Berita / / Artikel

Kaleidoskop Saham Batubara: Berlawanan dengan IHSG

• 23 Dec 2014

an image
Perbandingan kinerja indeks pertambangan dengan IHSG

Kinerja saham seiring dengan lemahnya harga komoditas global plus pembatasan impor China

Bareksa.com - Sektor pertambangan sepanjang tahun ini mengalami tekanan akibat pelemahan harga komoditas global, yang tercermin dalam harga saham perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor ini khususnya batu bara.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) sepanjang tahun telah mencatat kenaikan sebesar 20,37 persen sementara Mining Index yang berisi saham-saham pertambangan malah turun 4,19 persen per 19 Desember 2014.

Berdasarkan data yang diolah Bareksa.com, sebagian besar produsen batubara menghadapi hantaman keras akibat lemahnya harga komoditas yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Harga batubara acuan Newcastle merosot hingga $62,65 per ton, kembali pada harga akhir tahun 2008 sebelum booming sektor ini.

Di samping itu, China mulai menerapkan pembatasan impor batubara yang berdampak pada perusahaan yang berbasis pasar terbesar di negara tersebut.

Di antara saham-saham batubara dengan kapitalisasi pasar tinggi serta likuiditas yang baik, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mengalami pukulan paling besar dengan penurunan harga hingga 44,91 persen year-to-date (YTD). Kemudian, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) mengikuti dengan penurunan harga sebesar 37,45 persen YTD.

Grafik pergerakan harga saham batubara berkapitalisasi terbesar

Sumber: Bareksa.com

Target ekspor utama batubara ITMG yang terafiliasi dengan Banpu di Thailand adalah China dengan kontribusi sebesar 28 persen penjualan perseroan pada tahun 2013. Namun, China mulai menerapkan larangan impor batubara berkalori rendah dari luar negeri yang akhirnya berdampak pada kinerja penjualan ITMG.

Di saat yang sama, HRUM yang dikendalikan oleh taipan Kiki Barki juga mengalami masalah akibat sebagian pasarnya datang dari Asia Timur. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun lalu, 84 persen produksi HRUM dikirim ke Asia Timur termasuk Jepang dan China.

Akibat penurunan harga sekaligus berkurangnya volume ekspor ke China, ITMG membukukan penurunan revenue 4,8 persen dan HRUM 41,8 persen per September 2014 dibandingkan periode sama tahun lalu. Selain itu, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang dikuasai Low Tuck Kwong juga membukukan penurunan 18,9 persen pada penjualan dan 9,3 persen pada laba bersih.

Di sisi lain, pemimpin dalam sektor batubara dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp34,06 triliun per 19 Desember 2014, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan penurunan 2,75 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan di akhir tahun lalu.

Penurunan harga saham ADRO tidak terlalu signifikan dibandingkan sejumlah raksasa tambang nasional lainnya. Harga saham ADRO masih bisa bertahan tidak jatuh terlalu dalam karena didukung oleh kinerja keuangannya yang masih positif.

Berdasarkan data per akhir September, ADRO mencatat pertumbuhan penjualan 8 persen  sementara pertumbuhan laba bersih mencapai 25,9 persen dibandingkan dengan kinerja periode sama tahun lalu.

Grafik pertumbuhan penjualan dan laba bersih emiten batubara

Sumber: Bareksa.com

Selain itu, produsen batubara milik pemerintah PT Pertambangan Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun ini. Di antara kelompok raksasa pertambangan batubara nasional, saham PTBA mencatatkan sepanjang tahun ini berhasil tumbuh sebesar 27,45 persen, lebih tinggi di atas pertumbuhan IHSG secara keseluruhan.

Pertumbuhan saham PTBA sangat didukung oleh kinerja keuangan perusahaan yang beroperasi sebagian besar di Pulau Sumatera ini. Per September 2014, PTBA mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 18,9 persen dibandingkan periode sama 2013. Di saat yang sama, laba bersih juga tumbuh  23,4 persen.

Kinerja PTBA memang berbeda bila dibandingkan perusahaan pertambangan lain karena sebagian besar produksi batubaranya dibeli oleh pasar domestik untuk suplai bahan bakar bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Tags: