Didukung Sentimen Eksternal dan Internal, Rupiah Menguat ke Level Rp14.800

Bareksa • 07 Nov 2018

an image
Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. ANTARA FOTO/Yudhi M.

Donald Trump dan Xi Jin Ping direncanakan akan bertemu untuk membahas kembali solusi perang dagang antara keduanya

Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melanjutkan penguatan. Sejak awal perdagangan kemarin, Selasa (6/11), rupiah terus bergerak di kisaran Rp14.800 di pasar spot. Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah menguat 1,16 persen ke level Rp14.804.

Dalam sepekan, nilai tukar rupiah terapresiasi 2,76 persen. Penguatan rupiah di pekan ini juga disebabkan oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor Eksternal

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, angin segar bagi rupiah datang dari kabar pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jin Ping untuk membahas kembali solusi perang dagang antara keduanya.

"Semua berharap positif terhadap pertemuan tersebut, sehingga dampaknya juga positif kepada emerging currency. Rupiah pun mengalami penguatan," ujarnya, Selasa (6/11).

Faktor Internal

Meredanya tekanan eksternal ini pun didukung oleh sentimen positif yang datang dari dalam negeri, yakni rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2018.

Meski mengalami perlambatan menjadi 5,17 persen yoy dibanding 5,27 persen di kuartal sebelumnya, Dody mengatakan, pertumbuhan ekonomi masih terbilang tinggi dan menunjukkan pergerakan roda ekonomi yang positif.

"Karena dorongan dari permintaan domestik, investasi dan konsumsi juga masih besar. Jadi artinya, ekonomi kita masih tumbuh, data kredit financing juga sudah mulai terlihat meningkat," katanya.

Adapun, ramuan kebijakan pemerintah dan BI terutama dalam rangka mengelola defisit transaksi berjalan, turut memberi dampak. Namun, Dody bilang, sejatinya hasil kebijakan-kebijakan itu belum terlihat begitu maksimal di kuartal ketiga dan akan lebih nyata pada kuartal keempat nanti.

"Impor tetap ada dan penting terutama untuk capex dan kebijakan investasi seperti infrastruktur. Tidak langsung turun begitu saja. Tapi, angka pertumbuhan impor riil sendiri di kuartal III 2018 lebih rendah di bandingkan kuartal II 2018. Jadi itu sudah dukungan buat rupiah," terang Dody.

Dody mengatakan BI masih terus menjaga pergerakan rupiah pada level fundamentalnya. Menurutnya, BI terus mencermati faktor dan perkembangan yang terjadi dan mengambil kebijakan berdasarkan data yang ada (data dependent).

Suku Bunga AS Masih Berpotensi Naik

Seperti yang diketahui, Desember nanti Bank Sentral AS hampir dipastikan kembali mengerek suku bunga acuannya. Namun, Dody tak menyiratkan apakah BI akan mengambil langkah serupa untuk mengantisipasi jatuhnya nilai tukar di akhir tahun nanti.

"Kami belum bisa bilang suku bunga akan naik atau turun atau tetap, tapi tergantung pada assessment ke depan. Sebentar lagi akan ada Rapat Dewan Gubernur, kelihatan nanti di hasil rapat," tandas Dody.

(AM)