Level Utang Meksiko Dinilai S&P Lebih Baik Dibanding Indonesia

Bareksa • 02 Jun 2016

an image
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat kabinet terbatas. (Tim Komunikasi Presiden)

Peringkat utang Indonesia dari S&P masih BB+ yang artinya belum masuk kategori layak investasi

Bareksa.com - Lembaga pemeringkat S&P ternyata masih belum menaikkan level utang Indonesia ke posisi layak investasi--investment grade-- akibat risiko fiskal Indonesia masih tinggi karena diproyeksi defisit anggaran semakin membesar. Pada 1 Juni 2016, lembaga pemeringkat ini menetapkan kembali rating Indonesia di 'BB+' dengan outlook yang masih positif.

Ketika datang ke Jakarta, S&P diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Jokowi menjelaskan agenda reformasi ekonomi seperti perbaikan infrastruktur dan sumber daya manusia. Sayangnya hal ini belum cukup meyakinkan lembaga rating internasional itu untuk memberi cap layak investasi.

Berbicara mengenai peringkat utang, memang Indonesia masih belum dikatakan layak investasi oleh S&P sejak krisis ekonomi 1998, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi. Dengan memperoleh predikat layak investasi diharapkan tingkat bunga yang dibayar untuk utang pemerintah dapat turun karena risiko utang mengecil.

Yang menarik level utang Indonesia ternyata kalah dengan Meksiko, yang masuk dalam 10 besar negara dengat tingkat kriminalitas tertinggi di dunia. Meksiko sudah memperoleh predikat layak investasi sejak tahun 2002 dan masih bertahan sehingga saat ini yield obligasi pemerintah 10 tahun Meksiko bisa berada di level 6 persen berbeda dengan Indonesia yang berada di level 8 persen. Ini menunjukan risiko berinvestasi di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Meksiko.

Padahal nilai rasio utang terhadap PDB Indonesia hanya 27 persen di akhir tahun 2015 jauh lebih kecil dibanding Meksiko yang melesat menjadi 43,2 persen. Selain itu tren rasio ini juga cenderung menurun sejak tahun 2006. Semakin rendah tingkat utang, seharusnya membuat risiko ketahanan negara tersebut juga mengecil.

Grafik: Perbandingan Rasio Utang Terhadap PDB Meksiko dan Indonesia



Sumber: Trading Economics

Krisis ekonomi 1998 memang menjadi momok Indonesia bagi investor asing. Setiap investor asing yang ingin menanamkan investasi ke Indonesia selalu mempertanyakan hal ini. Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki upaya kuat menjaga kestabilan iklim investasi di Indonesia dengan menyederhanakan aturan agar tidak terjadi tumpang tindih dan memberikan kepastian hukum dalam berbisnis di Indonesia. Selain itu, pemerintah tentu memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dengan segera merealisasikan percepatan infrastruktur di Indonesia.

Indonesia harus belajar dari Filipina yang akhirnya memperoleh peringkat layak investasi dari S&P pada bulan Mei 2013 lalu. Di kuartal pertama 2016, ekonomi Filipina dapat tumbuh 6,9 persen sedangkan Indonesia hanya tumbuh 4,92 persen. Filipina juga bisa menjaga kenaikan harga barang yang terlihat dari level inflasi Filipina per April 2016 hanya 1,1 persen berbeda dengan Indonesia di angka 3,6 persen pada bulan yang sama.

Predikat layak investasi membuat biaya bunga pemerintah Filipina yang dibayarkan menjadi turun, hal ini tercermin dari yield obligasi pemerintah 10 tahun yang saat ini hanya berada di level 4 persen, turun dari level 6 persen di akhir tahun 2012.

Grafik: Yield Obligasi Pemerintah 10 Tahun Filipina


Sumber: Trading Economics