
Bareksa.com – PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) sama-sama terdampak atas gejolak mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dua anak usaha PT Astra Intenational Tbk (ASII) itu menyikapinya dengan cara berbeda.
Misalnya saja Astra Agro. Direktur Keuangan Astra Agro, Mario Casimirus, menuturkan kinerja perseroan sepanjang kuartal I 2018 memang tertekan penurunan harga crude palm oil (CPO).
Perseroan memaparkan, rata-rata harga CPO Astra Agro turun 12,3 persen dari periode Januari-Maret 2017 yang sebesar Rp8.953 per kilogram menjadi Rp7.855 per kilogram.
Tapi jika dilihat lebih lanjut, kata Mario, harga CPO pada Maret saja sudah naik ketimbang Januari dan Februari.
“Yang menahan harga CPO itu karena pelemahan rupiah. Harga CPO jadi berkisar Rp8.000 per kilogram,” ujar Mario di Jakarta, Kamis, 26 Februari 2018.
Meski begitu, Mario tidak terlalu berharap banyak kinerja perseroan akan membaik tahun ini. Dia memperkirakan, kinerja keuangan Astra Agro tak berbeda jauh dengan pencapaian pada tahun lalu.
Sampai kuartal I 2018, perseroan mencatat penurunan penjualan bersih 1 persen dari Rp4,49 triliun menjadi Rp4,45 triliun. Sementara, laba bersih turun lebih dalam atau minus 55 persen dari Rp790,5 miliar menjadi Rp355,5 miliar.
Peluang Astra Otoparts
Di sisi lain, volatilitas rupiah belakangan ini juga menekan kinerja Astra Otoparts sekaligus membuka peluang untuk meningkatkan ekspor karena menghasilkan pendapatan dalam dolar.
Presiden Direktur Astra Otoparts Hamdani Dzulkarnaen, menerangkan fluktuasi Rupiah cukup berdampak karena sebagian bahan baku perseroan berasal dari impor.
“Tapi, kami punya skema harga kepada pabrikan yang akan diterapkan mulai kuartal II atau kuartal III mendatang,” ujar Hamdani.
Untungnya, perseroan punya cukup kontribusi pendapatan valas atas penjualan ekspor. Saat ini, kata Hamdani, perseroan juga tengah mempertimbangkan perluasan ekspor ke beberapa negara pembuat otomotif utama di Eropa.
“Ini sudah rencana lama. Ternyata tidak mudah karena kompetisi ketat dan punya standar yang berbeda. Tapi, memang ekspor kami akan arahkan ke negara-negara itu,” tutur Hamdani.
Pada kuartal I 2018, pendapatan Astra Otoparts naik 10,66 persen dari Rp3,47 triliun menjadi Rp3,84 triliun. Namun adanya kenaikan beban membuat laba bersih perseroan turun tipis 1,07 persen dari Rp147,57 miliar menjadi Rp145,99 miliar.
Cari Bahan Baku Lokal
Bagi Astra Otoparts, setidaknya ada empat bahan baku utama untuk membuat produk-produknya. Antara lain baja, alumunium, plastik, dan karet.
Dari empat bahan baku itu, Hamdani mengungkapkan, ada potensi untuk memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari baja dan alumunium.
“Alumunium rencananya akan dipenuhi oleh PT Inalum. Kami pernah saling berkunjung, dan Inalum akan menyanggupi pembuatan alumunium industri untuk kami dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Hamdani.
Sementara bahan baku baja sudah berbicara dengan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Hamdani bilang, KRAS sudah memproduksi beberapa tipe baja yang cocok untuk kebutuhan perseroan. Dia berharap, kalau porsi tipe-tipe baja itu bisa dipenuhi maka akan mengurangi ketergantungan impor.
Sejauh ini, Astra Otoparts melalui 42 anak perusahaannya punya porsi beban berbeda atas ketergantungan impor. Secara rata-rata, beban bahan baku impor berkisar 60 - 65 persen dari harga pokok penjualan.
Sebagai informasi, kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat posisi rupiah terhadap dolar AS per hari ini mencapai Rp13.930, angka ini melemah sebanyak 388 poin dari posisi 2 Januari 2018 di Rp13.542 per dolar AS. (AM)