Berita Hari Ini : NAB Industri Reksadana Rp539,11 T, Wajab Pajak AEoI Ditelusuri

Bareksa • 24 Feb 2020

an image
Sejumlah peserta menyimak paparan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

OJK tetapkan insurance broker marketplace, Investasi bodong berkedok investasi akan dibenahi

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 24 Februari 2020 :

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) industri reksadana hingga 12 Februari 2020, tercatat Rp539,11 triliun, atau turun 0,56 persen (Rp3,09 triliun) dibandingkan jumlah dana kelolaan reksadana pada Desember 2019 yang sebesar Rp542,2 triliun.

Dalam paparan soal update terkait issue pasar modal terkini yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas pasar Modal OJK, Hoesen seperti dikutip CNBC Indonesia, jumlah NAB reksadana itu porsinya mencapai 67,3 persen dari dana kelolaan industri pengelolaan investasi per 12 Februari 2020 yang tercatat Rp801,02 triliun.

Dana pengelolaan investasi itu juga terdiri dari RDPT (reksadana penyertaan terbatas), EBA (efek beragun aset), EBA SP (efek beragun aset berbentuk surat partisipasi), DIRE (dana investasi real estate), dan KPD (kontrak pengelolaan dana). Produk-produk ini juga ditawarkan perusahaan manajer investasi (MI).

OJK juga mengungkapkan total net redemption atau penarikan dana bersih di reksadana sudah mencapai Rp8,82 triliun, pada periode sejak awal tahun 2020 hingga 12 Februari 2020. Net redemption mayoritas terjadi karena jatuh tempo sejumlah reksadana terproteksi dan redemption pada reksadana dengan basis saham.

Sementara reksadana dengan jenis pasar uang (RD pasar uang) dan RD pendapatan tetap, serta reksadana syariah off shore (berbasis efek luar negeri) mencatatkan pembelian bersih atau net subscription.

"Jumlah unit penyertaan reksadana meningkat 10,65 persen menjadi 424,6 juta unit penyertaan (YoY) dibandingkan pada Februari 2019 lalu yang tercatat 386,5 juta unit penyertaan," tegas Hoesen, dalam dokumen tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Senin (24/2/2020).

OJK juga menegaskan dalam kondisi ini, kepercayaan investor reksadana masih terjaga seiring dengan jumlah investor yang tercermin dari data Single Investor Identification (SID). Jumlah SID per Januari 2020 meningkat 4,06 persen (naik sebanyak 72.023 investor) jika dibandingkan dengan jumlah investor per Desember 2019, yaitu dari 1.774.493 SID pada Desember 2019 menjadi 1.846.516 SID pada Januari 2020.

"Investor retail reksadana umumnya tidak melakukan panic selling. Shifting behavior (peralihan perilaku investor) terlihat pada perpindahan kepemilikan dari reksadana yang cenderung agresif menjadi reksadana yang cenderung konservatif," katanya.

Investasi Bodong

Praktik investasi yang berkedok koperasi belakangan ini marak terjadi telah merisaukan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Hingga saat ini, tak sedikit yang menjadi korban praktik cuci uang, rentenir juga investasi bodong.

Teten mengatakan pihak-pihak yang telah menggunakan nama koperasi harus disiplinkan, hal itu bertujuan agar tidak meresahkan warga dan menjatuhkan citra koperasi. Menurutnya, koperasi sebagai kedok untuk lakukan praktek seperti perbankan.

"Masalah seperti itu yang akan kita tuntaskan segera," jelasnya Ahad, (23/2).

Teten mengatakan pihaknya akan lakukan kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mengimbau, koperasi jangan dijadikan sebagai tempat pencucian uang atas kedok dari praktek perbankan juga praktik rentenir.

Menurutnya, jika hal tersebut tidak ditindaklanjuti dikhawatirkan nantinya dapat merusak citra koperasi dalam pengembangan ke depannya.

"Nama koperasi harus kita jaga, karena koperasi adalah konsep ideal dalam sistem ekonomi kerakyatan," tambah Teten.

Tak hanya itu. Teten mengatakan hingga saat ini pihaknya telah menerima beberapa laporan dari masyarakat terkait praktek ilegal yang berkedok koperasi.

Ia menegaskan, pihaknya akan memperbaiki masalah tersebut. "Kita akan segera benahi dan bereskan masalah ini. Tunggu saja," katanya.

Insurance Broker Marketplace

PT BCI Digital Asia (Bindcover) ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Insurance Broker Marketplace pada 10 Februari 2020. Penetapan ini menjadikan Bindcover sebagai satu-satunya perusahaan di klaster baru (Insurance Broker Marketplace) OJK.

Penetapan ini berdasarkan Surat Nomor S-75/MS.72/2020 tentang Surat Tanda Bukti Tercatat PT BCI Digital Asia (Bindcover). Dalam suratnya ini OJK menyatakan beberapa hal terkait dengan penetapan Bindcover sebagai marketplace.

Pertama, Bindcover telah ditetapkan untuk menjadi sampel objek yang akan diuji coba dalam proses Regulatory Sandbox Inovasi Keuangan Digital (Prototype) untuk klaster Insurance Broker Marketplace.

Kedua, Bindcover wajib mengikuti seluruh rangkaian proses Regulatory Sandbox dan memenuhi seluruh ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018) tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan (POJK 13/2018), peraturan pelaksanaannya, serta Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku.

Ketiga, apabila Bindcover tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Prototype atas Klaster Insurance Broker Marketplace, maka dalam hal ini OJK dapat menetapkan pergantian Prototype dengan menunjuk penyelenggara lain dalam 1 (satu) Klaster yang sama. Apabila terdapat kekeliruan, maka OJK dapat meninjau kembali.

"Penetapan OJK  ini menjadi sejarah baru bagi Bindcover dan industri asuransi di Indonesia. Kami secara resmi tercatat dan dipercayakan untuk yang pertama kali membuka klaster baru Insurance Broker Marketplace OJK," ungkap Victor Roy Pendiri Bindcover dalam siaran pers Minggu (23/2).

"Kami berharap adanya Pencatatan dari OJK ini memudahkan kami untuk mencari rekanan baik pialang (broker) maupun asuransi dalam satu platform Bindcover (www.bindcover.com). Dalam peraturan, perusahaan Pialang (broker) dan Asuransi diperbolehkan memiliki rekanan fintech yang sudah terdaftar di OJK," jelas Victor.

Bindcover, menurut Victor, akan patuh mengikuti proses Flowchart Regulatory Sandbox selanjutnya mulai dari presentasi, penyerahan dokumen tambahan, pengajuan usulan dari penyelenggara, OJK menyetujui skenario, eksperimentasi, perbaikan, penilaian dan pendaftaran.

"Selain itu, Bindcover juga harus memperhatikan beberapa aspek yang dipertimbangkan OJK dalam pengajuan Regulatory Sandbox, yaitu legal, model dan proses bisnis, teknologi informasi, manajemen risiko, perlindungan konsumen, rencana bisnis dan beberapa aspek lain yang diperlukan," tambah Victor.

Proses yang harus dilewati Bindcover di OJK masih panjang. "Namun, adanya penetapan Bindcover sebagai satu-satunya perusahaan di klaster baru OJK ini, membuat kami lebih bersemangat untuk berinovasi dalam ekosistem asuransi khususnya di Indonesia. Bindcover siap melakukan revolusi industri asuransi di Indonesia," jelas Victor.

AEoI

Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sudah punya setumpuk data wajib pajak hasil pertukaran data dengan otoritas pajak di negara lain. Data tersebut diperoleh melalui kerja sama Automatic Exchange of Information (AEoI).

Jumlah data wajib pajak yang terkumpul dari hasil AEoI mencapai 1,6 juta data. Dari data itu nilai aset wajib pajak diperkirakan mencapai 246,6 miliar euro atau setara Rp3.684,7 triliun, dengan asumsi kurs EURIDR Rp14.942 per Euro.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan saat ini pemerintah tengah melakukan penelitian dan menguji validitas data tersebut. Selanjutnya, pajak akan memanfaatkan data itu dan akan dicocokan dengan profil wajib pajak di dalam negeri sekaligus menguji kepatuhan mereka dalam melaporkan kewajiban pajaknya kepada kantor pajak.

Sri Mulyani menyebut data itu diperoleh dari hasil kerjasama dengan sebanyak 94 yurisdiksi pajak. Negara-negara tersebut melaporkan data informasi keuangan wajib pajak (WP) dalam negeri yang berada di sana.

Dari AEoI lebih dari 6.100 perjanjian pertukaran informasi bilateral telah disepakati, sehingga metode pengumpulan pajak menjadi lebih efisien. Hanya saja, Sri Mulyani belum mengonfirmasi berapa nominal yang bisa dimanfaatkan untuk penerimaan negara. Sebab, data informasi tersebut dalam proses uji validasi terhadap laporan WP dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

(*)