Yield SUN Rekor Terendah Lagi, Reksadana Jenis Ini Juara Return

Bareksa • 28 Jan 2020

an image
Pialang memperhatikan pergerakan saham di kantor Danareksa Sekuritas, Jakarta, Jumat (9/3). Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 9,69 poin atau 0,15 persen ke 6.433,32. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dalam setahun terakhir, sudah ada aliran dana asing masuk di pasar obligasi Indonesia sebesar Rp191,68 triliun

Bareksa.com - Pasar obligasi negara Indonesia semakin menarik seiring kondisi ekonomi yang mendukung. Investor asing pun tercatat masih terus mengalirkan dana ke pasar surat utang (SUN) Indonesia sejak awal tahun 2020.

Berdasarkan data yang diolah Bareksa, yield SUN bertenor 10 tahun yang dijadikan acuan (benchmark) mencapai 6,61 persen pada 24 Januari 2020. Angka ini merupakan yang terendah sejak 2018.

Sebagai informasi, pergerakan harga dan yield obligasi di pasar sekunder saling bertolak belakang, ketika harga naik maka yield akan bergerak turun, begitupun sebaliknya. Yield merupakan acuan hasil investasi obligasi karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Maka dari itu, penurunan yield di pasar obligasi bisa mengindikasikan adanya kenaikan harga akibat banyaknya permintaan yang datang. Hal ini merupakan kabar positif bagi para pemegang obligasi.

Grafik Yield Obligasi Negara Tenor 10 Tahun

Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com

Seiring dengan penurunan yield obligasi seri benchmark ini, ternyata investor asing masih terus masuk ke pasar SUN Indonesia. Posisi kepemilikan asing di SUN Indonesia per 24 Januari 2020 mencapai rekor sepanjang masa Rp1092,02 triliun, atau sudah meningkat Rp29,4 triliun sejak awal tahun.

Grafik Kepemilikan Investor Asing di SUN Indonesia

Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah Bareksa.com

Melihat data sejak setahun terakhir, kepemilikan investor asing di obligasi negara Indonesia terus meningkat dari posisi Rp900,34 triliun pada 28 Januari 2019. Artinya, dalam setahun terakhir ini, sudah ada aliran dana asing masuk di pasar obligasi Indonesia sebesar Rp191,68 triliun.

Maraknya pasar obligasi sejak tahun lalu dan prospek yang cerah pada 2020, didukung oleh kondisi makro ekonomi yang membaik dan stabil menjadi pendorong. Selain itu, status layak investasi (investment grade) dari lembaga pemeringkat internasional juga menjadi daya tarik bagi investor asing untuk membeli obligasi Indonesia.

Reksadana Pendapatan Tetap

Kinerja pasar obligasi yang cemerlang tersebut tentu memberikan kabar positif bagi investornya, termasuk reksadana yang memegangnya di dalam portofolionya seperti reksadana pendapatan tetap. Jenis reksadana yang mayoritas asetnya adalah efek bersifat utang (obligasi) ini mencatatkan imbal hasil tertinggi dibandingkan jenis lainnya sepanjang tahun berjalan.

Berdasarkan data Bareksa, sepanjang tahun berjalan hingga 27 Januari 2020, reksadana jenis pendapatan tetap mendominasi kinerja terbaik. Bahkan, kinerjanya melampaui reksadana jenis saham dalam setahun terakhir.

Indeks Reksadana Pendapatan Tetap Bareksa mencatat return setahun terakhir 10,45 persen, sementara Indeks Reksadana Saham Bareksa anjlok 20,51 persen per 27 Januari 2020.

Tabel Top 10 Reksadana Return Tertinggi Setahun

Sumber: Bareksa.com, per 27 Januari 2020

Dalam setahun terakhir, per 27 Januari 2020, reksadana pendapatan tetap di Bareksa dengan kinerja terbaik bisa mencatatkan return 14,76 persen hingga 17,43 persen.

Tak heran, reksadana jenis pendapatan tetap dan pasar uang menjadi produk yang direkomendasi oleh tim analis Bareksa dalam jangka pendek. Di tengah kondisi pasar saham yang masih belum stabil ini, investor bisa mencari produk investasi dengan risiko lebih rendah seperti reksadana jenis pasar uang dan pendapatan tetap.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.