OJK dan Kemenkeu: Tren Investasi Milenial Meningkat, Ingat 2L dan 2R

Hanum Kusuma Dewi • 10 Dec 2020

an image
(Dari kiri atas searah jarum jam) Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara, Direktur Berita Satu Primus Dorimulu, CEO dan Co-Founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra dan Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman, dalam siaran live.

Investasi di pasar modal bisa membantu kalangan muda mempersiapkan dana untuk masa depan

Bareksa.com - Generasi muda disarankan untuk memulai investasi demi memenuhi kebutuhan keuangan di masa depan. Sebelum memutuskan untuk investasi, ada baiknya para generasi muda, termasuk kalangan milenial dan generasi Z, mengenal produk keuangan yang resmi dan sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara menjelaskan bahwa meski sudah naik dibandingkan pada 2016, pengetahuan masyarakat terhadap produk keuangan (literasi keuangan) Indonesia saat ini masih rendah, terutama untuk produk pasar modal seperti saham, reksadana, dan obligasi atau surat berharga negara (SBN). Padahal, investasi di pasar modal bisa membantu kalangan muda mempersiapkan dana untuk masa depan. 

Grafik Tingkat Literasi Keuangan Indonesia 2016 vs 2019

Sumber: Paparan OJK

Akibat tingkat literasi yang rendah ini, kalangan muda sangat rawan terkena investasi bodong, alias investasi yang tidak resmi dan mengarah kepada penipuan. Hingga September 2020, sudah ada 824 entitas investasi ilegal, dengan 2.840 fintech ilegal dan 143 gadai ilegal. 

Oleh karena itu, Tirta mengingatkan sebelum memulai investasi masyarakat harus mengetahui bahwa produk investasi yang ditawarkan itu resmi, dengan melihat aspek 2L, yaitu legal dan logis. "Pastikan legalitas di OJK, apakah sudah terdaftar atau belum. Sedangkan logis adalah bagaimana proses bisnis dari produk tersebut hingga bisa memberikan keuntungan bagi para investornya,” ujarnya dalam siaran langsung di Berita Satu TV, 10 Desember 2020. 

Menanggapi paparan OJK, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan bahwa selain aspek 2L, investor juga perlu memahami 2R, yaitu return and risk atau imbal hasil dan risikonya. Biasanya, produk yang memiliki potensi keuntungan (return) tinggi, risikonya juga tinggi. Sementara SBN ritel memiliki risiko rendah dengan return yang menarik karena bisa lebih tinggi daripada produk perbankan. 

"SBN memiliki risiko rendah karena dijamin 100 persen oleh Undang-Undang," tegasnya. 

Luky menjelaskan bahwa saat ini partisipasi kalangan muda generasi milenial (usia 20-40 tahun) dalam investasi di SBN ritel semakin meningkat, terutama setelah adanya penawaran secara online

Grafik Porsi Investor SBN Ritel Berdasarkan Usia

Sumber: Paparan DJPPR Kemenkeu

"Meski di masa pandemi, penawaran SBN ritel justru mencapai rekor dengan jumlah investor mencapai 44 ribu investor, yang sebagian besar dari kalangan milenial. Bahkan, rekor penjualan tertinggi untuk SBN ritel online dicatatkan oleh Sukuk Ritel SR013 dengan nilai Rp25 triliun," jelasnya. 

Pada kesempatan yang sama, CEO dan Co-Founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra menjelaskan bahwa partisipasi investor ritel yang datang dari kalangan muda bisa memperkuat dan memperdalam pasar modal Indonesia. Dia mengambil contoh dari fenomena yang terjadi di Bareksa, sebagai sebuah perusahaan teknologi keuangan (fintech) yang memiliki lisensi Agen Penjual Efek Reksadana (APERD) dan mitra distribusi untuk SBN ritel. 

Grafik Pertumbuhan Jumlah Investor dan AUM Bareksa

Sumber: Paparan Bareksa

"Justru di masa pandemi jumlah investor dan dana kelolaan (AUM) di Bareksa meningkat. Ini menunjukkan bagaimana pemanfaatan teknologi bisa mendorong pendalaman pasar Indonesia," ujar Karaniya. 

Selanjutnya, bagi kalangan muda, investasi di pasar modal bisa dipilih bergantung pada tingkat risiko dan tujuan keuangan. Produk pasar modal termasuk saham, reksadana, dan obligasi memiliki risiko bervariasi dari tinggi ke rendah. Kemudian ada obligasi negara atau SBN yang risikonya rendah dan dijamin oleh pemerintah.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

​DISCLAIMER​
Semua data kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini adalah kinerja masa lalu dan tidak menjamin kinerja di masa mendatang. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.