Strategi Investasi di Tengah Corona : Antara Reksadana, Obligasi Hingga SR012

Bareksa • 09 Mar 2020

an image
Petugas medis menyemprotkan cairan disinfektan pada Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China setibanya di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (2/2/2020).ANTARA FOTO/Kementerian Luar Negeri RI

Valuasi IHSG saat ini berada 2x di bawah standar deviasi rata-rata 5 tahun, sama seperti pada semester II 2015

Bareksa.com - Pasar saham Indonesia terkoreksi cukup dalam pasca merebaknya wabah virus corona. Di tengah ketidakpastian tersebut, PT Bank Commonwealth menyarankan investor agresif untuk tetap berinvestasi di reksadana saham dan investor moderat untuk melirik investasi di obligasi.

Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth, Ivan Jaya, mengatakan pasar saham Indonesia terkoreksi cukup dalam dengan IHSG anjlok 8,2 persen pada bulan lalu. Sementara indeks obligasi pemerintah Indonesia (BINDO) cenderung flat dengan pertumbuhan 0,12 persen.  

Dia menjelaskan, koreksi yang terjadi saat ini membuat valuasi pasar saham relatif murah. Valuasi IHSG saat ini berada 2x di bawah standar deviasi rata-rata 5 tahun. Valuasi ini sama seperti pada semester II 2015. Pada saat itu, penurunan di pasar saham dipicu oleh faktor global yakni krisis Yunani bukan karena faktor fundamental Indonesia.

"Pasar saham pada saat itu mengalami recovery dari titik terendahnya hingga meningkat sekitar 16 persen dalam waktu 4 bulan dan 32 persen dalam waktu sekitar 10 bulan," kata dia dalam keterangan (6/3/2020).

Namun kondisi fundamental Indonesia saat ini cukup berbeda dengan tahun 2015. Dalam hal inflasi, inflasi saat ini cenderung stabil di level rata-rata 3 peren year on year (yoy). Sementara pada 2015 sempat menyentuh level 7,26 persen yoy.

Nilai tukar rupiah saat ini juga stabil di level Rp14.200 per dolar AS, dibandingkan pada 2015 sempat mencapai Rp14.600 per dolar AS. Kestabilan rupiah saat ini didukung oleh cadangan devisa US$131 miliar, jauh lebih besar dibandingkan dengan US$101 miliar pada 2015.

"Pemerintah serta bank sentral juga telah mengambil sikap preventif untuk menahan gejolak perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus ini," kata dia.

Bank sentral China (PBOC) juga telah memberikan suntikan likuiditas ke pasar US$174 miliar pada awal Februari. Selain itu, PBOC juga memangkas suku bunga loan prime rate (LPR) 10 bps.

Tidak berbeda, Bank Sentral AS, Federal Reserve, juga merespons dengan melakukan pemotongan suku bunga darurat 50 bps menjadi 1,25 persen di awal Maret yang dilakukan di luar jadwal pertemuan bulanannya.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia telah melakukan pemotongan suku bunga acuan 25 bps menjadi 4,75 persen pada Februari. Disusul pada awal Maret, BI meredam outflow asing dengan meluncurkan kebijakan lanjutan.

“Kami melihat koreksi yang terjadi bisa dimanfaatkan untuk menyeimbangkan kembali porsi kelas aset saham di dalam portofolio,” ujar dia.

Ivan menyarankan, investor agresif bisa melakukan investasi dengan stay in the market melalui penambahan serta penyeimbangan kembali porsi kelas aset saham di dalam portofolio. Berdasarkan data Bareksa, saat ini terdapat 74 reksadana saham. Reksadana ini masih membukukan return yang positif dalam jangka waktu panjang atau lima tahun.

Sekurangnya terdapat lima reksadana saham yang membukukan imbal hasil 17,27 persen hingga 51,88 persen dalam waktu lima tahun. Bahkan reksadana saham, Sucorinvest Equity Fund dari PT Sucorinvest Asset Management bisa membukukan imbal hasil 51,88 persen dalam lima tahun.

NAV 5 Reksadana Saham 5 Tahun


Sumber : Bareksa

Untuk investor moderat bisa mengalihkan portofolionya ke dalam kelas aset obligasi, yang cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan kelas aset saham.

Menurut Ivan, obligasi memiliki beberapa keuntungan sebagai instrumen investasi. Pertama, investor akan mendapatkan kupon secara berkala, yang tingkat kuponnya biasanya lebih tinggi dari bunga deposito. Kedua, investor berpotensi memperoleh capital gain, jika obligasi tersebut dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Ketiga, risiko yang lebih rendah dibandingkan instrumen saham.

"Harga obligasi di pasar sekunder cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan instrumen saham. Bahkan untuk obligasi yang diterbitkan pemerintah para pelaku pasar sepakat bahwa instrumen tersebut merupakan instrumen yang bebas risiko alias risk free," kata dia.

Jenis reksadana yang portofolio asetnya mayoritas obligasi ialah reksadana pendapatan tetap. Di Bareksa, terdapat 44 reksadana pendapatan tetap yang bisa dipilih. Reksadana ini masih membukukan kinerja positif, meski diterpa isu virus corona.

Dari 44 reksa dana pendapatan tetap itu, 42 di antaranya membukukan return positif secara year to date (ytd). Bahkan empat di antaranya membukukan imbal hasil di atas 4,5 persen ytd 2020.

NAV 4 Reksadana Pendapatan Tetap YTD


Sumber : Bareksa

Pada Maret ini, pemerintah telah menerbitkan Sukuk Negara Ritel dengan seri SR012. SR012 ini ditawarkanpemerintah sejak 24 Februari lalu dengan masa pemesanan 24 Februari-18 Maret 2020. Kupon yang ditawarkan 6,3 persen dengan tenor tiga tahun. Kamu juga bisa membeli SR012 secara online di Bareksa.

Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?

Pemerintah telah resmi membuka masa penawaran Sukuk Ritel seri SR012 mulai 24 Februari 2020. Masa penawaran investasi syariah itu hingga 18 Maret 2020. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBN? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.

Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBN seri berikutnya.

Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.

Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBN? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.

PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.

Sebagai informasi, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

(K09/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.