Prospek sektor konsumsi di Tahun Pemilu

Bareksa • 02 Jan 2014

an image
Diskon di salah satu outlet Matahari (ANTARA Foto/Andreas Fitri Atmoko/Koz/Spt)

Ketatnya kondisi moneter, dan depresiasi Rupiah akan menggerus bottom line emiten di sektor ini.

Bareksa.com - Perekonomian Indonesia di tahun 2014 diyakini bakal penuh tantangan. Secara tradisional, sektor konsumsi -- yang berkontribusi sekitar 60 persen pada perekonomian nasional -- selalu diandalkan sebagai penopang, terlebih dalam masa-masa sulit seperti ini. Bagaimana prospek sektor ini di tahun 2014?

Analis PT Ciptadana Securities (KI), Christine Natasya, masih percaya sektor konsumsi berada dalam posisi yang baik. Ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh dan karenanya pendapatan per kapita di kalangan kelas menengah juga bakal naik dan pada gilirannya akan menstimulasi pengeluaran yang lebih tinggi. Di Indonesia, konsumsi swasta per kapita telah tumbuh 10,3 persen compound annual growth rate (CAGR)  dalam periode 2008-2012 dan diperkirakan akan meningkat sebesar 10,4 persen CAGR untuk 2012-2017. Secara historis, pendapatan per kapita telah meningkat sebesar 14,1 persen CAGR pada 2007-2012. Angka ini diperkirakan masih akan melompat sebesar 11,83 persen CAGR pada 2013-2017.

Namun demikian, menurut data Bank Indonesia, pertumbuhan PDB Indonesia melambat menjadi 5,6 persen dalam sembilan bulan terakhir di tahun 2013. Ini karena muncul kekhawatiran terkait defisit neraca berjalan (CAD) dan tingginya inflasi. Percepatan tekanan inflasi dan ketergantungan yang tinggi pada arus masuk asing akan mendorong Bank Indonesia untuk memperketat kebijakan moneter pada 2014. Karena itu, Bank Indonesia telah merevisi perkiraan pertumbuhan PDB 2014 dari semula 6-6,4 persen menjadi 5,8-6,2 persen. Namun, karena faktor besarnya jumlah penduduk Indonesia -- sekitar 250 juta (tumbuh 1,75 persen CAGR selama enam tahun terakhir) -- Christine percaya ekonomi Indonesia masih akan kokoh, ditopang peningkatan pertumbuhan daya beli masyarakat di atas.

Mengenai impak pemilihan umum, Christine mengharapkan pesta demokrasi ini akan mendorong konsumsi yang lebih tinggi. Dua pemilu sebelumnya, pada tahun 2004 dan 2009, menunjukkan ada peningkatan indeks kepercayaan konsumen (CCI) selama pemilu. Pola tersebut dipercaya Christine akan berulang pada tahun ini.

Di sisi lain, tantangan akan terus muncul dari isu tapering off oleh The Fed bulan Maret mendatang yang kemungkinan akan menyebabkan Rupiah terdepresiasi lebih jauh. Dan karena consumer goods berorientasi pada konsumsi domestik -- terutama bagi produsen-produsen pangan -- Christine melihat melonjaknya biaya bahan baku akan dilimpahkan ke konsumen, sehingga permintaan di tahun 2014 otomatis akan berkurang.

Dengan demikian, prospek sektor konsumsi pada tahun ini masih akan berhadapan dengan sejumlah faktor tantangan: ketatnya kondisi moneter dan depresiasi Rupiah yang akan menggerus bottom line.

Meskipun demikian, menurut Christine, perusahaan consumer goods akan dapat mengatasi potensi kenaikan bahan baku dan biaya tenaga kerja. Dalam pandangannya, saham produsen di sektor konsumsi memiliki eksposur mata uang asing yang lebih rendah dan akan mampu mengatasi tantangan biaya dengan kinerja yang kuat mengikuti arus meningkatnya konsumsi domestik dan populasi kelas menengah. Oleh karena itu, Christine mengharapkan kinerja sektor konsumen tahun depan akan outperformed.

Saham apa yang layak dipertimbangkan?

Christine antara lain memilih PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) karena Perseroan akan memperoleh tambahan keuntungan dari anak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan CPO, di mana harga CPO Desember 2013 dibandingkan Juli 2013 telah mengalami kenaikan sebesar 16,9 persen. Selain itu, karena anak perusahaan tersebut berorientasi ekspor, depresiasi Rupiah justru akan menambah keuntungan -- pada periode Juli 2013 sampai Desember 2013, Rupiah terdepresiasi 16,6 persen. Last but not least, Christine juga memperkirakan akuisisi China Minzhong akan meningkatkan earning per share (EPS) dan menurunkan price earning (P/E) ratio INDF.

Sejalan dengan Christine, analis PT Deutsche Bank Verdhana Indonesia (DB), Reggy Susanto, juga melihat impak positif dari akuisisi MINZ oleh Indofood itu. Reggy mengungkapkan, meskipun tidak sepenuhnya yakin mengenai pendapatan jangka pendek Indofood, dalam jangka panjang produsen mi instan terbesar di dunia ini diperkirakan akan mendapat keuntungan dalam skala besar dari integrasi secara vertikal dengan perusahaan pengolah sayuran Cina yang memiliki jaringan distribusi dunia ini. Selain itu, sinergi juga bisa terjadi di masa depan melalui kolaborasi pengadaan bahan baku, distribusi, dan teknologi. Dia percaya akuisisi Indofood atas MINZ akan menghasilkan laba accretive, meskipun dengan biaya bunga yang lebih tinggi. (kd)