Berita / / Artikel

MARKET BRIEF: Adaro Masuk Bisnis Air; BRPT Stock Split 1:2

• 09 Jun 2017

an image
Presiden Direktur PT Tanjung Power Indonesia Mustiko Bawono (kiri), Wakil Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro (kedua kiri), Presiden Direktur PT Adaro Energy Garibaldi Thohir (kedua kanan) dan Presiden Direktur PT Adaro Power Mohammad Effendi (kanan). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Cadangan devisa Mei 2017 tercatat US$124,95 miliar; Merdeka Copper incar pendapatan US$130 juta

Bareksa.com – Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di ekonomi global, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia.

PT Adaro Energy Tbk (ADRO)

Adaro memperluas bidang usahanya dengan memasuki bisnis penyediaan air bersih yang telah dirintis sejak tahun lalu. Perusahaan energi terintegrasi ini memutuskan untuk menggeluti bidang water treatment plant (pengolahan air bersih) seiring dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan di sektor tersebut.

Melalui PT Adaro Tirta Mandiri, emiten berkode saham ADRO ini akan ikut serta dalam proyek strategis nasional untuk menyediakan air bersih di seluruh Indonesia. Garibaldi Thohir, Direktur Utama Adaro Energy, menjelaskan bisnis air dimulai perusahaan sejak tahun lalu dengan mengakuisisi dua perusahaan pengelola air di Gresik dan Banjarbaru senilai total Rp150 miliar.

PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA)

Merdeka Copper mengincar pendapatan sebesar US$130 juta pada tahun ini seiring dengan telah berproduksinya tambang dan smelter emas di Tujuh Bukit, Banyuwangi Jawa Timur. Direktur Keuangan Merdeka Copper Gold Ellie Turjandi mengatakan target pendapatan itu dipatok dengan asumsi produksi emas 100.000 ounce dan harga emas di level US$1.200 per ounce.

Dia menambahkan, EBITDA tahun ini diperkirakan sekitar US$45 juta. Adapun, pada Mei 2017, perseroan telah mengekspor emas ke HSBC Hong Kong sebanyak 139 kilogram. Oleh karena itu, pada bulan ini perseroan akan memperoleh pembayaran sekitar US$5 juta dari penjualan emas tersebut.

PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST)

Emiten ritel ini menyiapkan belanja modal sebesar Rp300 miliar-Rp350 miliar untuk ekspansi 30 gerai hingga 35 gerai KFC dan 20 KFC Box sepanjang tahun ini. Setiap gerai KFC membutuhkan investasi sekitar Rp3,5 miliar-Rp9 miliar, sedangkan KFC Box menelan biaya sekitar Rp1,5 miliar.

Direktur Fast Food Indonesia Justinus Dalimin Juwono mengatakan pada tahun lalu, perseroan menambah 36 gerai KFC, enam KFC Box, dan merenovasi 60 gerai KFC. Berdasarkan laporan keuangan 2016, kas neto yang digunakan untuk aktivitas investasi Rp231,12 miliar.

PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS)

Melalui anak usahanya, emiten sawit ini akan menerbitkan surat utang berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) atau global bond untuk melunasi sebagian utang perseroan. Nilai emisinya mencapai US$300 juta atau setara Rp3,99 triliun.

Berdasarkan prospektus ringkas, obligasi itu ditawarkan dengan kupon 6,35-8 persen per tahun. Penetapan itu didasarkan dari berlakunya tingkat suku bunga di pasar yang merupakan beban bunga yang masih dapat mendukung kegiatan operasional perusahaan. Adapun tenornya selama lima hingga tujuh tahun.

PT Barito Pacific Tbk (BRPT)

Emiten investasi petrokimia ini akan melakukan pemecahan saham (stock split), yang sudah direstui dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Adapun rasionya adalah 1 banding 2 saham, sehingga harga saham BRPT akan menyusut jadi setengahnya.

Dengan dilakukannya stock split, total saham BRPT yang beredar meningkat menjadi 13,96 miliar lembar. Adapun harga nominal saham perseroan akan berubah dari Rp 1.000 per lembar saham menjadi Rp 500 per lembar. Melalui aksi korporasi ini, perusahaan mengharapkan bisa meningkatkan likuiditas saham.

Cadangan Devisa

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2017 tercatat US$124,95 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir April 2017 yang sebesar US$123,25 miliar. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa, antara lain berasal dari penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.

Penerimaan devisa tersebut melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.
Posisi cadangan devisa per akhir Mei 2017 tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)

BRI memproyeksi pertumbuhan kredit pada kuartal II 2017 sebesar 12 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Proyeksi pertumbuhan kredit pada kuartal kedua tahun ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sebagai gambaran, pada kuartal II 2016, pertumbuhan kredit BRI tercatat sebesar 17,3 persen secara yoy menjadi Rp590,6 triliun. Beberapa sektor yang mendorong penyaluran kredit pada kuartal kedua 2017 adalah sektor ritel, konsumer dan UMKM.

Tags: