BMRI Bidik Kredit Tumbuh di Tengah Tren Kenaikan Bunga, Ini Prospek Sahamnya

Bareksa • 14 Dec 2018

an image
Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan sambutannya ketika membuka perhelatan Mandiri Finspire 2017 di Jakarta. ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

Saham BMRI mengindikasikan sinyal kenaikan di target harga terdekat Rp8.125

Bareksa.com - Harga Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pada perdagangan Kamis, 13 Desember 2018 ditutup menguat 3,01 persen dengan berakhir pada level Rp7.700 per saham. Saham BMRI menjadi saham yang paling menopang kenaikan IHSG kemarin.

BMRI bergerak atraktif pada perdagangan kemarin dengan ditransaksikan sebanyak 5.789 kali,dengan nilai transaksi Rp352,89 miliar.

Berdasarkan aktivitas broker summary, tiga broker teratas yang paling banyak membeli saham BMRI pada perdagangan kemarin antara lain Credit Suisse Sekuritas (CS) senilai Rp85,01 miliar, kemudian UBS Sekuritas (AK) Rp38,49 miliar, dan DBS Vickers Sekuritas (DP) Rp31,36 miliar.

Nilai pembelian ketiga broker tersebut berkontribusi terhadap nilai transaksi keseluruhan BMRI masing-masing 24,09 persen, 10,91 persen, dan 8,89 persen.

Bidik Pertumbuhan Kredit 11,5 Persen

Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan kredit 11,5 persen pada 2019. Target tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit tahun ini yang diprediksi mencapai 13 persen.

Sementara itu, untuk menopang penyaluran kredit tahun depan, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai 10,63 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan DPK tahun ini yang diperkirakan 5,58 persen.

Direktur Keuangan Bank Mandiri, Panji Irawan, menuturkan sejalan dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang terus membaik, kinerja industri perbankan Indonesia juga menunjukkan peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit dan profitabilitas yang terus meningkat, serta kualitas aset yang stabil.

Hingga September 2018, kredit industri perbankan Indonesia tercatat tumbuh 12,1 persen secara tahunan. Capaian tersebut merupakan pertumbuhan kredit tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Bank-bank terbesar seperti Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BNI mencatatkan pertumbuhan laba bersih cukup tinggi, rata-rata 14,3 persen. Rasio kredit macet (non performing loan/NPL) industri perbankan juga terus menunjukkan tren penurunan dalam empat bulan terakhir secara berturut-turut, dari 2,79 persen pada Mei 2018 menjadi 2,66 persen pada September 2018.   

Namun industri perbankan Indonesia masih memiliki tantangan yang cukup besar ke depannya, yaitu tren kenaikan suku bunga acuan, kondisi likuiditas yang mengetat, dan volatilitas nilai tukar rupiah.    

"Ke depan kami cukup optimistis dengan kinerja ekonomi dan juga industri perbankan nasional. Hal ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi akan lebih baik dari tahun ini, serta kembali stabilnya kondisi politik setelah penyelenggaraan Pemilu presiden dan legislatif 2019," pungkas Panji.

Analisis Teknikal Saham BMRI

Sumber: Bareksa

Menurut analisis Bareksa, secara teknikal candle saham BMRI pada perdagangan kemarin membentuk bullish candle dengan body cukup besar serta terdapat short lower shadow.

Kondisi tersebut menggambarkan saham BMRI bergerak positif dalam rentang yang cukup lebar hingga mampu ditutup di level tertingginya, meskipun sebelumya sempat bergerak dua tick di bawah level pembukaannya.

Volume perdagangan saham BMRI terlihat semakin meningkat seiring dengan kenaikan harga saham BMRI. Hal itu menandakan adanya aksi akumulais beli yang semakin membesar pada saham ini.

Investor asing juga tampak mengoleksi saham perbankan pelat merah tersebut dengan mencatatkan pembelian bersih (net buy) senilai Rp35,75 miliar.

Apabila diperhatikan, posisi BMRI saat ini sedang berusaha menembus upper bollinger band yang menandakan adanya indikasi kuat saham ini dapat melanjutkan uptrend-nya.

Indikator stochastic juga terlihat masih bergerak naik, mengindikasikan sinyal kenaikan yang cukup kuat dengan target terdekat berada di level Rp8.125.

(KA01/AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.