CEO Syailendra, Fajar H : Pasar Dibayangi Sentimen Corona, Ini Tips Investasinya

Bareksa • 11 Feb 2020

an image
CEO PT Syailendra Capital, Fajar R. Hidayat. (Bareksa/Anggie)

Alokasi aset sebaiknya disesuaikan dengan jangka waktu (horizon) sehingga bisa membuahkan hasil optimal

Bareksa.com - Sejumlah sentimen negatif dari global masih membayangi pasar modal Indonesia membuat investor khawatir. Meski begitu, investor reksadana bisa mengambil sejumlah langkah untuk menghadapi kondisi ini.

Sentimen dari global itu utamanya kasus virus corona. Menurut data Coronavirus 2019-nCoV Global Cases by Johns Hopkins CSSE, hingga 11 Februari 2020 sudah tercatat ada 43.111 kasus yang dikonfirmasi, dengan jumlah korban 1.018 orang meninggal. Namun, jumlah pasien yang sembuh lebih banyak yakni mencapai 4.098 orang.

Jumlah korban virus corona yang lebih banyak dari wabah SARS dengan 774 korban meninggal dan 8.100 terinfeksi pada 2002-2003 inilah yang menjadi sentimen negatif pasar modal.

CEO Syailendra Capital Fajar R. Hidayat menjelaskan kasus virus corona ini merupakan isu global yang menjadi sentimen negatif ke pasar modal. Namun bedanya dengan wabah SARS yang pernah terjadi pada 2003 di mana informasinya belum terbuka seperti sekarang, maka informasi terkait virus corona ini lebih cepat tersebar melalui media sosial.

"Waktu ada wabah SARS, media sosial tidak seheboh sekarang. Penyebaran informasi terkait virus corona sekarang begitu cepat. Ini yang membuat investor khawatir," jelasnya ketika ditemui Bareksa, 10 Februari 2020.

Dia menjelaskan dampak isu virus corona ini bisa terlihat di sektor riil, seperti pariwisata dan perdagangan antar negara. Sehingga, ada kemungkinan memberi dampak pada ekonomi.

Namun, Fajar menambahkan, tidak ada yang tahu sampai kapan penyakit ini akan terus berkembang. Maka, sulit untuk memprediksi seberapa besar dampaknya ke pasar modal.

"Yang pasti ini adalah satu sentimen negatif, sementara sejak awal tahun belum ada sentimen positif. Awal tahun ada ketegangan antara Amerika Serikat dengan Iran yang juga negatif, yang kita lihat dampaknya menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)," ujarnya.

Sementara itu, laporan keuangan tahunan dari emiten di bursa, yang menunjukkan kinerja perusahaan-perusahaan terbuka, dirilis biasanya pada Maret. Sehingga, saat ini banyak pelaku pasar yang masih menunggu karena belum mendapatkan sentimen positif.

"Jadi, sekarang sampai Maret pasar masih volatile," katanya.

Portfolio Rebalancing

Menurut Fajar guna menghadapi situasi ketidakpastian global seperti ini, investor yang memiliki portofolio reksadana masih bisa mengambil langkah untuk mengurangi kekhawatiran. Caranya ialah dengan menyeimbangkan kembali portofolio (portfolio rebalancing) untuk mendapatkan hasil optimal.

"Investor bisa melakukan portfolio rebalancing, dengan asset class yang benar. Misalnya mereka yang lebih banyak di saham harus diversifikasi, atau membagi portofolio ke kelas aset lainya," dia menjelaskan.

Sementara itu, bagi investor yang sudah memiliki instrumen reksadana pasar uang tidak perlu pindah lagi tetapi bisa menyiapkannya untuk pindah ke aset lebih berisiko bila pasar sudah mulai kondusif. Bagi investor yang sudah memiliki reksadana pendapatan tetap disarankan untuk terus memegangnya.

Fajar menyarankan saat ini sekitar 50 persen portofolio investor sebaiknya ditempatkan di reksadana pasar uang. 

"Sekitar enam bulan ke depan, 50 persen portofolio bisa di reksadana pasar uang, itu lebih bijak. Sisanya bisa dibagi ke instrumen lain seperti reksadana saham atau pendapatan tetap," ujarnya.

Posisi IHSG di kisaran 5.900-an saat ini, menurut Fajar, bisa disebut sebagai level cukup murah, dengan rasio PE (price to earning) sekitar 13-14 kali.

Dia melihat IHSG yang jadi acuan pasar modal cukup menarik dengan kisaran saat ini, terutama ada beberapa indikasi yang menampilkan kinerja akhir tahun lalu akan baik.

Bila investor bisa masuk pada saat yang tepat, dalam periode atau jangka waktu cukup panjang, investor bisa meraih keuntungan cukup besar.

"Horizonnya jangan 3 bulan, kalau setahun sampai dua tahun, ini good entry point untuk berbagai asset class, terutama saham," tambahnya.

Fajar mengingatkan, alokasi aset sebaiknya disesuaikan dengan jangka waktu (horizon) sehingga bisa membuahkan hasil sesuai yang diharapkan.

(AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.