor wanita sedang bekerja menggunakan laptop untuk melihat hasil investasi reksadana saham, obligasi, surat berharga negara

Jangan meletakkan seluruh telur dalam satu keranjang

Bareksa.com - Ketidakpastian pasar masih cukup tinggi dan pasar saham diprediksi masih akan menghadapi volatilitas akibat dari risiko geopolitik yakni pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November mendatang. Strategi investasi baik di pasar saham atau reksadana dibutuhkan bagi investor untuk menurunkan risiko investasi.

Kondisi ekonomi global saat ini masuk tahap pemulihan setelah pada semester pertama tahun 2020 menghadapi pukulan yang berat akibat pandemi Covid-19. Dengan dilakukannya pelonggaran pembatasan wilayah dan pembukaan kembali bisnis, roda ekonomi sudah berangsur bergerak kembali. 

Begitu pula dengan kondisi ekonomi domestik. Kementerian Keuangan pada akhir September lalu memproyeksikan ekonomi kuartal III masih terkontraksi sekitar 2,9 persen hingga 1,0 persen. Walaupun masih terkontraksi, angkanya sudah tidak sedalam kuartal II yang terkontraksi 5,32 persen year on year (YoY). 

"Hal ini menandakan adanya pemulihan. Selain itu, pada kuartal III ini juga pemerintah Indonesia berusaha untuk memberikan stimulus mendorong ekonomi Indonesia bertumbuh positif dari sebelumnya,” jelas CEO Mandiri Investasi Alvin Pattisahusiwa dalam acara Market Update online yang diadakan untuk nasabah Premier Banking Bank Commonwealth, Rabu, 14 Oktober 2020. 

Alvin menambahkan, risiko yang perlu dicermati investor pada kuartal terakhir di tahun 2020 ini adalah penyelenggaraan pemilu di AS. Pemerintahan (Presiden, Senat dan House) AS yang dikuasai satu partai sama cenderung memberikan dampak positif bagi ekonomi AS. Di sisi lain, pemerintahan yang terbagi dianggap kurang baik, sehingga aliran dana kemungkinan dapat keluar dari AS menuju tempat investasi yang lebih menarik seperti emerging market. 

“Secara historis, menurut riset dari Barclays, kemenangan Partai Demokrat di AS direspon lebih negatif oleh pelaku pasar saham di AS dan mulai membaik enam bulan setelah pemilu. Dari sisi volatilitas, secara historis juga, volatilitas pasar saham lebih tinggi ketika partai Demokrat menduduki kursi presiden dan volatilitas menjadi lebih stabil dalam waktu 2-3 bulan pasca pemilihan,” jelas Alvin.

Dengan kondisi seperti itu, Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya menyarankan agar investor melakukan diversifikasi atau meragamkan portofolio investasi sesuai dengan profil risiko masing-masing untuk menurunkan risiko terhadap investasi. Hal ini seperti pepatah yang mengatakan 'jangan meletakkan seluruh telur dalam satu keranjang'. 

“Investor dapat memilih untuk berdiversikasi secara geografis alokasi investasi ke luar Indonesia melalui reksa dana saham offshore syariah. Melalui reksa dana ini, investor dapat mendiversifikasi investasinya ke negara maju seperti AS, China, dan negara-negara Asia Pasifik lainnya,” kata Ivan.

Berdasarkan riset dari perusahaan jasa keuangan multinasional Charles Schwab, lanjut Ivan, secara historis, meskipun meningkatkan ketidakpastian, tahun penyelenggaraan pemilu di AS mencatatkan tren positif bagi pasar saham AS. Kinerja S&P 500 yang dilacak sejak 1928, dari 17 dari 23 tahun pemilu (74 persen) mencatatkan pertumbuhan positif dengan rata-rata sebesar 7,1 persen. 

Ivan menjelaskan, di sisi lain, perkembangan penelitian pengembangan vaksin yang menunjukkan ke arah positif memberikan harapan bahwa pandemi ini dapat segera berakhir. Selain itu dengan melimpahnya likuiditas di pasar keuangan akibat dampak pelonggaran kebijakan moneter dan stimulus pemerintah saat ini membuat tingkat volatilitas lebih rendah dibandingkan pada saat awal pandemi. Dengan demikian kondisi saat ini cenderung netral dengan menyeimbangkan porsi di setiap aset kelas tanpa deviasi.

Ivan menyebutkan, untuk investor dengan profil risiko moderat dapat menempatkan investasinya dengan porsi di reksa dana saham 15 persen, reksa dana pendapatan tetap atau obligasi 30 persen, dan reksa dana pasar uang 55 persen. 

Investor dengan profil risiko growth atau agresif dapat menempatkan investasinya dengan porsi di reksa dana saham 60 persen, reksa dana pendapatan tetap atau obligasi 20 persen, dan reksa dana pasar uang 20 persen.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.