
Bareksa.com - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Onny Widjanarko, mengatakan ketidakpastian pasar keuangan global akibat COVID-19 makin tinggi, meskipun intensitas di Tiongkok mulai berkurang.
Asesmen terkini BI menunjukkan penyebaran COVID-19 di China mulai berkurang dan berdampak positif pada kenaikan kegiatan ekonomi di China.
Meski demikian, Onny mengatakan ketidakpastian pasar keuangan makin meningkat pasca ditemukannya kasus COVID-19 di luar China. Investor global menarik penempatan dananya di pasar keuangan negara berkembang dan mengalihkan kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman seperti surat berharga yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat (UST Bond) dan emas.
"Kondisi ini kemudian menekan pasar keuangan dunia dan memberikan tekanan depresiasi cukup tajam pada banyak mata uang global, termasuk Indonesia," ujarnya
Onny mengatakan BI memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak risiko COVID-19 terhadap perekonomian domestik. Pemerintah telah dan akan terus meningkatkan ruang stimulus fiskal dan memberikan kemudahan berusaha di sektor riil termasuk kegiatan pariwisata dan ekspor-impor, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
BI disebutkan terus konsisten menjaga stabilitas moneter, nilai tukar rupiah, dan pasar keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menempuh kebijakan untuk melakukan stabilisasi pasar saham serta terus memperkuat ketahanan industri perbankan dan jasa keuangan lain.
Dalam rangka memperkuat koordinasi dan berbagai langkah kebijakan yang telah diambil sebelumnya, BI pada hari ini (2/3/2020), menempuh beberapa langkah kebijakan lanjutan untuk menjaga stabilitas moneter dan pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko COVID-19 atau virus corona.
"Langkah penguatan tersebut meliputi lima kebijakan," kata Onny.
Lima kebijakan tersebut adalah :
Pertama, meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. Untuk itu, BI akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), pasar spot, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah.
Kedua, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing bank umum konvensional, dari semula 8 persen menjadi 4 persen, berlaku mulai 16 Maret 2020. Penurunan rasio GWM valas tersebut akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan sekitar US$3,2 miliar dan sekaligus mengurangi tekanan di pasar valas.
Ketiga, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah 50bps yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor, yang dalam pelaksanaannya akan berkoordinasi dengan pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mempermudah kegiatan ekspor-impor melalui biaya yang lebih murah. Kebijakan akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku selama 9 bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.
Keempat, memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah.
Kelima, menegaskan kembali investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
"Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan pasar keuangan dan perekonomian, termasuk dampak COVID-19 serta terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, serta mempercepat reformasi struktural," jelas Onny.
(*)