Berita / SBN / Artikel

Berita Hari Ini : Indeks Keuangan Inklusif Ditarget 75 Persen, Yield SUN Turun

Bareksa • 12 Jul 2019

an image
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan seusai menggelar rapat koordinasi tingkat menteri mengenai Evaluasi Kebijakan Penurunan Tarif Angkutan Udara di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Pemerintah akan tambah porsi penerbitan SBN, OJK cabut izin usaha PT Swarna Niaga Finance

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat, 12 Juli 2019 :

Indeks Keuangan Inklusif

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution selaku Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) menargetkan indeks keuangan inklusif tahun ini mencapai 75 persen, meningkat pesat dibandingkan lima tahun lalu yang bermula di angka 36 persen.

“Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)penting agar masyarakat aware terhadap lembaga keuangan, meyakinkan masyarakat untuk menggunakan lembaga keuangan,” ujar Darmin.

Menko Darmin mengatakan, terdapat 5 pilar dalam SNKI antara lain: (i) edukasi keuangan; (ii) hak properti masyarakat; (iii) fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan; (iv) layanan keuangan pada sektor pemerintah; dan (v) perlindungan konsumen.

“Kelima pilar SNKI ini harus ditopang oleh tiga faktor yaitu kebijakan dan regulasi kondusif, infrastruktur dan teknologi informasi keuangan yang mendukung, serta organisasi dan mekanisme implementasi yang efektif,” kata Menko Darmin.

Obligasi

Pasar obligasi Indonesia kian cerah seiring menguatnya sinyal penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) oleh The Federal Reserves. Berkat sentimen tersebut, yield surat utang negara (SUN) kembali turun. Kemarin, yield SUN seri FR0078, yang merupakan SUN acuan tenor 10 tahun, berada di level 7,197 persen. Artinya, terjadi penurunan 12 bps ketimbang hari sebelumnya.

Tren penurunan yield ini berkat testimoni Gubernur The Fed Jerome Powell yang menyebut bank sentral AS tersebut berpeluang memangkas suku bunga acuan di rapat bulan ini. Ini tak lepas dari ketidakpastian global yang turut menekan ekonomi Negeri Paman Sam.

Seperti dikutip Kontan, Head of Research & Consulting Service Infovesta Utama Edbert Suryajaya mengatakan pernyataan The Fed yang dovish menguntungkan pasar obligasi domestik. Jika suku bunga acuan AS benar-benar turun, hal ini bakal memberi stimulus bagi pasar obligasi dalam negeri.

SBN

Pemerintah menambah porsi penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk ritel pada tahun depan. Tujuan pemerintah agar ada pendalaman pasar keuangan domestik dengan memperluas basis investor lokal di pasar obligasi.

Sepanjang semester I 2019, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat penerbitan SBN ritel mencapai Rp33 triliun. Sampai akhir 2019, pemerintah memproyeksi penerbitan SBN ritel mencapai Rp60 triliun hingga Rp80 triliun.

Berdasarkan data DJPPR, kepemilikan investor ritel di SBN saat ini memang masih minim. Direktur Surat Utang Negara DJPPR Loto Srinaita Ginting menyebut, porsinya baru sekitar 2 persen-3 persen dari total kepemilikan SBN.

Dalam jangka panjang yakni lima sampai sepuluh tahun ke depan, pemerintah sejatinya berharap porsi investor ritel di dalam negeri bisa meningkat hingga mencapai 9 persen-10 persen dari total pemilikan SBN.

"Kami sudah memberikan ruang ke arah situ, tinggal bagaimana investor menyerapnya,” kata Loto.

PT Swarna Niaga Finance

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha PT Swarna Niaga Finance karena tidak memenuhi sejumlah ketentuan di bidang Perusahaan Pembiayaan. Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Nomor S-301/NB.2/2019 dan S-302/NB.2/2019  tanggal 18 Juni 2019.

Berdasarkan hasil monitoring OJK, PT Swarna Niaga Finance tidak memenuhi Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 17  POJK Nomor 28/POJK.05/2014 dan Pasal 83 POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan, dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, hingga batas waktu yang ditentukan berakhir.

Dengan demikian, sanksi ini berlaku selama enam bulan terhitung sejak ditetapkannya surat, yaitu 18 Juni 2019. Jika dalam kurun waktu tersebut, PT Swarna Niaga Finance belum juga memenuhi ketentuan, maka akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha. Dengan dibekukannya kegiatan usaha tersebut, maka PT Swarna Niaga Finance dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang Perusahaan Pembiayaan.

Industri Manufaktur

Industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional. Pada periode Januari-Mei 2019, sektor manufaktur mampu mengapalkan produk-produk unggulannya hingga mencapai US$51,06 miliar atau menyumbang 74,59 persen pada total nilai ekspor nasional.

“Secara volume, ekspor industri manufaktur kita mengalami peningkatan 9,8 persen dari Januari-Mei 2019 dibanding periode yang sama tahun lalu. Selama ini industri manufaktur masih konsisten menjadi kontributor terbesar pada nilai ekspor kita,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto.

Menperin menyebutkan, beberapa sektor manufaktur yang berperan besar terhadap capaian ekspor pada lima bulan pertama tahun ini, di antaranya industri makanan yang menembus US$10,56 miliar, disusul industri logam dasar US$6,52 miliar, serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$5,38 miliar.

“Industri makanan menyumbang 20,69 persen dari total ekspor industri pengolahan pada Januari-Mei 2019,” ungkapnya. Kemudian, industri pakaian jadi menyetor nilai ekspor sekitar US$3,55 miliar, serta industri kertas dan barang dari kertas US$3 miliar.

(AM)