Investor Asing Masuk Rp14,39 Triliun, Pasar Obligasi Negara Mulai Bangkit

Bareksa • 02 Jun 2020

an image
Budi Hikmat, Director for Investment Strategy PT Bahana TCW Investment Management (tengah) bersama Soni Wibowo Direktur Riset & Kepala Investasi Alternatif Bahana TCW sedang diskusi perkembangan terkini pasar modal. (bahanatcw.com)

Direktur Bahana TCW Budi Hikmat menilai SBN Indonesia sangat menarik

Bareksa.com - Investor asing mulai masuk ke pasar obligasi negara Indonesia dalam dua pekan terakhir, sehingga mendorong permintaan dan harga. Alhasil, imbal hasil obligasi negara juga terpantau mulai menurun.

Investasi dalam aset yang berbasis obligasi, terutama yang diterbitkan oleh pemerintah, memiliki prospek bagus untuk meraih keuntungan dalam kondisi new normal mulai berlaku pasca pandemi Covid-19.

Menurut data Bursa Efek Indonesia yang diolah Bareksa, kepemilikan investor asing di surat utang negara per 28 Mei 2020 mencapai Rp931,55 triliun, meningkat dari Rp917,16 triliun, titik terendah tahun ini pada 12 Mei 2020. Angka ini menunjukkan adanya capital inflow asing sebesar Rp14,39 triliun dalam dua pekan.

Grafik Pergerakan Dana Asing di Pasar Obligasi

Sumber: Bareksa.com

Meskipun demikian, total kepemilikan asing di SUN masih belum kembali sepenuhnya setelah menyentuh rekor tertinggi Rp1091,26 di awal tahun ini. Artinya, masih tercatat outflow sebesar Rp159,71 sejak Januari hingga 28 Mei 2020.

Seiring dengan masuknya investor asing di pasar obligasi Indonesia, imbal hasil (yield) obligasi juga ikut menguat dalam dua pekan terakhir. Menurut data Investing.com yang diolah Bareksa, imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun per 28 Mei 2020 berada di level 7,36 persen.

Angka yield ini turun dari area 8 persen pada 12 Mei 2020. Sebagai informasi, yield dan harga obligasi berbanding terbalik sehingga penurunan yield mengindikasikan harga naik karena permintaan bertambah.

Grafik Pergerakan Yield Obligasi Negara 10 Tahun

Sumber: Bareksa.com

Budi Hikmat, Investment Strategy Director & Chief Economist Bahana TCW Investment Management, menjelaskan bahwa sejauh ini, investor asing keluar dari pasar obligasi karena mereka membutuhkan dana kas (cash) untuk berjaga-jaga di masa pandemi. Akan tetapi, saat ini dunia sudah kelebihan cash sehingga cepat atau lambat, para investor asing harus kembali mencari aset yang bisa memberikan imbal hasil.

"Dunia kebanjiran likuiditas. Asuransi, dana pensiun global underfunded sehingga mereka mencari negara aman yang punya bond yield bagus," kata Budi dalam sebuah webinar 2 Juni 2020.

Dia menjelaskan bahwa prospek surat berharga negara Indonesia sangat baik, karena bisa mengungguli negara emerging lain, contohnya Brasil. Brasil memiliki peringkat utang yang lebih rendah daripada Indonesia sehingga risikonya tinggi, tetapi yield obligasi Brasil lebih rendah. Maka dari itu, surat utang negara Indonesia lebih menarik bagi investor global.

Bagi investor, surat berharga negara (SBN) atau obligasi negara Indonesia itu memiliki kelebihan karena bisa memberikan keuntungan dari dua sumber, yakni dari kupon yang dibayarkan berkala dan peningkatan harga (capital gain).

Selain itu, tambah Budi, SBN juga risikonya kecil karena dijamin oleh negara. Sebagai informasi, Indonesia kini memiliki peringkat utang layak investasi (investment grade) yang diberikan oleh tiga lembaga rating internasional. "SBN itu contoh investasi high return low risk," katanya.

Budi menambahkan, dalam lima tahun terakhir, obligasi dan investasi berbasis obligasi terpantau terus stabil. Bahkan, indeks obligasi bisa mengalahkan indeks saham yang tertekan oleh krisis akibat Covid-19 ini.

Oleh karena itu, Budi menyarankan investor saat ini adalah waktunya untuk mengurangi cash dan mulai membeli obligasi untuk bisa meraih keuntungan. "Cash is king kalau dipakai. Kalau enggak dipakai ya worthless," ujar Budi.

Bagi investor individu (perseorangan) atau ritel, membeli surat utang negara sudah banyak pilihannya saat ini. Setidaknya ada dua cara yang bisa dipilih untuk memiliki obligasi negara.

Pertama, investor bisa membeli surat berharga negara di pasar perdana (primary market) yaitu ketika penawaran berlangsung. Kedua, investor juga bisa memiliki obligasi negara yang sudah beredar dengan membeli reksadana pendapatan tetap (fixed income).

Dalam waktu dekat ini, pemerintah akan melakukan penawaran SBN jenis Obligasi Negara Ritel seri ORI017. SBN untuk investor ritel ini bisa dipesan secara online melalui Bareksa.

Sementara itu, investor juga bisa membeli reksadana pendapatan tetap, yang berisikan obligasi atau efek surat utang. Setidaknya ada 45 produk reksadana pendapatan tetap yang tersedia di marketplace Bareksa.

***

Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?

SBN untuk ritel hanya bisa dipesan online selama masa penawaran saja di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.

Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN.

Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.

Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.

PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.