CEO Trimegah AM Antony Dirga : Industri Reksadana akan Lebih Bergairah di Kuartal II

Abdul Malik • 07 Apr 2021

an image
Direktur Utama PT Trimegah Asset Management, Antony Dirga. (Bareksa)

Reksadana yang berpotensi tumbuh positif adalah reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap

Bareksa.com - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mengalami turbulensi hebat hingga di bawah level psikologis 6.000. Sepanjang kuartal I 2021, indeks saham kebanggan nasional tersebut hanya mencatatkan pertumbuhan 0,11 persen ditutup di level 5.986.

Seiring gejolak di pasar saham, mayoritas kinerja indeks reksadana membukukan kinerja negatif. Berdasarkan data Bareksa, tercatat 6 dari 8 indeks reksadana mencatatkan kinerja negatif.

Penurunan kinerja terdalam dicatatkan indeks reksadana saham syariah yang minus hingga 5,36 persen, kemudian disusul indeks reksadana saham negatif 4 persen, indeks reksadana pendapatan tetap berkurang 2,19 persen, indeks reksadana campuran tertekan 1,78 persen. indeks reksadana pendapatan tetap syariah melemah 1,39 persen dan indeks reksadana campuran syariah -1,06 persen.

Hanya ada dua indeks reksadana yang membukukan kinerja positif yakni indeks reksadana pasar uang meningkat 0,82 persen dan indeks reksadana pasar uang syariah yang naik 0,75 persen.

Sumber: Bareksa

Dana kelolaan industri reksadana pada bulan lalu, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat Rp565,86 triliun. Jumlah dana kelolaan tersebut, lebih kecil dibandingkan posisi Februari 2021 yang menurut laporan Bareksa Mutual Fund Industry, Data Market - Monthly Report February 2021 tercatat Rp571,73 triliun.

Sumber: OJK

Apa yang menekan laju dana kelolaan industri reksadana nasional sepanjang triwulan I 2021? Berikut pandangan Direktur Utama PT Trimegah Asset Management, Antony Dirga.

Antony menyatakan pada kuartal pertama tahun ini terjadi konsolidasi di pasar saham, di mana momentum positif yang ada di awal tahun dilemahkan oleh meningkatnya kasus pandemi Covid-19 di Indonesia pada awal tahun.

Penerapan Pembatasan Sosisal Berskala Besar (PSBB) terbatas bisa mengontrol jumlah kasus pandemi di Tanah Air hingga akhirnya bisa memicu rebound di pasar saham.

"Sayangnya, mengatakan momentum tersebut akhirnya melemah. Dipicu oleh kenaikan imbal hasil (yield) Obligasi Negara Pemerintah Amerika Serikat atau US Treasury Yield yang menembus 1,7 persen, naik dari 0.9 persen pada akhir tahun 2020," ujar Antony kepada Bareksa, Selasa malam (6/4/2021).

Menurut dia, penyebabnya adalah kekhawatiran akan inflasi dan juga diakhirinya kebijakan pelonggaran rasio utang suplementer (supplementary leverage ratio/SLR) oleh Bank Sentral AS (The Fed).

"Kenaikan imbalan obligasi AS ini memicu kenaikan kupon obligasi jangka panjang di Indonesia yang memberi efek domino negatif pada pasar saham kita," kata Antony.

Antony menjelaskan tingkat imbal hasil obligasi jangka panjang adalah discount rate (tingkat diskonto) yang biasa digunakan dalam perhitungan valuasi saham. Konsolidasi yang terjadi di pasar saham dan obligasi tentunya berimbas negatif pada industri reksadana di kuartal I.

"Jika kita berbicara prospek industri reksadana di kuartal II, tentunya tidak akan terlepas dari prospek pasar saham dan obligasi," imbuhnya.

Ia mengatakan Trimegah AM berpandangan korelasi yang tinggi antara imbal hasil obligasi di Amerika dengan obligasi Indonesia akan menurun seiring dengan berjalannya waktu.

"Faktor fundamental seperti prospek inflasi di Indonesia akan lebih penting dalam menentukan obligasi kita," lanjutnya.

Selain itu, ia melanjutkan, tingkat pengangguran yang masih tinggi pasca Covid-19 masih banyak menyisakan kelebihan kapasitas (excess capacity), sehingga sulit untuk dibayangkan jika tingkat inflasi secara keseluruhan akan melonjak.

"Tingkat Inflasi yang terjaga akan menstabilkan imbal hasil obligasi kita atau paling tidak mengurangi volatilitasnya," katanya.

Prospek Kuartal II 2021

Di luar itu, ia optimistis dalam jangka pendek, tingkat inflasi AS akan mencapai puncaknya pada Mei, sehingga imbal hasil obligasi AS akan berkurang volatilitasnya.

"Semua ini akan berdampak positif pada pasar saham kita di kuartal II, seiring dengan semakin meluasnya distribusi vaksin di negara kita yang tentunya akan menaikkan aktivitas ekonomi dan menambah momentum untuk pasar saham. Dengan adanya momentum ini, kami percaya industri reksadana akan lebih bergairah di kuartal II," papar Antony.

Antony mengatakan reksadana yang berpotensi tumbuh positif adalah reksadana saham. Alasannya, reksadana saham akan didorong oleh pasar saham yang akan rebound.

Sementara reksadana pendapatan tetap atau reksadana berbasis obligasi akan ditopang oleh mulai meredanya volatilitas imbal hasil obligasi AS.

"Produk dari Trimegah yang kami sarankan untuk reksadana saham adalah TRAM Consumption Plus, TRIM Kapital atau TRIM Syariah Saham. Sedang untuk reksadana obligasi kami menyarankan TRIM Dana Tetap 2 atau TRAM Strategic Plus," kata Antony.

Seberapa banyak baiknya investor berinvestasi? Antony mengatakan porsi investasi tentu saja harus diseusaikan dengan profil resiko masing-masing investor.

"Bagi investor yang ingin mempercayakan market timing di saham kepada team kami, dapat berinvestasi pada reksadana campuran kami Trimegah Balanced Absolute Strategy," ungkapnya.

Apapun instrumen investasi pilihan kamu, selalu sesuaikan dengan tujuan dan profil risiko kamu ya!

(Martina Priyanti/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER​
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.