Demutualisasi AJB Bumiputera Perlu Diatur dalam Peraturan Pemerintah

Bareksa • 06 Mar 2018

an image
Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Bumiputera (PT. AJB) Wiroyo Karsono (kedua kanan) berjabat tangan dengan Pengelola Statuter Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) 1912 Didi Achdijat disaksikan Pengelola Statuter Manajeman Resiko Yusman (kiri), dan Pengelola Statuter bidang SDM dan Umum AJBB 1912 Adhie M. Massardi.

OJK telah mengatur tentang asuransi bersama dalam POJK No.1/POJK.05/2018

Bareksa.com - Demutualisasi dinilai menjadi langkah paling tepat untuk menyehatkan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. Pasca diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai asuransi bersama, hal mengenai demutualisasi ini juga akan dibahas di dalam peraturan pemerintah.

Direktur Pengawasan Asuransi OJK Ahmad Nasrullah menjelaskan, POJK No.1/POJK.05/2018 tentang asuransi usaha bersama efektif berlaku sejak diterbitkan. Merujuk pada situs resmi OJK, POJK ini diterbitkan pada 28 Februari 2018.

Peraturan ini juga, lanjut dia tidak bertubrukan dengan peraturan pemerintah yang saat ini masih terus diproses. Pasalnya, peraturan pemerintah yang diterbitkan untuk mengatur mengenai organisasi dan kelembagaan. Sedangkan POJK mengatur mengenai sisi prudensial. "Sehingga (seharusnya) tidak berbenturan dengan pengaturan di OJK," kata dia melalui pesan singkat, seperti dikutip Selasa (6 Maret 2018).

Namun untuk permasalahan demutualisasi, menurut Ahmad seharusnya bisa diatur juga dalam peraturan pemerintah. Sebelumnya, OJK sudah memuat hal demutualisasi dalam POJK khususnya Pasal 48. "Saya kira isu demutualisasi mestinya diatur juga dalam peraturan pemerintah," jelas dia.

Sebagai informasi, AJB Bumiputera adalah satu-satunya asuransi di Indonesia yang menganut skema mutual, yakni pemegang polis bertindak seperti halnya pemegang saham. Adapun proses demutualisasi adalah upaya untuk memisahkan antara pemegang polis dan pemegang saham demi menyehatkan keuangan dari asuransi ini.

Sementara itu, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo juga menilai, isu mengenai demutualisasi sebaiknya juga diatur dalam peraturan pemerintah. "POJK ini membuka jalan bagi demutualisasi sebagian dari rencana penyehatan keuangan. Namun, sebaiknya diatur dalam peraturan pemerintah," ujar dia.

Lebih lanjut, Pengamat Asuransi Herrys Simanjuntak menjelaskan, demutualisasi AJB Bumiputera tanpa gugatan artinya proses demutualisasi ini diinginkan oleh semua pihak. "Jadi, proses demutualisasi berjalan lancar tanpa ada gugatan dari pihak-pihak (terkait),” kata dia.

Lagipula, dengan skala AJB Bumiputera saat ini sudah tidak bisa lagi diperlakukan sebagai asuransi bersama. “Awalnya semua perusahaan asuransi memang mutual. Namun, ketika mereka menjadi besar maka akan menjadi complicated kalau tetap mutual,” terang dia.

Begitu juga apabila pemerintah atau regulator harus membuat aturan khusus mengenai asuransi usaha bersama. "Apabila harus membuat aturan hanya untuk satu perusahaan memang akan menjadi berat,” kata dia.

Kendati demikian, OJK sudah merilis POJK mengenai aturan usaha bersama. Aturan ini menurut Herrys bisa saja memuat hal yang mengakomodir asuransi bersama meski keluarnya aturan ini tidak dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pelaku usaha.

“POJK mengenai asuransi usaha bersama juga melangkahi aturan yang lebih tinggi yakni peraturan pemerintah yang sampai saat ini belum keluar,”ucap dia.

Namun demikian, setelah menelisik POJK mengenai asuransi usaha bersama, langkah demutualisasi memang tertulis di POJK No.1/POJK.05/2018. Hal ini tepatnya pada Pasal 48 mengenai langkah penyehatan keuangan asuransi usaha bersama, yakni melalui tindakan demutualisasi.(K09)