BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Berita Hari Ini: Insentif Tangkal Dampak Corona Digodok, Lelang SBSN Cetak Rekor

12 Februari 2020
Tags:
Berita Hari Ini: Insentif Tangkal Dampak Corona Digodok, Lelang SBSN Cetak Rekor
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (dok. Humas Kemenkeu)

OJK kalkulasi dampak corona, keterlibatan MI di Jiwasraya didalami, fintech P2P lending fokus pinjaman produktif

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu, 12 Februari 2020 :

Kementerian Keuangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah sedang merumuskan insentif untuk pelaku industri pariwisata, seperti hotel ataupun maskapai penerbangan, guna menangkal dampak negatif meluasnya virus corona terhadap perekonomian domestik.

Promo Terbaru di Bareksa

"Beberapa hal seperti subsidi ke penerbangan terutama pariwisata domestik dalam rangka meningkatkan belanja dari masyarakat untuk menopang sektor pariwisata," kata dia usai sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat (11/2/2020) dilansir Tempo.co.

Sri Mulyani mengatakan insentif itu masih dikaji Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan juga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Insentif itu sebagai permintaan dari Presiden Joko Widodo.

Menhub Budi Karya Sumadi menyatakan terdapat tiga destinasi pariwisata di Indonesia yang sangat terkena dampak dari wabah virus Corona. Tiga destinasi itu adalah Bali, Bintan dan Sulawesi Utara.

Ketiga destinasi itu terkena dampak karena pemerintah menutup penerbangan dari dan ke daratan Cina sejak 5 Februari 2020. Padahal setiap tahunnya, sebanyak dua juta turis China mengunjungi Indonesia. Budi mengharapkan insentif tersebut dapat berdampak langsung ke harga tiket di hotel dan maskapai, seperti "voucher" atau diskon tiket pesawat. "Yang paling efektif adalah 'bundling' (paket) seperti ke penerbangan dan hotel," ujar Budi.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio sebelumnya mengatakan RI berpotensi kehilangan devisa US$4 miliar jika rute penerbangan Cina ditutup selama setahun. Nilai tersebut didapatkan dari jumlah wisatawan asal Tiongkok yang mencapai dua juta orang dalam setahun. Total kerugian tersebut juga ditambah dampak dari penundaan wisatawan negara lain ke Indonesia karena khawatir tertular virus Corona.

Surat Berharga Syariah Negara

Permintaan dalam lelang rutin surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) kemarin tembus Rp69,57 triliun, kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, melampaui rekor tertinggi permintaan lelang sukuk pada 2019 dan 2018.

Rilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (11/2/20) dilansir CNBC Indonesia, menunjukkan nilai permintaan peserta lelang masih lebih tinggi dari rekor tertinggi lelang sukuk negara 2019 senilai Rp40,19 triliun dan rekor tertinggi lelang SBSN 2018 senilai Rp32,27 triliun.

Tingginya permintaan tersebut mencerminkan minat yang tinggi dari pelaku pasar khususnya investor surat utang negara (SUN) di tengah kekhawatiran virus corona Wuhan yang timbul dan tenggelam sejak bulan lalu. Hari ini, penyebaran virus melambat dan diprediksi sudah mencapai puncaknya sehingga angka peningkatannya dapat turun bulan ini.

Dalam lelang yang sama, pemerintah memenuhi permintaan peserta lelang senilai Rp8 triliun dan sama dengan nilai penerbitan dalam lelang sebelumnya pada 28 Januari, yang masih menjadi nilai penerbitan tertinggi tahun ini. Lelang SBSN digelar 2 pekan sekali, berselang dengan lelang SUN konvensional.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Penguatan harga di pasar SUN terjadi seiring dengan meningkatnya minat investor asing masuk ke pasar keuangan negara berkembang seperti Indonesia di tengah kekhawatiran yang sudah melandai. Naiknya harga SUN itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.

Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan kalkulasi mengenai dampak virus corona. Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, usai menghadiri pertemuan tahunan jasa keuangan di Semarang, Selasa (11/2/2020).

"Hingga kini yang terdapak impor ekspor serta dunia pariwisata, untuk perbankan belum nampak dampaknya. Untuk itu masih kami kalkulasi," paparnya dilansir Tribun Jateng.

Menurut Heru, selain menghitung dampak virus corona terhadap perbankan, OJK juga akan fokus melakukan konsolidasi untuk perbankan skala mikro. "Penguatkan daya saing lewat industri jasa keuangan terus kami gencarkan, dan fokus kami melakukan konsolidasi terhadap perbankan mikro," tuturnya.

Dia menambahkan, konsolidasi perbankan mikro dilakukan agar perbankan siap menghadapi ekosistem baru. "Perbankan akan terus kami dorong agar lebih maju lewat pengawasan, selain untuk menyiapkan perbankan, pengawasan juga untuk mendeteksi permasalahan yang menghambat tumbuhnya dunia perbankan," tanbahnya.

Jiwasraya

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami penyidikan dan mengumpulkan alat bukti terkait peran dari manajer investasi terhadap kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, terkait berpotensi sebagai tersangka atau tidak, belum bisa menilai hal tersebut karena masih mengumpulkan alat bukti yang kuat.

"Tidak bisa berandai-andai. Semua transaksi yang kita anggap melawan hukum, dan pihak yang ikut, semua kita periksa," kata Febrie di Jakarta, Selasa (11/2) dilansir Kontan.

Menurut dia, Kejagung tidak bisa tergesa-gesa menentukan siapa tersangkanya karena prosesnya panjang. Untuk menentukan tersangka harus melalui kajian dan analisis yang tajam sesuai fakta hukum yang didapat Kejagung. Saat ini Kejagung telah temukan jutaan transaksi investasi di instrumen saham yang sebelumnya ditemukan 55.000 transaksi. Febrie tekankan bahwa kejahatan ini terjadi dalam investasi dan transaksi pembelian saham maupun reksadana.

"Transaksi ini begitu banyak karena sudah terjadi sejak 2008 hingga 2018. Sehingga penyidik butuh kerja keras dan juga BPK," kata Febrie.

Fintech P2P Lending

Sejumlah perusahaan teknologi finansial (tekfin/fintech) peer to peer lending mulai mengarahkan fokus pembiayaannya ke sektor produktif untuk memperluas pangsa pasarnya.

Co-Founder & CEO Modalku, Reynold Wijaya, mengatakan bahwa PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku) berfokus untuk mendongkrak akses pembiayaan terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk memperkuat sektor UMKM di Indonesia.

“Saat ini bisnis Modalku memang fokus terhadap pembiayaan produktif kepada UMKM Indonesia untuk melancarkan arus kas mereka. Tentu upaya Modalku untuk memperluas jangkauan pasar kami adalah terus melakukan edukasi serta bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti BPR dan e-commerce,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis.com (11/2/2020)

Reynold mengatakan strategi yang ditempuh pihaknya adalah menyediakan produk yang disesuaikan dengan target pasarnya. “Kami memiliki produk Invoice Financing yang diperuntukkan bagi perusahaan- perusahaan yang memerlukan pinjaman berbasis invoice," ungkapnya.

Kemudian Modalku bekerjasama dengan beberapa e-commerce untuk menyediakan pinjaman terhadap merchant online yang tergabung di e-commerce tersebut.Adapun untuk segmentasi mikro seperti pedagang pasar, Reynold mengatakan pihaknya menyediakan produk Modal Pasar yang dirancang sesuai dengan karakter mereka.

VP of Marketing KoinWorks, Frecy Ferry Daswaty, mengatakan saat ini seluruh pinjaman di KoinWorks memang bersifat pinjaman produktif. “terdapat dua jenis produk pinjaman produktif yang ditawarkan oleh KoinWorks, yaitu Pinjaman bisnis (KoinBisnis) dan pinjaman pendidikan (KoinPintar),” terangnya.

Tantangan terbesar saat ini menurut Frecy ialah edukasi ke masyarakat terkait pinjaman itu sendiri, karena masih banyak masyarakat yang menganggap pinjaman untuk bisnis dan pendidikan adalah hal tabu. “Dari dulu hingga sekarang kami selalu aktif dalam melakukan edukasi dan sosialisasi terkait peer to peer lending dan pinjaman produktif ini ke masyarakat baik melalui aktifitas online dan offline,” terangnya

Waspadai Pengembang Klaim Syariah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat waspada terhadap penawaran rumah syariah tanpa berurusan dengan lembaga keuangan legal. Literasi menjadi tameng utama agar masyarakat tidak terjerat pada konsekuensi kerugian.

Deputi Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Sardjito, mengatakan masyarakat harus cerdas dan hati-hati pada penawaran yang terlalu berlebihan. Masyarakat diminta memeriksa secara menyeluruh kredibilitas pengembang. "Jangan mudah terpesona dengan bujuk rayu," katanya dilansir Republika, Selasa (11/2).

Sardjito menyampaikan persoalan cicilan rumah langsung kepada pengembang bukan wilayah kewenangan OJK dan bukan tugas OJK. Masyarakat luas diimbau agar bisa kritis dalam melakukan transaksi keuangan. Seperti melakukan pemeriksaan atas kredibilitas dan reputasi pengembang, harga yang ditawarkan beserta skema pembayarannya. Jika harga terlalu murah maka harus menjadi peringatan. Ia mengingatkan pada kasus First Travel yang menawarkan harga umroh relatif murah atau jauh lebih murah dari yang lain.

"Jadi jangan terpengaruh dengan iming-iming yang serba indah dan pastikan realistis semuanya," katanya.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.311,79

Up0,68%
Up3,10%
Up0,02%
Up6,29%
Up20,00%
-

Capital Fixed Income Fund

1.757,84

Up0,53%
Up3,44%
Up0,02%
Up7,40%
Up18,25%
Up43,13%

STAR Stable Income Fund

1.908,88

Up0,50%
Up2,87%
Up0,01%
Up6,27%
Up31,65%
Up59,98%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.762,89

Up0,50%
Up2,81%
Up0,01%
Up5,44%
Up20,06%
Up48,78%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.038,34

Up0,52%
Up2,03%
Up0,02%
Up2,02%
Down- 2,73%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua