
Bareksa.com - Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia, Irvan Susandy mengatakan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) BEI tahun ini ditargetkan Rp13,5 triliun. Meski pekan lalu masih di kisaran Rp11 triliun, namun pergerakan terbaru menunjukkan optimisme.
“RNTH dari awal tahun hingga pertengahan Juli sudah mencapai Rp13,19 triliun, bahkan sempat melonjak ke Rp16,54 triliun pada 14–17 Juli,” ungkap Irvan (21/7).
Secara bulanan, tren RNTH menunjukkan peningkatan selama tiga bulan terakhir dari April hingga Juni 2025, bahkan sempat mencapai Rp13,29 triliun pada Juni 2025. Menurut Irvan, peningkatan ini menjadi sinyal positif untuk mencapai target RNTH di tahun ini, didukung oleh suku bunga acuan yang menurun, penguatan rupiah, dan membaiknya hubungan dagang RI-AS.
Irvan mengatakan buyback saham menjadi salah satu strategi emiten, saat IHSG melemah pascapengumuman tarif Trump di awal April. Secara umum, program ini membantu menstabilkan harga dan membangun kepercayaan pasar.
Namun, dampaknya tak selalu instan, tergantung pada skala buyback, kondisi fundamental emiten, dan sentimen pasar secara luas.
“Kami melihat bahwa secara umum, buyback telah berkontribusi pada stabilisasi harga saham sejumlah emiten, meskipun tidak selalu langsung membalikkan tren penurunan yang disebabkan oleh faktor eksternal global. Di sisi lain, langkah ini tetap memperkuat persepsi pasar terhadap komitmen emiten dalam menjaga nilai perusahaan dan memperhatikan kepentingan pemegang saham,” dia mengungkapkan.
Menurut Irvan, per Juni 2025, jumlah investor di pasar modal Indonesia mencapai hampir 17 juta, dengan 16,9 juta di antaranya merupakan investor ritel domestik. Namun, hanya sekitar 179 ribu yang aktif trading setiap hari.
Berdasarkan data kepemilikan, investor ritel domestik menguasai sekitar 18,2% dari total kepemilikan efek di BEI, sementara sisanya masih didominasi oleh investor institusi, baik dari asing maupun domestik. Meski begitu, proporsi kepemilikan investor ritel tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode sebelum pandemi, yang saat itu hanya sebesar 10,6%.
Dari sisi aktivitas transaksi, investor ritel domestik menyumbang sekitar 44% dari total transaksi hingga Juni 2025, menjadikan investor ritel sebagai kontributor terbesar di pasar modal RI.
“Melihat peran penting tersebut, BEI terus mendorong partisipasi investor ritel melalui berbagai kegiatan edukasi baik offline maupun online yang dijalankan bersama berbagai stakeholder, seperti kantor perwakilan BEI di seluruh wilayah Indonesia, duta pasar modal, galeri investasi, serta melalui media sosial untuk menyebarkan informasi terkait pasar modal,” dia menjelaskan.
Lonjakan jumlah investor sejak 2019 dari 2,5 juta ke hampir 17 juta di 2025, atau mencatat lonjakan enam kali lipat. Menurut Irvan, pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan rata-rata indikator likuiditas atau aktivitas transaksi harian di BEI, baik dari segi volume, frekuensi, maupun nilai transaksi, khususnya selama periode 2020 hingga 2022.
Meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2023, akibat proses normalisasi setelah pemerintah mencabut status pandemi, tren pemulihan kembali terlihat dalam tiga tahun terakhir hingga Juni 2025. Di mana indikator likuiditas pasar saham kembali menunjukkan penguatan.
“Perkembangan ini tentunya tidak lepas dari peningkatan jumlah investor yang terus berlanjut dari waktu ke waktu,” kata dia.
Hingga akhir Juni 2025, komposisi kepemilikan investor asing di pasar saham Indonesia tercatat 45,91%. Angka ini turun dari sepuluh tahun yang lalu, yaitu 63,79% pada tahun 2015. Irvan menjelaskan, sejak pandemi 2020, dominasi komposisi kepemilikan di pasar saham bergeser dari yang sebelumnya mayoritas dimiliki investor asing menjadi investor domestik.
Pada 2019, komposisi kepemilikan investor asing masih 51,85% atau mendominasi >50%, sementara pada 2020 angka ini turun menjadi 49,21%. Dengan demikian, basis investor domestik di pasar modal Indonesia menjadi lebih solid dan dapat menjadi cushion yang lebih baik jika terjadi tekanan eksternal.
“Peningkatan kepemilikan investor domestik tidak terlepas dari pertumbuhan investor yang pesat yang didukung oleh edukasi dan literasi keuangan yang meningkat pula,” dia menjabarkan.
Meski investor ritel semakin banyak, masih ada anggapan bahwa dari sisi modal, pasar masih dikuasai asing, terutama di saham big cap. Namun, kata Irvan, komposisi kepemilikan investor ritel (yang hampir seluruhnya adalah investor domestik) tercatat 18,2% per Juni 2025. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan 10 tahun lalu, yakni di 2015 yang sebesar 6,5%. Sementara itu, pada Juni 2025, komposisi kepemilikan investor institusi domestik juga masih cukup besar, yakni 38,2%, naik dari 30,1% pada 2015. Sisanya, investor asing memegang 43,6% dari total nilai kepemilikan.
Hal ini menunjukkan secara total, investor domestik, baik ritel maupun institusi masih mendominasi modal di pasar saham Indonesia. Pengaruh investor asing tentunya masih relevan, terutama di saham big cap. Namun secara struktural, dominasi investor asing sudah menurun dari 10 tahun lalu karena pertumbuhan pesat investor domestik, baik institusi maupun ritel, yang menyokong likuiditas pasar.
“Kami berharap partisipasi yang imbang, sehingga dapat terwujud pertumbuhan yang sehat dari pasar modal Indonesia,” Irvan menjelaskan.
Untuk mencapai target transaksi harian, BEI tengah menyiapkan tiga langkah besar:
1. Short selling akan kembali dibuka pada September, memberi peluang hedging bagi pelaku pasar.
2. Liquidity Provider (LP) akan diterapkan pada saham-saham dengan likuiditas rendah hingga menengah, untuk menurunkan spread dan menambah volume perdagangan
3. Perluasan saham derivatif dengan menambah 5 saham baru dalam single stock futures, dari sebelumnya 5 menjadi 10 saham.
"Seluruh inisiatif ini diintegrasikan sebagai bagian dari upaya mencapai target rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) tahun ini, serta memperkuat daya saing pasar modal Indonesia secara regional," Irvan mengungkapkan. Dua tujuan yang ingin dicapai dari implementasi ini, yakni :
1. Menurunkan spread dari perdagangan saham yang tercatat di BEI yang saat ini memiliki average daily spread 3,26 tick untuk bisa menjadi 2 tick.
2. Menambah likuiditas saham yang tercatat di BEI.
Super app investasi, Bareksa telah meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia pada Kamis (9/11/2023), di Jakarta. Fitur investasi saham ini melengkapi pilihan produk investasi di Bareksa sebelumnya, yakni reksadana, Surat Berhaga Negara hingga emas. Peluncuran fitur saham seiring target Bareksa mewujudkan misi menjadi satu aplikasi untuk semua investasi.
Dengan begitu, nasabah atau investor Bareksa bisa berinvestasi di beragam instrumen investasi dalam satu genggaman tangan di layar ponsel melalui aplikasi Bareksa. Pengguna bisa berinvestasi sesuai kebutuhan dan profil risikonya guna mencapai target keuangan atau kemerdekaan finansialnya.
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.