Berita / / Artikel

Kisah Pak Budi dan Bu Ade Investasi untuk Dana Sekolah Anak ke Jerman

• 18 Jul 2020

an image
Keluarga Budi Hikmat dan Adelina Syarif beserta tiga putra putrinya. (istimewa)

Aset keuangan seperti saham, reksadana, surat berharga negara dan pasar uang bisa dijadikan pilihan

Bareksa.com - Bagi orang tua, anak adalah anugerah yang harus dirawat dengan baik. Layaknya investasi, pendidikan anak juga menjadi hal penting untuk menyiapkan masa depan sang buah hati.

Demikian juga prinsip yang diyakini oleh pasangan Budi Hikmat dan Adelina Syarif. Orang tua dari tiga putra-putri ini selalu menanamkan pentingnya pendidikan untuk memperkuat talenta (bakat) dan kompetensi.

"Sebagai seorang ibu, anak-anak adalah investasi utama. Kami ingin mereka menjadi anak soleh, itu yang sifatnya religi. Tapi kami juga mempersiapkan talenta dan kemampuan interpersonal untuk masa depan mereka," ujar Adelina dalam video conference bersama Bareksa.

Maka, Budi dan Ade pun mempersiapkan pendidikan anak mereka untuk keluar negeri. Anak pertama mereka, Muhammad Razin Khalifah yang biasa dipanggil Raka, baru saja menyelesaikan studi S1 di Jerman. Anak kedua, Dina Zahra Fatihah juga sedang kuliah di Jerman sementara si bungsu Yusuf Irfan Nazir masih di bangku SMA tetapi ingin mengikuti kedua kakaknya ke luar negeri.

Ade, yang berprofesi sebagai psikolog ini, mengatakan bahwa dana pendidikan anak ke luar negeri tidak sedikit. Untuk persiapan Raka pergi ke Jerman 4 tahun yang lalu kira-kira dibutuhkan Rp500 juta. Dana itu sebagian besar untuk deposit kebutuhan biaya hidup (living cost) di negara Eropa tersebut.

Mengenai lamanya mengumpulkan uang, Ade mengatakan diperlukan waktu tidak sebentar. "Kuliah ke luar negeri pasti mahal. Anak mau ke Jerman, ya saya persiapkan. Itu kami persiapkan lima tahun sebelumnya," ujar Ade.

Bila Raka berangkat 4 tahun yang lalu, yakni tahun 2016, maka mereka mulai mengumpulkan dana sekitar 2010-2011. Meski secara intensif baru mengumpulkan dana pendidikan ini, keluarga mereka sudah terbiasa untuk berinvestasi dan mengajarkan anak-anak mengelola keuangan dengan menunda kenikmatan untuk masa depan.

Ade menambahkan bahwa untuk mengumpulkan dana pendidikan anak ini, mereka melakukan investasi rutin bulanan plus penghematan. "Dari income itu sekitar 10 persen. Setiap ada bonus lebih, kami masukkan ke pos dana pendidikan. Kami hitung berapa yang disiapkan per bulan. Kemudian, kita melakukan penghematan pengeluaran di rumah," jelas Ade.

Berkaitan dengan caranya, Budi yang merupakan praktisi pasar modal menjelaskan bahwa mereka mengumpulkan dana untuk pendidikan anak dari penghasilan berbagai aset investasi. Aset mereka ada yang berupa aset real (properti), maupun aset keuangan (financial asset).

"Aset hanya disebut aset bila memberikan cashflow," kata Budi.

Dalam hal mengelola aset ini, Budi dan Ade berbagi tugas. Mereka membaginya menjadi dua, yakni aset properti seperti apartemen dan kebun, dan aset keuangan berupa saham, reksadana, obligasi negara, maupun pasar uang (deposito bank).

"Ade yang mengelola properti, sedangkan saya yang mengurus financial asset, seperti saham, reksadana, surat berharga negara (SBN) dan pasar uang," ungkap Budi.

Budi bercerita ketika mengumpulkan dana untuk si sulung, mereka menggunakan instrumen investasi berbasis saham. Hal itu sesuai juga dengan profil risikonya yang tinggi dan saat itu Budi terbilang masih muda.

"Buat Raka kita pakai saham, karena kita masih relatif muda saat itu. Untuk bungsu, kita pakai SBN karena kupon tinggi. Sesuai umur kita sekarang defensif sehingga investasi di SBN. Tetapi, ada juga tambahan (penghasilan) dari properti," kata Budi.

Bagi masyarakat investor yang tidak punya banyak waktu memantau aset investasinya, reksadana bisa menjadi pilihan. Sebab, reksadana dikelola oleh manajer investasi yang profesional dan berpengalaman dalam mengelola investasi.

Reksadana adalah kumpulan dana dari masyarakat pemodal yang dikelola oleh manajer investasi dalam bentuk portofolio efek, seperti saham, obligasi dan pasar uang. Risiko reksadana beragam tergantung isi portofolionya.

Reksadana jenis pasar uang memiliki risiko paling rendah, diikuti dengan reksadana pendapatan tetap yang berisikan efek surat utang atau obligasi. Sementara itu, reksadana saham dan reksadana indeks saham memiliki risiko tinggi karena harga saham bisa berfluktuasi dalam jangka pendek.

***

Ingin berinvestasi yang aman di reksadana dan diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.

Tags: