Ini Ulasan Bank Dunia Soal Proyeksi Ekonomi Indonesia di 2017 dan 2018

Bareksa • 03 Oct 2017

an image
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kedua kiri) bersama Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa (kiri), Kepala Kantor Perwakilan Bank Dunia di Indonesia dan Timur Leste Rodroigo Chaves (kedua kanan) bertemu Presiden Joko Widodo (kedua kanan) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017 ( ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Bank Dunia perkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen tahun ini dan 5,3 persen di 2018

Bareksa.com - World Bank atau Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia mencapai 5,1 persen di 2017 dan akan mengalami kenaikan menjadi 5,3 persen di 2018. Kondisi itu dinilai akan terjadi pada ekonomi global yang mendukung dan permintaan domestik yang lebih kuat karena reformasi berlanjut.

Mengutip Indonesia Economic Quarterly yang diluncurkan World Bank, Selasa 3 Oktober 2017, terungkap PDB riil Indonesia meningkat 5 persen dari tahun ke tahun di kuartal II 2017, tidak berubah jika dibandingkan dengan kuartal I 2017. Tingkat pertumbuhan telah stabil sekitar lima persen sejak kuartal I 2014, lebih rendah dari yang tercatat pada awal dekade ini.

Selain itu, World Bank melihat, fundamental makroekonomi Indonesia masuk akal dan telah diperkuat, karena pemerintah terus menerapkan reformasi struktural yang penting. Bahkan, pertumbuhan investasi naik ke level tertinggi sejak kuartal IV 2015, didorong oleh investasi pada bangunan dan bangunan. (Baca : Inflasi September 0,13 Persen, di Atas Ekspektasi Konsensus)

Pertumbuhan konsumsi swasta secara tidak terduga tetap tidak berubah di kuartal kedua. Momentum stabil dalam konsumsi swasta, yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia, berbeda dengan beberapa penggerak yang menguntungkan, seperti pertumbuhan kerja yang kuat, kenaikan upah dua digit dan peralihan musim perayaan Hari Raya Idul Fitri ke kuartal II 2017.

Menurut Bank Dunia, tidak adanya pick up dalam pertumbuhan di kuartal kedua di tahun ini, terutama konsumsi pribadi, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa ekonomi menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dividen pertumbuhan datang dengan baik. (Lihat : BI : Selain Penyaluran Kredit, Pembelian Obligasi Korporasi Jadi Indikator LFR)

Konsumsi pemerintah dikontrak dari tahun sebelumnya, yang sebagian mencerminkan efek dasar dari peningkatan belanja material yang besar di kuartal kedua di tahun lalu, dikombinasikan dengan hari kerja yang lebih sedikit di kuartal kedua tahun ini.

Ekspor dan Impor Melambat

Setelah melonjak pada triwulan pertama, pertumbuhan ekspor dan impor melambat secara signifikan, sebagian mencerminkan penurunan harga komoditas pada triwulan kedua dan hari kerja yang lebih sedikit karena Hari Raya Idul Fitri. Kebijakan fiskal dan moneter menanggapi kekhawatiran pertumbuhan dengan rangsangan yang hati-hati.

Adapun kekhawatiran itu pertama, anggaran revisi 2017 menetapkan defisit fiskal yang lebih tinggi sebesar 2,9 persen dari PDB, naik dari 2,4 persen dalam APBN 2017 yang sebenarnya, terutama karena kenaikan pengeluaran. Pendapatan juga direvisi ke bawah. (Baca : Ini Penyebab Daya Saing Indonesia Naik ke Peringkat 36 Dunia)

Kemudian, baru-baru ini Bank Indonesia (BI) memulai siklus pelonggaran baru, memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Agustus dan September untuk mendukung pertumbuhan PDB, mencatat inflasi yang lebih rendah dari perkiraan dan pertumbuhan kredit yang lamban.

Selain itu, World Bank menyebut penting untuk mempertahankan momentum reformasi karena kesenjangan dalam modal fisik dan manusia, dan kualitas kelembagaan masih penting. "Jika reformasi struktural ini diabaikan maka pertumbuhan potensial bisa melambat dan mempertimbangkan prospek," tulis World Bank dalam laporannya.

Kebutuhan Infrastruktur

Kebutuhan infrastruktur di Indonesia berkembang cepat, ekonomi urbanisasi sangat luas. Namun, tahun-tahun pelemahan investasi telah menyebabkan defisit infrastruktur yang besar, menghambat pertumbuhan Indonesia dan membatasi laju pengentasan kemiskinan. Meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur memerlukan perbaikan. (Lihat : Ini Alasan Agus Marto Yakin Suku Bunga The Fed Naik pada Akhir 2017)

Adapun perbaikan itu seperti lingkungan hukum dan peraturan yang kompleks untuk kemitraan publik-swasta; perencanaan proyek, proses penilaian dan seleksi; transparansi dan efisiensi badan usaha milik negara yang mendominasi sektor infrastruktur; dan kedalaman pasar perbankan lokal dan pasar modal. (K03)