Eks Kepala Eksekutif LPS Apresiasi Aturan Resmi Bank Perantara

Bareksa • 07 Apr 2017

an image
Direktur Utama terpilih Bank Mandiri Kartika Wirdjoatmodjo mengacungkan jempol seusai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2016 Bank Mandiri di Jakarta, Senin (21/3). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

Bank perantara sendiri merupakan ide Tiko saat rapat evaluasi dan rencana FKSSK pada 2015

Bareksa.com – Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengeluarkan aturan mengenai bank perantara alias bridge bank, mendapat apresiasi dari Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Kartika Wirjoatmodjo. Pasalnya, bank perantara ini merupakan ide Kartika saat menjabat sebagai Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pria yang akrab dengan sapaan Tiko ini sempat mengutarakan ide bank perantara saat evaluasi dan rencana Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) pada 2015 lalu. Rencana itu pun telah disampaikan ke beberapa lembaga seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan OJK.

“Iya benar, dulu itu (bridge bank) ide saya berdasarkan benchmark The Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat,” tutur Tiko kepada Bareksa, Kamis, 6 April 2017.

Satu tahun berselang, tepatnya pada Maret 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). UU ini memuat konten mengenai skema penyelamatan bank gagal.

Dan terahir, tepatnya pada 4 April 2017, OJK menyempurnakan beberapa pasal dalam UU PPKSK melalui peraturan. Salah satunya terkait pendirian bank perantara. Aturan ini pun secara resmi dan berlaku mulai 4 April 2016. (Baca juga: Mengenal Bank Perantara Sebagai Alternatif Penanganan Bank Gagal)

Tiko memang tidak banyak berpendapat mengenai kriteria pendirian bank perantara hasil peraturan OJK. Yang jelas, Tiko menilai, dengan adanya aturan resmi bank perantara ini, bila ada bank gagal akan lebih mudah untuk merestrukturisasi dan menjualnya lagi.

“Sehingga bank lama yang bermasalah dapat dilikuidasi bentuk legalnya,” tambah Tiko.

Selain menelurkan ide bank perantara, LPS masa pimpinan Tiko berhasil menyelesaikan permasalahan divestasi saham PT Bank Century, yang terakhir berada di LPS bernama PT Bank Mutiara Tbk (BCIC). Saat itu, melalui proses panjang, akhirnya LPS memutuskan melepas seluruh saham Bank Mutiara ke investor asal Jepang, J Trust Co,ltd.

Sebanyak 99 persen saham Bank Mutiara ditebus J Trust dengan mahar Rp4,41 triliun atau setara dengan price to book value (PBV) 3,5 kali. Adapun selanjutnya Bank Mutiara berubah wujud menjadi PT Bank JTrust Indonesia. (hm)