Reksadana Pendapatan Tetap Bisa Terus Stabil Bertumbuh? Yuk Pahami 10 Faktor Ini

Hanum Kusuma Dewi • 25 Mar 2022

an image
Ilustrasi investasi di reksadana pendapatan tetap yang terus bertumbuh. (Shutterstock)

Pada umumnya produk reksadana pendapatan tetap yang mampu mencatatkan kenaikan harian harga NAB secara stabil dan terus menerus ini, berinvestasi mayoritas di obligasi korporasi

Bareksa.com - Belakangan ini muncul fenomena produk reksadana pendapatan tetap yang gejolak/fluktuasi nilai aktiva bersihnya (NAB) sangat rendah. Bahkan ada anggapan reksadana jenis ini sering disebut sebagai reksadana pendapatan tetap rasa reksadana pasar uang dari sisi fluktuasinya, namun potensi imbal hasilnya lebih besar. 

Reksadana pendapatan tetap yang cenderung mengalami kenaikan harga nilai aktiva bersih harian secara terus menerus ini, tentu sangat diminati investor. Terutama bagi mereka yang tidak ingin nilai investasinya tergerus oleh fluktuasi pasar, tapi imbal hasilnya masih menarik. 

Padahal sejatinya produk reksadana pendapatan tetap secara teori memiliki fluktuasi lebih tinggi dari reksadana pasar uang, seiring dengan potensi imbal hasilnya yang juga lebih tinggi.

Kira-kira kenapa ya, ada produk reksadana pendapatan tetap yang bisa terus stabil naik secara harian?

Menurut Tim Riset Bareksa, setidaknya ada 10 faktor yang harus dipahami oleh smart investor ikhwal reksadana pendapatan tetap yang mampu mengalami kenaikan secara harian terus menerus ini, 

Apa saja 10 faktor tersebut? Yuk kita simak penjelasan dari Tim Riset Bareksa berikut ini : 

1. Berinvestasi di obligasi korporasi

Pada umumnya produk reksadana pendapatan tetap yang mampu mencatatkan kenaikan harian harga NAB secara stabil dan terus menerus ini, berinvestasi mayoritas di obligasi korporasi yang secara umum memiliki tingkat likuiditas lebih rendah dibandingkan obligasi pemerintah.

2. Aset diperdagangkan di luar Bursa Efek Indonesia

Sebagaimana kita ketahui obligasi merupakan aset yang diperdagangkan di luar Bursa Efek Indonesia (over the counter). Sehingga lebih sulit bagi masyarakat umum untuk mengetahui harga terakhir, antrian harga dan volume permintaan (bid) dan penawaran (offer) serta transaksi yang terjadi dari waktu ke waktu seperti halnya di saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

3. Harga pasar wajar

Sebagaimana disebutkan dalam peraturan KEP-367/BL/2012 tentang Nilai Pasar Wajar dari Efek dalam Portofolio Reksa Dana nomor IV.C.2, manajer investasi (MI) wajib menggunakan nilai pasar wajar dari efek yang diperdagangkan di luar Bursa Efek (over the counter) dengan menggunakan harga pasar wajar yang ditetapkan oleh Lembaga Penilaian Harga Efek (LPHE) sebagai harga acuan.

4. Penetapan harga wajar oleh LPHE

 LPHE selain memberikan harga pasar wajar juga wajib menentukan standar deviasi atas harga pasar wajar atas efek yang ditetapkannya. Dalam hal ini LPHE menetapkan harga terendah, harga tengah dan harga tertinggi atas obligasi yang dinilai.

5. Risiko mendapatkan NAB lebih rendah

Semakin kurang likuid suatu obligasi, maka akan semakin sulit untuk menentukan harga pasar wajarnya dan biasanya obligasi tersebut dinilai dengan standar deviasi yang besar/lebar. Hal ini artinya, di pasar investor kemungkinan besar bakal menemukan harga obligasi tersebut melenceng jauh dari rentang harga yang ditetapkan oleh LPHE. Sehingga muncul risiko NAB yang diterima investor saat melakukan pencairan unit jauh lebih rendah dibandingkan NAB yang ditetapkan MI di hari sebelumnya. Sebab MI menjual obligasi tersebut dengan harga di bawah rentang harga terendah yang ditetapkan oleh LPHE untuk memenuhi kebutuhan pencairan unit.

6. NAV smoothening

NAV smoothening adalah teknik penetapan harga pasar wajar obligasi dalam portofolio reksadana dalam rentang harga LPHE yang harganya dinaikkan setiap hari, dengan besaran yang kurang lebih sama, agar NAB yang tercipta naik secara rutin setiap harinya.

7. Mirip metode harga perolehan diamortisasi

NAV smoothening mirip dengan metode harga perolehan yang diamortisasi. Akan tetapi metode harga perolehan yang diamortisasi sejatinya hanya berlaku untuk Surat Berharga Negara (SBN) dalam reksadana terproteksi sepanjang SBN tersebut dimiliki dan tidak akan diperjualbelikan hingga tanggal jatuh tempo, sehingga nasabah hanya dapat melakukan pencairan unit (redemption) pada tanggal pelunasan sesuai dengan prospektus.

8. Risiko kerugian

Teknik NAV smoothening berisiko mengecewakan investor atau bahkan merugikan investor jika obligasi dalam portofolio dinilai turun oleh LPHE. Sehingga MI tidak bisa terus menetapkan harga pasar wajar lebih tinggi, atau bahkan terpaksa menurunkan harga pasar wajar, sehingga NAB pun turun. Selain transaksi yang terjadi di pasar, pertimbangan faktor makroekonomi, kondisi industri, kesehatan perusahaan dan peringkat utang bisa mempengaruhi LPHE dalam menentukan harga.

9. Filosofi investasi "high risk, high return"

Sesuai filosofi investasi yakni high risk high return, maka kekecewaan investor akan lebih besar jika suatu reksadana memiliki imbal hasil (yield) tinggi karena berinvestasi di obligasi bertenor panjang dan / atau berperingkat utang rendah. Dengan asumsi investor masuk ke pasar obligasi karena memiliki profil penghindar risiko atau mengutamakan keamanan modal investasi, maka jumlah peminat obligasi berisiko tinggi relatif lebih sedikit dibandingkan obligasi berisiko rendah. Karena itu, likuiditas obligasi berisiko tinggi tergolong lebih rendah dan munculah risiko seperti yang dijelaskan di poin nomor 5.

10. Menggiurkan dari sisi tingkat keuntungan berbasis risiko

Teknik NAV smoothening menggiurkan dari sisi tingkat keuntungan berbasis risiko (risk adjusted return) seperti Sharpe Ratio (menggunakan pendekatan volatilitas) dan Treynor Ratio (menggunakan pendekatan beta). Jika reksadana pendapatan tetap tersebut berimbal hasil tinggi seperti poin nomor 9, maka secara return (imbal hasil) akan mengungguli imbal hasil tanpa risiko (risk free rate), bahkan para pesaing lainnya. Ditambah lagi karena faktor smoothening, fluktuasi yang diukur dengan volatilitas/beta NAB menjadi sangat rendah sehingga Sharpe Ratio dan Treynor Ratio produk reksadana tersebut akan tinggi. 

Setelah mengetahui 10 faktor tersebut, kini smart investor tentu sudah paham dong, penyebab suatu produk reksadana pendapatan tetap bisa terus stabil bertumbuh secara harian.

Karena itu, kita harus bijak dalam berinvestasi dan mengelola harapan terhadap potensi keuntungan atau kerugian yang bakal diterima. Yuk kita harus tetap smart dalam berinvestasi!

(Tim Riset Bareksa/AM)

* * * 

Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER

Kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja masa depan. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.