Niat Divestasi 30% Hingga 2019, Freeport Indonesia Akan IPO?

Bareksa • 06 Dec 2016

an image
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). PT Freeport Indonesia kini mendapat izin ekspor untuk Juli 2015 - Januari 2016 dengan kuota ekspor mencapai 775.000 ton konsentrat tembaga. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bursa sudah beberapa kali berdiskusi dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Chappy Hakim.

Bareksa.com - Perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia berencana melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia, seiring dengan niat divestasi 30 persen hingga 2019. Hal tersebut juga dilakukan untuk memenuhi aturan sehingga perusahaan terafiliasi Freeport McMoran Inc. itu masih dapat beroperasi di tanah Papua.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio mengamini hal ini ketika ditemui di Jakarta, Selasa 6 Desember 2016. Menurutnya, pihak bursa sudah beberapa kali berdiskusi dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Chappy Hakim.

“Kata pak Chappy sudah mau IPO,” katanya. 

Seperti tertera dalam PP No. 77/2014, perusahaan tambang asing yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun di Indonesia harus melepaskan kepemilikan saham (divestasi) secara bertahap. Tata cara dan penerapan divestasi itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 1/2014. Seharusnya, sekarang sudah 30 persen saham anak usaha Freeport McMoran Inc. tersebut dipegang oleh pihak Indonesia.

Pemerintah saat ini sudah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia dan berharap untuk mengambil lagi 10,64 persen pada tahun ini. Namun, negosiasi mesti tertunda karena pemerintah menawar harga sahamnya hanya separuh dari penawaran Freeport US$1,7 miliar. (Baca juga: Divestasi 20% Saham Freeport Rumit; Mengapa Tidak IPO?)

Meskipun demikian, diskusi mengenai IPO perusahaan tembaga dengan cadangan terbesar di Indonesia ini masih belum dilakukan secara formal. Maka dari itu, porsi dan nilainya masih belum bisa diungkapkan.

Namun, Tito mengatakan wacana IPO ini kemungkinan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Alasannya, Freeport merupakan salah satu dari 52 perusahaan terbesar di Indonesia. “Pendapatannya terbesar dari Indonesia tetapi pusatnya di sana (Amerika Serikat),” ujarnya. 

Dari sisa 20,64 persen yang harus dilepas kepada pihak Indonesia, terdapat berbagai wacana mulai dari pembelian langsung oleh pemerintah, akuisisi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga IPO ini. Bareksa pernah memperkirakan nilai 20,64 persen saham yang akan didivestasikan itu setara dengan Rp27 triliun.

Tito  melanjutkan, dirinya sendiri yang akan mengejar IPO Freeport ini. Mengenai jadwalnya, menurut Tito akan sangat tergantung dengan penyelesaian laporan keuangan perusahaan yang akan menawarkan saham tersebut. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian, Edy Putra Irawadi. Edy mengatakan memang sudah banyak pembicaraan mengenai hal ini. “Bisik-bisiknya sih banyak,” ujarnya. 

Ia melanjutkan, pemerintah tentunya sangat menyambut baik niatan IPO ini. Menurutnya, masyarakat Indonesia juga memiliki hak untuk menikmati saham perusahaan yang memiliki tambang tembaga terbesar ini.

"Freeport memang harus ada rasa Indonesianya walaupun mereka adalah perusahaan asing," ujarnya.

Vice President Corporate Communication PTFI, Riza Pratama, mengatakan pihaknya masih mempelajari kemungkinan IPO untuk memenuhi kewajiban divestasi ini.

"Belum mas, Kami masih mempelajarinya," ujarnya kepada Bareksa.com.

Riza mengatakan perseroan masih menunggu aturan yang mengatakan IPO bisa menjadi bagian dari divestasi saham Freeport. Yang lebih penting lagi, PTFI juga masih menunggu kepastian keberlanjutan operasi di Papua.

"Kami menunggu arahan dari pemerintah dan berusaha bekerja sama sebaik mungkin," katanya. 

Negosiasi terkait divestasi ini memang sarat unsur politik ketimbang bisnisnya. Akhir tahun lalu, Politisi Partai Golkar Setya Novanto harus melepaskan jabatan sebagai Ketua MPR terkait skandal rekaman yang mencatut nama petinggi negara termasuk Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Baca juga: Setya Novanto Sudah Lengser Sebagai Ketua DPR, Apa Kabar Divestasi Freeport?)

Sebelumnya pemerintah juga berencana masuk ke Freeport melalui konsorsium BUMN pertambangan. Menteri BUMN Rini Soemarno sudah mendorong perusahaan negara, salah satunya PT Aneka Tambang Tbk (Antam) membeli saham tersebut. Bahkan, Antam mengajukan skema kemungkinan pengambilan saham Freeport Indonesia melalui sebuah kendaaraan investasi khusus (special purpose vehicle/SPV).

Direktur Utama Antam Teddy Badrujaman selaku salah satu pimpinan konsorsium perusahaan tambang BUMN melaporkan skema awal SPV akan berupa patungan ekuitas senilai US$510 juta.

“Antam bersama BUMN lain akan membentuk special purpose vehicle,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di  Jakarta, Rabu 20 Januari 2016. (Selengkapnya: Antam Usulkan Skema Pembelian Saham Divestasi Freeport. Opsi Terbaik?)

Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, holding dari empat BUMN akan bergabung dan membeli saham Freeport Indonesia. Empat BUMN yang bergerak di sektor ini yaitu Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Timah Tbk (TINS) dan Inalum akan berkonsolidasi - disebut Indonesia Resource Corporation - dimana Inalum akan menjadi induk perusahaan. (hm)