Nilai Kapitalisasi Pasar Saham HMSP Raib Rp56,99 Triliun dalam Dua Hari, Kenapa?

Bareksa • 13 Nov 2018

an image
Aktivitas pekerja di pabrik rokok PT HM Sampoerna TBk (HMSP) di Surabaya. (Company)

Namun investor asing justru mencatatkan pembelian bersih Rp33,14 miliar di tengah pelemahan saham HMSP

Bareksa.com - Harga saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) kembali mengalami pergerakan negatif pada perdagangan Senin, 12 November 2018. Kemarin, saham HMSP ditutup melemah 2,94 persen dengan berakhir di level Rp3.300 per saham. Pelemahan tersebut merupakan yang ketiga hari beruntun sejak akhir pekan kemarin.

Saham HMSP bergerak atraktif pada perdagangan kemarin dengan menjuarai nilai transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) senilai Rp338,77 miliar. Selain itu, investor asing justru mencatatkan pembelian bersih (net buy) senilai Rp33,14 miliar di tengah pelemahan saham HMSP.


Sumber: Bareksa

Sekadar mengingatkan, pada Jumat pekan lalu, harga saham HMSP anjlok hingga 10,29 persen. Alhasil dalam dua hari terakhir, kapitalisasi pasar (market cap) emiten produsen rokok tersebut telah raib Rp56,99 triliun dalam dua hari terakhir, dari sebelumnya Rp440,84 triliun pada Kamis pekan lalu, menjadi hanya Rp383,85 triliun pada penutupan perdagangan kemarin.

Kondisi tersebut disebabkan oleh rencana BEI yang akan menerapkan indikator free float untuk dua indeks saham penting yang sudah ada saat ini, yakni indeks LQ45 dan IDX30.

Di sisi lain, rencana tersebut juga sukses menekan saham-saham big caps lain seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang anjlok 4,66 persen, serta PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang turun 3,12 persen pada Jumat pekan lalu.

Artinya, dengan bertambahnya indikator ini maka saham-saham dengan jumlah free float yang lebih besar akan memiliki bobot yang lebih banyak dan menjadi penggerak untuk indeks tersebut.

Berdasarkan data dari BEI, free float HMSP saat ini hanya mencapai 7,5 persen. Demikian pula dengan UNVR yang hanya memiliki free float 15 persen dan saham GGRM dengan free float 24,45 persen.

Bobot saham-saham tersebut akan berkurang setelah BEI menerapkan aturan baru dalam menghitung bobot penghuni indeks LQ45 dan IDX30.

Secara detail, berikut daftar penyesuaian per sektornya :


Sumber: Bursa Efek Indonesia

Adapun penambahan kriteria free float dalam penghitungan bobot pada dua indeks tersebut ditujukan untuk memberikan keadilan dalam perdagangan saham-saham emiten di pasar modal. Karena selama ini pergerakan indeks didorong oleh pergerakan saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar saja.

Secara menyeluruh, dengan diterapkannya sistem tersebut nantinya akan terjadi penyesuaian (adjustment) yang dilakukan oleh pelaku pasar, terutama untuk manajer investasi yang memiliki produk reksadana dengan indeks acuannya LQ45 maupun IDX30.

Rencananya aturan tersebut akan mulai diterapkan pada Februari 2019 mendatang. BEI menyebutkan bahwa free float ini dimaknai menjadi total saham scriptless yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5 persen yang rasionya relatif terhadap total saham tercatat.

Tujuannya dilakukannya penyesuaian tersebut adalah untuk memberikan gambaran riil nilai saham yang dapat diperoleh investor dengan mengecualikan nilai saham yang dimiliki pemegang saham pengendali.

Selain itu, metode ini juga dinilai akan meningkatkan efisiensi portofolio dengan berkurangnya bobot saham-saham free float rendah sehingga emiten akan lebih meningkatkan jumlah saham free float-nya.

 

(AM)

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut.