Belum Pulih Sepenuhnya, BNI Masih Hindari Sektor Tambang

Bareksa • 16 Jun 2017

an image
Petugas memantau heavy dump truck yang menurunkan batubara di kawasan tambang batubara milik Adaro, Tabalong, Kalimantan Selatan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Salah satunya BNI yang selektif dan hati-hati hanya memberi kredit sektor tambang ke pemain lama

Bareksa.com – Bangkitnya industri pertambangan, khususnya batubara, belum membuat perbankan berani menyalurkan kredit ke sektor ini. Selain harga batubara yang belum pulih sepenuhnya, track record beberapa perusahaan tambang maupun turunannya juga menjadi pertimbangan.

Salah satu bank yang masih selektif dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit ke sektor tambang dan turunannya adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Sekretaris Perusahaan BNI Ryan Kiryanto, menyampaikan pihaknya selalu melihat pengalaman 2-4 tahun lalu untuk salurkan kredit ke sektor tambang.

“Bank selalu lebih hati-hati salurkan kredit ke sektor tambang dan turunannya,” ungkap Ryan, belum lama ini.

Grafik: NPL Mining by Segment (%)

Sumber: Bahan presentasi perseroan

Di BNI, kata Ryan, pemberian kredit lebih diberikan kepada ke nasabah lama yang punya rekam jejak bagus untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). Terutama, perusahaan yang hasil tambangnya sudah punya pembeli.

Selama ini, BNI sendiri sudah mulai mengambil langkah cepat untuk mencegah terjadinya NPL. “Ketika sudah ada indikasi, misalnya debitur kami mulai berkurang penjualannya, kami harus sensitif. Langsung kami komunikasikan solusi apa agar pembayaran lancar,” katanya.

Grafik: Tren NPL BNI Sejak 2012 – Kuartal I -2017 (%)

Sumber: Laporan keuangan perseroan

Sejak tahun 2012, tingkat NPL BNI berfluktuasi baik secara gross maupun nett. Yang paling rendah terjadi pada 2014. Saat itu, NPL gross BNI hanya 2 persen dengan nett sebesar 0,4 persen. Sementara, NPL gross tertinggi terjadi pada 2016 dan berlanjut sampai kuartal I tahun ini.

“Kami melihat, NPL managable pada kisaran 2,9 persen sampai 3 persen secara gross dan net pada kisaran 0,7 persen sampai 0,8 persen,” tambah Ryan.