Bareksa.com – Anjloknya harga komoditas mineral seperti tembaga dan nikel pada dua hari lalu sempat membuat pelaku pasar khawatir karena bisa berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak?. Harga kedua komoditas mineral unggulan Indonesia tersebut telah turun hampir 13 persen hanya dalam waktu satu bulan. (Baca juga: Harga Tembaga Capai Titik Terendah Dalam 6 Tahun Terakhir, Apakah karena China?)
Kondisi itu pun memunculkan kekhawatiran, apakah akan berimbas juga ke neraca perdagangan Indonesia?
Kekhawatiran ini cukup beralasan karena ekspor Indonesia selama ini sangat mengandalkan sektor komoditas, baik komoditas berbasis pertanian maupun berbasis tambang, seperti mineral dan batu bara. Untuk sektor tambang sendiri, kontribusinya berkisar sekitar 20 - 30 persen dari total ekspor Indonesia. Kontribusi ekspor tambang pernah mencapai posisi tertingginya sebesar 35 persen pada 2011. Namun, seiring pelemahan harga komoditas kontribusinya pun cenderung turun.
Di sisi lain, ekspor komoditas ini nilainya sangat bergantung pada harga jual yang terbentuk melalui mekanisme pasar, di mana harga ditentukan oleh kuatnya permintaan dan suplai barang.
Grafik Pergerakan Harga Tembaga dan Kontribusinya terhadap Ekspor Indonesia
Sumber: Bloomberg dan Bank Indonesia, diolah Bareksa
Jika diamati lebih dalam, penurunan harga komoditas tembaga dan nikel seharusnya tidak perlu dikhawatirkan berlebihan akan berdampak besar terhadap pendapatan ekspor Indonesia. Pasalnya, kontribusi keduanya terbilang sangat kecil bagi total ekspor kita.
Berdasarkan data Bareksa, nilai ekspor tembaga hanya berkisar 1 - 5,2 persen dari total ekspor Indonesia. Nilai lebih kecil dikontribusikan oleh ekspor nikel yang hanya berkisar 0,06 - 1,13 persen. Bahkan, kontribusinya sama sekali tidak ada sejak awal 2014 seiring kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah.
Grafik Kontributor Ekspor Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, diolah Bareksa