Jika Tarif Listrik Naik, Bagaimana Dampaknya Terhadap Emiten Tekstil?

Bareksa • 30 Jan 2018

an image
Buruh memproduksi tekstil di Pabrik Sritex, Sukoarjo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sritex menanggung biaya listrik dan air US$22,8 juta dalam operasionalnya, atau 39 persen dari total pabrikasi

Bareksa.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menerbitkan ketentuan mengenai formulasi penghitungan tarif listrik terbaru pada semester I 2018. Saat ini, Kementerian ESDM tengah mempertimbangkan untuk memasukkan harga batu bara ke dalam komponen penentu tarif listrik. Hal ini akan dapat membuat tarif listrik naik. Sebab formula baru penyesuaian tarif memasukkan faktor harga batu bara yang saat ini trennya menanjak.

Jika hal tersebut direalisasikan, maka perusahaan manufaktur pengguna listrik akan dapat beban biaya tambahan dari kebijakan ini. Contohnya, perusahaan yang bergerak di industri tekstil, yang banyak menggunakan listrik dalam proses produksinya. Salah satu perusahaan tekstil tercatat di Bursa Efek Indonesia adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang terkenal dengan merek Sritex. (Baca : Nilai Investasi Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Akan Capai Rp117 Triliun)

Dari data laporan keuangan per September 2017, Sritex menanggung biaya listrik dan air sebesar US$22,8 juta dalam operasionalnya, atau 39,5 persen dari total biaya pabrikasi tidak langsung. Bahkan, perusahaan tekstil dan garmen ini sampai berniat membangun pembangkit tenaga listrik sendiri demi meraih efisiensi produksi. (Baca juga: SRIL Investasi Pembangkit Listrik, Apa Untungnya?)

Kontribusi Tarif Listrik dan Air Terhadap Total Beban Pabrikasi Sritex

Sumber: Laporan keuangan perusahaan diolah Bareksa

Rencana formulasi penghitungan tarif listrik ini menjadi sentimen negatif bagi saham perusahaan tekstil dengan kode SRIL pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia hari ini. Harga saham SRIL terpantau turun 3 persen menjadi Rp380 hingga pukul 11.52 WIB hari ini, 30 Januari 2018 dibandingkan harga penutupan kemarin. (Lihat : Private Placement Usai, Sritex akan Akuisisi Perusahaan Tekstil Tahun Depan)

Pergerakan Harga Saham SRIL Intraday

Sumber: Bareksa.com

Perusahaan tekstil lainnya juga mendapat tekanan dari naiknya tarif listrik ini, termasuk PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX). Akan tetapi, turunnya harga kedua saham perusahaan tekstil itu ternyata tidak sedalam pelepamahan SRIL. Harga saham ERTX turun 0,4 persen, sementara PBRX melemah 0,25 persen. (Lihat : Menperin Airlangga Hartarto : 5 Subsektor Ini Dorong Industri Manufaktur)

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy N. Sommeng mengatakan rencana reformulasi tersebut tengah dikaji dan akan dituangkan ke dalam sebuah Keputusan Menteri ESDM.

“Saya sudah lapor Menteri bulan lalu. Mungkin [keluar] bulan depan atau Maret, bareng dengan Kepmen BPP 2017,” ujar Andy di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (29 Januari 2018). (Baca : Meroket 6 Persen, Saham SRIL Rajai Transaksi Secara Nilai, Volume, dan Frekuensi)

Harga batu bara acuan (HBA) direncanakan masuk ke dalam formula tarif seiring dengan porsi pembangkit batu bara saat ini hingga beberapa tahun ke depan masih mendominasi. Saat ini porsi pembangkit batu bara mencapai sekitar 60 persen.

Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan saat ini salah satu unsur besar komponen perhitungan tarif listrik, di samping kurs mata uang adalah harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP). Penggunaan komponen ICP disebabkan penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel sebelumnya cukup besar. (Baca : Melonjak 5,64 Persen, Saham SRIL Masih Berpeluang Menguat)

Semakin berkurangnya porsi pembangkit diesel menjadi dasar pertimbangan pemerintah untuk memasukkan komponen HBA. "PLTD sekarang makin lama makin kecil. Masa mau pakai ICP (Indonesian crude price/ICP), kalau mau pakai HBA," kata Jonan. (Lihat : Setelah Private Placement, Sritex Terbitkan MTN US$10 Juta)

Padahal, sebelumnya pemerintah sudah memastikan tidak akan menaikkan tarif listrik untuk semuga golongan pelanggan, baik bersubsidi maupun nonsubsidi hingga Maret 2018. Hal ini dilakukan demi meningkatkan daya beli masyarakat. (Baca : Akan Akuisisi 2 Perusahaan, Saham SRIL Lompat 7 Persen)

Dikutip dari data PLN, berikut daftar tarif listrik untuk 3 bulan ke depan :

- Golongan pelanggan bersubsidi :

1. Rumah tangga 450 Volt Amper (VA), tetap sebesar Rp415 untuk pemakian listrik per kilo Watt hour (kWh).

2. Rumah tangga 900 VA tidak mampu, tetap sebesar Rp586, untuk pemakaian listrik per kWh.

- Golongan pelanggan yang tidak disubsidi, tarif listrik yang akan dikenakan sebagai berikut :

1. Tegangan Rendah (TR) Rp1.467,28 per kilo kWh

2. Golonggan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) Rp1.352 per kWh

3. Tarif listrik Tegangan Menengah (TM) Rp1.114,74 per kWh

4. Tarif listrik Tegangan Tinggi (TT) Rp996,74 per kWh

5. Tarif listrik di Layanan Khusus Rp1.644,52 per kWh.

(hm)