
Bareksa.com - Bank Indonesia (BI) menerbitkan ketentuan mengenai transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Aturan ini diterbitkan untuk mendukung upaya meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah, mempercepat pendalaman pasar valuta asing domestik dan memitigasi risiko nilai tukar rupiah.
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman, penerbitan ketentuan ini ditujukan untuk memberikan alternatif bagi pelaku ekonomi dalam melakukan lindung nilai di pasar valuta asing domestik, melengkapi instrumen lindung nilai yang sudah ada saat ini.
“Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan bagi eksportir, importir serta investor dalam melakukan kegiatan ekonomi dan investasi melalui kemudahan transaksi lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah,” ujar dia melalui keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (28/9/2018).
Ketentuan yang mengatur mengenai transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (transaksi DNDF) ini dituangkan dalam PBI No. 20/10/PBI/2018 tentang Transaksi Domestic Non-Deliverable Forward. Melalui penerbitan ketentuan ini, pelaku ekonomi yang memiliki risiko nilai tukar rupiah dapat melakukan transaksi DNDF untuk keperluan lindung nilai.
Sebelum aturan ini diterbitkan, transaksi forward dilakukan melalui pemindahan dana pokok secara penuh. Dengan terbitnya ketentuan ini, pelaku pasar yang memiliki underlying transaksi tertentu dapat melakukan transaksi DNDF yaitu transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik.
Mekanisme fixing adalah mekanisme penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok dengan cara menghitung selisih antara kurs transaksi forward dan kurs acuan\pada tanggal tertentu yang telah ditetapkan di dalam kontrak (fixing date).
Kurs acuannya menggunakan JISDOR untuk mata uang dolar AS terhadap rupiah dan Kurs Tengah Transaksi BI untuk mata uang non-dolar AS terhadap rupiah. Penyelesaian transaksi DNDF tersebut wajib dilakukan dalam mata uang rupiah.
“Sebagai bentuk mitigasi risiko, perbankan domestik wajib menerapkan manajemen risiko sesuai aturan otoritas terkait, memberikan edukasi bagi nasabah dan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen. Ketentuan ini berlaku efektif pada saat diterbitkan,” kata dia.
Sebelumnya, BI melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG), memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility 25 bps menjadi 5 persen, dan suku bunga Lending Facility 25 bps menjadi 6,5 persen.
Dengan adanya keputusan tersebut, sejak Januari 2018, BI sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 125 basis poin.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik sehingga semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Keseriusan dan langkah-langkah konkret pemerintah bersama BI untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam menurunkan defisit transaksi berjalan khususnya pada 2019 yang diperkirakan akan menjadi 2,5 persen dari PDB.
“BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal. Ke depan, BI akan mencermati perkembangan perekonomian seperti defisit transaksi berjalan, nilai tukar, stabilitas sistem keuangan, dan inflasi untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,”ujar Perry.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, saat ini tetap terjaga disertai intermediasi perbankan yang membaik dan risiko kredit yang terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan yang tinggi mencapai 22,5 persen dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu 19,8 persen pada Juli 2018.
Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap rendah yaitu 2,7 persen (gross) atau 1,3 persen (net). Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan.
Pertumbuhan kredit pada Juli 2018 tercatat 11,3 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya 10,8 persen (yoy). Adapun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2018 terjaga di 6,9 persen (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 7 persen (yoy).
(K09/AM)