Prospek Reksadana Pendapatan Tetap Masih Positif, Ini Penjelasannya

Abdul Malik • 07 Jun 2021

an image
Ilustrasi investasi di obligasi, SBN dan reksadana pendapatan tetap. (Shutterstock)

Kinerja obligasi atau reksadana pendapatan tetap berbanding terbalik dengan pergerakan suku bunga

Bareksa.com - Kinerja reksadana pendapatan tetap dinilai masih cukup positif sepanjang tahun ini. Hanya saja memang akan cenderung melemah dibandingkan tahun lalu.

Direktur Utama PT Trimegah Asset Management (Trimegah AM), Anthony Dirga menyatakan kinerja reksadana pendapatan tetap, sejak awal tahun masih terkoreksi. Salah satu penyebabnya karena adanya kenaikan tingkat suku bunga jangka panjang di Indonesia.

Antony menjelaskan kinerja obligasi atau reksadana pendapatan tetap, berbanding terbalik dengan gerakan suku bunga jangka panjang.

"Kenaikan suku bunga jangka panjang akan menghasilkan kinerja yang negatif dan sebaliknya,” kata Antony dilansir Bisnis (6/7/2021).

Dia menjelaskan suku bunga obligasi pemerintah 10 tahun, naik dari 5,94 persen pada akhir tahun 2020 menjadi 6,53 persen per kemarin (Jumat, 5/6/2021).

Menurut dia, pergerakan ini berkorelasi dengan kenaikan suku bunga jangka panjang di Amerika Serikat yang juga naik dari 0,92 persen pada akhir 2020, menjadi ke kisaran 1,61 persen. Kenaikan suku bunga tersebut juga terjadi secara global.

Menurut Antony, hal tersebut disebabkan oleh adanya ekspektasi pemulihan perekonomian pasca pandemi virus corona. Makanya, meski masih terkoreksi, dia menilai prospek reksadana pendapatan tetap sepanjang tahun ini tetap baik, meski kinerjanya akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

"Obligasi pemerintah sebagai instrumen investasi dengan risiko wanprestasi yang sangat rendah, cenderung menghasilkan kinerja yang baik di saat terjadinya pelemahan ekonomi seperti situasi pandemi tahun lalu (flight to quality)," jelasnya.

Sebaliknya, kata dia, obligasi pemerintah cenderung tertinggal ketika ekonomi mengalami pemulihan seperti yang dialami sekarang pascapandemi.

Anthony menjelaskan obligasi pemerintah masih menjadi instrumen investasi yang utama untuk reksadana pendapatan tetap di Indonesia.

"Karena itu pergerakan obligasi pemerintah sangat mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap," imbuhnya.

Sementara itu Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto mengatakan prospek pendapatan tetap juga terkait dengan sentimen kenaikan inflasi di Amerika Serikat.

Menurutnya inflasi dan harga komoditas yang tinggi membuat kekhawatiran akan terjadinya tapering oleh bank sentral AS. Di sisi lain, ia melanjutkan inflasi di Indonesia berada dalam level terkendali yang antara lain turut didukung oleh indikator seperti neraca dagang surplus.

Rudiyanto memperkirakan adanya pengumuman terkait tapering oleh bank sentral AS pada tahun ini. Hal tersebut dinilai akan membuat pasar bergejolak meski dampaknya hanya sesaat. Menurut dia, pengumuman itu akan dilakukan 7 – 8 bulan sebelum dilaksanakan. Karena itu kemungkinan baru akan dijalankan pada 2022 mendatang.

"Adapun hingga akhir tahun, reksadana pendapatan tetap diyakini masih akan mencatatkan kinerja positif," kata Rudiyanto.

Penopangnya yakni, hasil-hasil positif dari data perekonomian Indonesia yang dapat memperkuat posisi imbal hasil (yield) SUN di level 6 persen hingga 6,25 persen pada tahun ini.

(Martina Priyanti/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS 

DISCLAIMER​
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.