Berita / SBN / Artikel

Mengapa Pemerintah Merilis Sukuk Global US$2 Miliar di Level Premium?

Bareksa • 14 Feb 2019

an image
Peluncuran Sukuk Tabungan seri ST002 sekaligus perayaan 10 tahun Sukuk Negara di Kementerian Keuangan. (bareksa)

Terdiri atas instrumen green sukuk tenor 5,5 tahun dan sukuk tenor 10 tahun dengan kupon 3,9 persen dan 4,45 persen

Bareksa.com - Pemerintah Indonesia kembali menerbitkan sukuk global dengan total nilai US$2 miliar, yang terdiri atas instrumen green sukuk tenor 5,5 tahun dan sukuk tenor 10 tahun dengan kupon masing-masing 3,9 persen dan 4,45 persen.

Berdasarkan informasi Bank Maybank Indonesia, besaran penerbitan untuk masing-masing instrumen yakni US$750 juta untuk sukuk seputar lingkungan (green) 5,5 tahun dan US$1,25 miliar sukuk konvensional 10 tahun. Yield yang diberikan cukup premium di atas US Treasury.

Mengapa Pemerintah Terbitkan Sukuk di Level Premium?

Mengutip investing.com, saat ini yield US untuk 5 tahun berada di level 2,53 persen, sedangkan untuk tenor 10 tahun berada di level 2,71 persen. Dikatakan premium atau lebih mahal, sebab sukuk global yang diterbitkan pemerintah Indonesia berada di atas yield US yang dijadikan benchmark oleh para pelaku pasar.

Meski begitu, menurut analisis Bareksa, adanya spread premium tersebut disebabkan karena adanya perbedaan rating antara AS dan Indonesia. Berdasarkan Lembaga pemeringkat efek S&P, AS mempunyau rating AA+ per Agustus 2017. Adapun Indonesia mempunyai rating BBB-.

Baik AS dan Indonesia sama-sama masuk dalam kategori negara investment grade.

**

Mengutip Bisnis.com, Anup Kumar, Senior Fixed Income Analyst Bank Maybank Indonesia, mengatakan meskipun penetapan harga agak ketat, spread kredit tidak terlalu berlebihan dibandingkan penilaian historis. Kupon masing-masing seri lebih ketat masing-masing 30 bps dan 25 bps dibandingkan IPG yang sebesar 4,2 persen dan 4,7 persen.

Harga sukuk baru ini sedikit ketat dibandingkan dengan kurva INDOIS yang ada, tetapi merupakan cerminan dari permintaan investor yang kuat karena fundamental makro Indonesia stabil.

“Kami memperkirakan bahwa Indonesia telah mendapatkan 26 persen dari kebutuhan pendanaannya pada tahun 2019, dan akan mencapai 40 persen pada akhir kuartal I 2019. Strategi pendanaan konservatif dengan pasokan front-loading akan berarti risiko pendanaan yang lebih rendah di masa depan,” katanya.

(KA02/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.