Berita / / Artikel

Terseret Panama Papers, Benarkah Luhut Kaya Karena Kemplang Pajak?

• 27 Apr 2016

an image
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pengarahan dalam peluncuran Indeks Persepsi Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di Jakarta, 27 November 2015. (Antara Foto/Sigid Kurniawan)

Luhut menyebut tidak pernah mendengar perusahaan bernama Mayfair International Ltd

Bareksa.com - Nama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut B. Pandjaitan tercantum dalam dokumen Panama Papers yang berisi bocoran nama petinggi-petinggi negara yang memiliki perusahaan offshore rahasia di kawasan suaka pajak. Kemunculan nama dalam bocoran dokumen itu sempat membuat spekulasi Luhut berupaya menghindari pajak, meski pada akhirnya dibantah.

Diberitakan majalah Tempo, nama Luhut tercantum sebagai Direktur Mayfair International Ltd. yang didirikan pada 29 Juni 2006 dan beralamat di Suite 13, First Floor, Oliaji Trade Centre, Francis Rachel Street, Victoria, Mahe, Seychelles. Ini merupakan negara kepulauan bekas jajahan Inggris  terpencil di tengah Samudra Hindia. Pada umumnya, pembentukan perusahaan offshore di negara suaka pajak ditujukan untuk memanfaatkan keringanan tarif pajak yang ditawarkan negara tersebut, dan menghindari pajak yang harus dibayar di negara asal.  

Dalam artikelnya, Tempo menyebut bahwa Mayfair International Ltd dimiliki dua perusahaan yakni PT Persada Inti Energi dan PT Buana Inti Energi. Pada 2011, laporan keuangan perusahaan milik Luhut yakni PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA), mencantumkan PT Buana Inti Energi sebagai mitra perusahaan. Sedangkan PT Persada Energi dimiliki PT Pelita Buana Karya dan Elizabeth Prasetyo Utomo, yang menjabat sebagai direktur keuangan di PT Toba Bara Sejahtra Tbk periode 2008-2009.

Luhut belakangan juga dikabarkan mengalami peningkatan kekayaan yang cukup signifikan. Lulusan terbaik akademi militer tahun 1970 ini pada pertengahan tahun 2015 melapor kekayannya kepada KPK. Luhut waktu itu menolak membocorkan jumlah pasti kekayaannya ke media meski ia sempat menyebut bahwa jumlah kekayaannya tahun lalu sudah naik lebih dari tiga kali lipat sejak terakhir kali melapor di tahun 2001.

Lantas, dengan terbentuknya Mayfair International tahun 2006, benarkah Luhut berusaha untuk mengemplang pajak demi menambah kekayaan dirinya?

Mengklarifikasi pemberitaan yang berkembang di media, Luhut menyebut tidak pernah mendengar perusahaan bernama Mayfair International Ltd. "Setelah dilakukan penyelidikan, ada dugaan bahwa bisa saja perusahaan ini dibuat tanpa sepengetahuan saya. Karena untuk membuat perusahaan cangkang seperti itu tidak diperlukan tanda tangan saya," tulis Luhut dalam surat klarifikasinya kepada media.

Selain itu, Luhut juga mengaku tidak pernah menerima atau memberi apapun kepada perusahaan tersebut. Perusahaan cangkang itu disebutnya tidak mempengaruhi jumlah kekayaan maupun kewajiban pajak yang harus dibayarnya.

Sementara itu, jumlah kekayaan Luhut yang naik signifikan ini terutama didorong oleh perkembangan bisnis batubara yang dijalankan sejak tahun 2004. Luhut diketahui membangun bisnis batubara dengan membentuk PT Toba Sejahtra dengan kepemilikan 99 persen. Perusahaan tersebut memiliki 4 area pertambangan batubara yang dioperasikan oleh dua perusahaan yakni PT Toba Bara Sejahtera Tbk (TOBA) dan PT Kutai Energi. Adapun, Toba Bara yang sudah melakukan penawaran perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 2012, sahamnya masih dipegang Luhut melalui Toba Sejahtera sebesar 71,79 persen.

Toba Bara memiliki cadangan batubara sekitar 147 juta ton melalui tiga anak usahanya, yakni PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), PT Trisensa Mineral Utama (TMU) dan PT Indomining (IM). Berdasarkan laporan keuangan 2015, total nilai aset Toba Bara mencapai $282 juta, naik 8 kali lipat dari tahun 2008 yang hanya $31 juta.

Grafik: Pertumbuhan Nilai Aset Toba Bara


sumber: Toba Bara, diolah Bareksa

Kinerja perusahaan tambang ini juga cukup baik. Pertumbuhan volume produksi Toba Bara sepanjang tahun 2008-2014 mengesankan, yakni rata-rata 47,1 persen per tahun. Dengan peningkatan produksi ini, Toba Bara setiap tahunnya dapat memperoleh laba yang jumlahnya tidak kurang dari $11 juta setiap tahunnya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.  

Selain itu, Toba Bara juga tak segan memberi dividen dalam jumlah besar kepada pemegang sahamnya. Di tahun 2013 dan 2014, tak kurang dari 35 persen laba perusahaan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Lebih fantastis lagi di tahun 2012, saat nyaris seluruh laba perusahaan dibagi kepada pemegang saham. Besarnya porsi dividen yang dibagi perusahaan batu bara ini tentunya dinikmati Luhut sebagai salah satu pemilik perusahaan.

Dengan saham 71,79 persen, pada 2014 Toba Sejahtra yang dimiliki Luhut mendapat bagian dividen sebesar US$4,31 juta dari Toba Bara atau setara Rp53,48 miliar (kurs Rp12.417 per dolar AS). Sejak 2011, nilai dividen yang diterima Toba Sejahtra dari Toba Bara mencapai US$48 juta atau setara Rp449 miliar (berdasarkan perhitungan kurs setiap akhir tahun).

Grafik: Dividen Toba Bara


sumber: Toba Bara, diolah Bareksa

Tags: