BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Trimegah AM : Masih Ada Potensi Foreign Outflow dan Tekanan Harga Komoditas

22 November 2019
Tags:
Trimegah AM :  Masih Ada Potensi Foreign Outflow dan Tekanan Harga Komoditas
Pegawai PT Trimegah Asset Management sedang memberikan penjelasan kepada nasabah yang ingin berinvestasi dan melakukan transaksi reksadana di stan PT Trimegah Asset Management dalam acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2019 di Jakarta (24/08/2019) (Bareksa/AM)

Pengumuman BI 7DRRR dan bookbuilding IPO Saudi Aramco perlu diamati

Bareksa.com - Ekonomi dunia sampai saat ini masih ditopang oleh liquidity injection. Sementara outlook pertumbuhan ekonomi ke depannya masih sangat bergantung pada perkembangan perang dagang, mengingat adanya potensi China akan menahan stimulus untuk menjaga level inflasi mereka.

"Dalam beberapa pekan ke depan, mengingat dimulainya masa bookbuilding Saudi Aramco, adanya MSCI adjustment di akhir November dan potensi stimulus ekonomi Cina yang lebih rendah dari ekspektasi, maka kami masih melihat adanya potensi foreign outflow dan tekanan terhadap harga komoditas," demikian kesimpulan riset PT Trimegah Asset Management yang dipublikasi 15 November 2019, dikutip Bareksa.

Menurut riset Trimegah AM, indeks saham turun 0,8 persen week on week (WoW), ditutup pada 6,128 (15/11/2019) dengan dana asing
neto keluar mencapai US$65 juta. Dengan indeks saham sektor pertambangan (JAKMINE) dan sektor perdagangan (JAKTRAD) turun paling dalam dengan penurunan masing-masing 3,02 persen dan 2,62 persen WoW.

Promo Terbaru di Bareksa

Kinerja Indeks Saham

Illustration
Sumber : riset Trimegah AM

Volume perdagangan pada pekan kedua November 2019 merupakan yang terendah tahun ini, atau hanya 27 miliar (rata-rata mingguan 2019 :
51 miliar). Sementara itu, setelah berturut-turut mencatatkan net inflow, dana asing pada obligasi mencatatkan arus keluar neto US$72 juta, sehingga imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun naik 6bps.

Arus Dana Asing (US$ juta)

Illustration

Illustration
Sumber : riset Trimegah AM

Kemudian, neraca dagang Indonesia mengalami surplus US$160 juta pada Oktober 2019 (September 2019 defisit US$164 juta) seiring dengan penurunan impor yang negatif 16,39 persen YoY, atau turun lebih dalam dari ekspor yang juga minus 6,13 persen YoY. Penurunan ekspor secara khusus didorong oleh penurunan harga, sementara volume masih tercatat tumbuh 8,45 persen YoY.

Menurut riset Trimegah AM, ke depannya tekanan terhadap ekspor berpotensi menurun dengan adanya ekspektasi kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO). Di sisi lain, penurunan impor tercatat di semua kategori termasuk barang konsumsi, barang modal dan bahan baku yang masing-masing tercatat
-4,4 persen, -11,3 persen dan -18,8 persen YoY.

Illustration
Illustration
Sumber : riset Trimegah AM

Tensi Dagang AS-China

Tim riset Trimegah AM menyatakan perkembangan tensi dagang Amerika Serikat - China di mana Wakil Perdana Menteri Cina, Liu He melakukan conference call dengan pihak AS yang dinilai konstruktif, terkait dengan kesepakatan "phase one". Pasar selama ini telah melihat perkembangan hubungan dagang kedua negara raksasa ekonomi tersebut secara optimistis. Hal ini terlihat dengan ditutupnya Dow Jones Index di level tertinggi sepanjang sejarah
di 28.004.

Produk domestik bruto kuartal IV 2019 diproyeksikan hanya tumbuh 0,3 persen-0,4 persen setelah rilis data retail sales menunjukkan sinyal melemahnya
belanja consumer, yang selama ini telah menopang ekonomi Negeri Abang Sam. Penjualan ritel AS pada Oktober, menurut hasil riset Trimegah AM, tercatat naik 0,3 persen mont on month/MoM (September 2019 : -0,3 persen MoM), didorong oleh peningkatan penjualan di auto dealers, pom bensin dan penjualan di internet.

"Akan tetapi penjualan turun pada 7 dari 13 kategori lainnya seperti restoran dan retailers yang menjual pakaian, barang elektronik, furniture, dan lainnya. Kekhawatiran terkait perkembangan ekonomi AS di tengah tensi dagang dengan China, memang telah mendorong Presiden AS Donald Trump untuk mempertimbangkan program pemotongan pajak kembali," ujar laporan Trimegah AM tersebut.

Menurut Trimegah AM, fixed asset investment, industrial production dan retail sales China pada Oktober tumbuh lebih lambat dari ekspektasi masing-masing 5,2 persen YoY, 4,7 persen YoY dan 7,2 persen. Kondisi itu menunjukan ekonomi Cina masih terdampak pelemahan permintaan domestik dan
eksternal, serta masih dibutuhkannya stimulus ekonomi. Akan tetapi, tingginya tingkat inflasi (Oktober 2019 : 3,8 persen YoY) akibat kenaikan harga babi adalah faktor baru yang akan diperhatikan pemerintah Cina di tengah masih diterapkannya kebijakan moneter yang akomodatif.

"Bank Sentral China (PBOC) berpotensi menahan stimulus ekonomi untuk mencegah melompatnya tingkat inflasi," ungkap Trimegah AM.

Di tengah berlanjutnya tensi dagang dengan AS, China dikabarkan telah mengumpulkan “shadow reserves” (investasi alternatif, termasuk saham) dan ingin mendiversifikasi cadangan devisanya untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Cina telah secara bertahap mengurangi kepemilikan US Treasury dan membeli emas.

"Yang perlu diamati adalah pengumuman BI 7DRRR (21/11) dengan konsensus mengekspktasikan BI untuk menahan suku bunga di level 5 persen dan periode bookbuilding IPO Saudi Aramco (17/11 – 28/11). Aramco telah memulai bookbuilding period dari 17 November – 4 Desember untuk investor institusi & 17 – 28 November untuk investor retail. Kami secara khusus akan memperhatikan potensi adanya foreign outflow dari IPO ini," ujar tim riset Trimegah AM.

Illustration
Sumber : riset Trimegah AM

Sesuai ekspektasi konsensus, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5 persen, suku bunga Deposit Facility 4,25 persen, dan suku bunga Lending Facility 5,75 persen. BI menyatakan kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat.

Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah/unit usaha syariah 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap 3 persen, dan berlaku efektif pada 2 Januari 2020.

"Kebijakan ini ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Strategi operasi moneter juga terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif," ungkap BI.

Adapun Saudi Aramco, perusahaan minyak raksasa asal Arab saudi, menyatakan akan melepas 1,5 persen sahamnya dalam aksi penawaran saham perdana (IPO) pada Ahad (17/11). Menurut keterangan resmi perusahaan, IPO Saudi Aramco diperkirakan bernilai US$24 miliar dari total valuasi sekitar US$1,71 triliun. Saham diperdagangkan di kisaran 30-32 riyal Saudi per saham. "Penawaran dasar 1,5 persen dari saham perusahaan yang beredar," tulis juru bicara perusahaan.

Penawaran tersebut lebih rendah dari penilaian awal perusahaan, yakni US$2 triliun. Namun, sejauh ini masih tetap menyaingi listing terbesar di dunia dari raksasa ritel e-commerce, Alibaba. Rencana IPO Aramco sempat tertunda bertahun-tahun.

(*)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.313,18

Up0,15%
Up3,81%
Up0,02%
Up5,82%
Up18,30%
-

Capital Fixed Income Fund

1.766,42

Up0,60%
Up3,41%
Up0,02%
Up7,32%
Up17,24%
Up43,22%

STAR Stable Income Fund

1.917,41

Up0,56%
Up2,94%
Up0,02%
Up6,33%
Up30,71%
Up60,33%

Syailendra Pendapatan Tetap Premium

1.753

Down- 0,46%
Up3,74%
Up0,01%
Up4,38%
Up18,76%
Up47,23%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.035,73

Down- 0,22%
Up1,77%
Up0,01%
Up2,68%
Down- 2,15%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua