Harga Minyak Amblas 28,9 Persen Sebulan Terakhir, Apa Penyebabnya?

Bareksa • 26 Nov 2018

an image
Pekerja beraktivitas di Lapangan Senipah, Peciko dan South Mahakam (SPS) yang merupakan tempat pengolahan minyak dan gas bumi dari Blok Mahakam, Kutai Kartanegara, Rabu (27/12). Pertamina akan mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie mulai 1 Januari 2018. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat menguat 0,53 persen sepanjang pekan lalu berakhir di level Rp14,545

Bareka.com - Harga minyak dunia jatuh cukup dalam sepanjang pekan lalu. Kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi perlambatan ekonomi global semakin nyata dan memberatkan harga si emas hitam. Sepanjang pekan lalu, harga minyak Brent melemah 11,92 persen secara point to point. Sedangkan minyak light sweet turun 10,69 persen.


Sumber: barchart.com

Dalam sebulan terakhir, harga minyak jenis Brent sudah anjlok 28,98 persen dan light sweet jatuh 24,1 persen. Adapun sejak awal tahun, harga Brent berkurang 11,67 persen dan light sweet terpangkas 14,48 persen.

Faktor Penyebab

Berkurangnya optimisme terhadap prospek perekonomian global menjadi pemberat harga minyak dunia. Amerika Serikat (AS) yang saat ini menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mengalami perlambatan dalam beberapa waktu ke depan.

Hingga saat ini, ekonomi Negeri Paman Sam memang melaju kencang berkat dampak stimulus pajak yang dikeluarkan Presiden Donald Trump pada akhir tahun lalu.

Pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan di AS sukses mendorong tingkat konsumsi masyarakat dan korporasi di Negeri Adidaya.

Namun kondisi tersebut diperkirakan tidak akan berlangsung lama. Akan datang waktu di mana semua akan kembali ke situasi normal. Bahkan kemungkinan ini sudah mulai terjadi pada kuartal IV 2018.

Bank Sentral AS (The Fed) memperkirakan ekonomi AS pada kuartal IV 2019 tumbuh 2,5 persen secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yaitu 3,5 persen.

Saat lokomotif pertumbuhan mengalami perlambatan, maka gerbong-gerbong di belakangnya pun juga akan ikut melambat. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 3,7 persen pada 2019, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,9 persen.

Di saat ekonomi melambat, maka permintaan energi juga akan berkurang. Sementara di sisi lain, pasokan minyak malah kemungkinan naik. Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) memperkirakan terjadi kelebihan pasokan sekitar 1,4 juta barel per hari pada tahun depan.

Perlambatan ekonomi (penurunan demand) ditambah dengan kenaikan produksi (kenaikan supply) hasilnya pasti penurunan harga. Jika persepsi tersebut tidak berubah, maka harga minyak dunia berpotensi masih akan terkoreksi dalam waktu tidak sebentar.

Sentimen Positif untuk Rupiah

Penurunan harga minyak akan menambah sentimen positif untuk rupiah agar terus menguat serta dapat menahan laju impor minyak bumi dan gas secara signifikan sehingga akhirnya akan mengurangi beban pada neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).


Sumber : Reuters

Sebagai informasi, mengutip Reuters nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat menguat 0,53 persen sepanjang pekan lalu dengan berakhir di level Rp14,545 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat, dibandingkan Rp14.612 per dolar AS pada akhir pekan sebelumnya.

Para ekonom juga menilai bahwa neraca perdagangan Indonesia hingga akhir tahun ini akan diselamatkan oleh harga minyak yang terus melemah. Pasalnya, defisit utama neraca perdagangan Indonesia dan melemahnya nilai tukar rupiah salah satunya disebabkan oleh naiknya harga si emas hitam.

Namun di sisi lain, sayangnya pelemahan harga minyak juga diiringi dengan turunnya harga sejumlah komoditas lainnya seperti batu bara dan minyak sawit (crude palm oil/CPO), sehingga bisa mengerem ekspor dua komoditas tersebut.

Padahal keduanya selama ini merupakan penopang neraca perdagangan Indonesia dari defisit yang dalam.

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.