Bursa China Ambrol Seret IHSG Terutama Sektor Komoditas, Apa Penyebabnya?

Bareksa • 09 Jul 2015

an image
Sejumlah orang mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Adimas Raditya).Sejumlah orang mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Adimas Raditya)

Kondisi ini tidak terlepas dari kekhawatiran pelaku pasar krisis di China berdampak pada ekspor tambang Indonesia

Bareksa.com – Saham pertambangan menjadi pendorong terbesar ambrolnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akibat penurunan bursa saham China.

Analis NH Korindo, Reza Priambada, kepada Bareksa, mengungkapkan merahnya IHSG ini memang masih terkait sentimen yang  datang dari China. 

“Kalau kita lihat tren semuanya sama, semua memang dalam kondisi yang memicu pelemahan di pasar saham. Apalagi dengan pelemahan yang datang dari china dan sekitarnya,” katanya.

Pelemahan ini, menurut Reza, walaupun tidak berpengaruh secara langsung, namun turut mempengaruhi pelaku pasar secara psikologis. Data Bareksa menunjukan sektor pertambangan terkena koreksi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya, dengan penurunan sebesar 2,35 persen menuju level 1.051,7.

Kondisi ini tidak terlepas dari kekhawatiran pelaku pasar bahwa krisis yang terjadi di China akan berdampak kepada permintaan komoditas, terutama bahan tambang dari Indonesia ke negeri bambu tersebut.

(Baca juga: Sebulan Saham China Ambrol 30%, Peluang Atau Ancaman Buat Indonesia?)

Grafik Pergerakan Intraday Indeks Sektor Pertambangan

Sumber: Bareksa

Wajar saja jika pelaku pasar khawatir, pasalnya selama ini ekspor komoditas ke negeri tirai Bambu tersebut merupakan salah satu negara tujuan ekspor terbesar. Data Bareksa mencatat, kontribusi ekspor ke China per Mei 2015 mencapai 9 persen dari total ekspor Indonesia yang mencapai $12,73 miliar, lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor ke kawasan benua Afrika.

Tetapi porsi ini terus menurun bahkan lebih rendah dari rata-ratanya dalam lima tahun terakhir yakni 9,23 persen.

Sepanjang lima bulan terakhir di 2015 ini ekspor ke negeri tirai bambu ini telah merosot 26 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan pelemahan ekonomi China, sehingga jika kondisi China terus melemah tentu akan lebih memberatkan kinerja ekspor.

Pie Chart Perbandingan Negara Kontributor Ekspor Indonesia Tahun 2014 dan Mei 2015

 

Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa

 

Grafik Nilai Ekspor Indonesia Ke China ($ Juta)

Sumber: Bareksa.com

Turunnya harga saham membuat IHSG terkoreksi 1,16 persen ke level 4.815,07 pada pukul 11.38 WIB. Padahal, valuasi IHSG berdasarkan PE Band sudah tergolong "murah" karena sudah berada di bawah nilai standar deviasi kedua. Dalam satu bulan ini, nilai IHSG memang belum dapat menembus batas bawah nilai standar deviasi kedua. 

Grafik PE Band IHSG

Sumber: Bareksa

Reza menambahkan pelemahan yang terjadi pada IHSG terjadi akibat aksi ambil untung investor karena selain adanya sentimen negatif dari luar, para pelaku pasar juga belum menemukan adanya sentimen positif dari dalam negeri.

Menurutnya pemerintah belum meberikan gambaran positif mengenai ekonomi seperti percepatan proyek pembangunan, realiasi program pembangunan pemerintah dan juga belum adanya antisipasi pemerintah untuk memperbaiki pelemahan yang ada.

Reza mengatakan, dalam waktu dekat indeks masih sulit menemukan momentum rebound. Pasalnya nilai tukar rupiah juga tidak menjadi lebih baik.

Ia memperkirakan pelemahan seperti ini akan terjadi dalam waktu satu minggu. Ia berharap pelemahan ini tidak akan membnuka peluang IHSG menjadi lebih lemah lagi.

“Mood orang belum mau masuk ke pasar,” katanya.

Sentimen Lebaran

Lebaran, menurut Reza selalu menjadi sentimen positif secara historikal. Menurutnya, berdasarkan data setiap tahunnya ada peningkatan sebesar 5-6 persen di IHSG.

Penurunan IHSG menjelang lebaran hanya terjadi di tahun 2008 dimana dunia dilanda krisis global. Namun ia pesimis jika lebaran kali ini bisa mendongkrak indeks kembali, walaupun ada sentimen positif terkait reshuffle kabinet, isu negatif dari eksternal lebih mendominasi prilaku pelaku pasar. (np)