Berita / SBN / Artikel

Asing di SBN Tembus Rp1.000 Triliun, Ini Saran Kemenkeu Buat Investor Lokal

Bareksa • 12 Jul 2019

an image
Direktur Surat Utang Negara Ditjen PPR Kementerian Keuangan, Loto Srinaita Ginting saat acara peluncuran SBR007 dengan tema “Membangun Kemandirian Finansial Sejak Dini dengan Cara Investasi”, di Jakarta (11/07/2019) (Bareksa/AM)

Pemerintah telah memberi ruang agar investor individu lokal berinvestasi di SBN ritel

Bareksa.com - Dana asing di Surat Berharga Negara (SBN) semakin meningkat. Data per Senin (8/7/2019), nilai kepemilikan asing di pasar SBN menembus Rp1.001 triliun. Nilai itu merupakan rekor baru dan tertinggi sepanjang sejarah. Porsi dana asing di SBN saat ini sekitar 40 persen.

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Loto Srinaita Ginting, menyatakan pemerintah tidak bisa melakukan pembatasan mengenai berapa nilai SBN yang harus dipegang asing. Meski begitu, sebenarnya pemerintah lebih menyukai jika pemilikan SBN mayoritas bisa oleh lokal.

"Investor memandang track record pengelolaan ekonomi kita bagus, pengelolaan negara bagus. Sehingga meningkatkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Jadi sebenarnya minat investasi investor asing di Indonesia besar," ujarnya di Jakarta (11/07). 

Menurut Loto, seharusnya investor ritel domestik mengambil kesempatan untuk bisa membeli SBN. Utamanya dengan diluncurkannya SBN ritel, yakni Savings Bond Ritel seri SBR007, yang baru diluncurkan Kamis (11/07) sebenarnya merupakan keberpihakan yang diberikan pemerintah kepada investor lokal.

"Kalau nggak nanti, peluang itu diambil sama investor asing," ungkapnya.

Loto mengatakan pemerintah telah memberi ruang agar investor individu lokal berinvestasi di SBN ritel. Pemerintah sejatinya menargetkan agar investor ritel lokal bisa menyumbang 5 persen terhadap portofolio SBN, namun hingga saat ini baru 3 persen.

"Kami telah beberapa kali menerbitkan SBN ritel yang artinya telah memberikan ruang bagi investor lokal. Tapi mungkin masyarakat masih perlu edukasi, perlu promosi dan lainnya," ujarnya.

Namun kata Loto, meskipun telah diberi ruang namun tergantung seberapa agresif antara investor asing dan domestik. Investor domestik itu tidak hanya ritel, melainkan juga institusi seperti asuransi, dana pensiun, manajer investasi, bank, dan lainnya.

"Kalau domestik lebih agresif secara perlahan, maka kontribusi kepemilikan asing di SBN bisa turun. Tapi kalau agresifnya asing ini tidak diimbangi ya diborong juga SBN kita sama mereka," katanya.

Loto menjelaskan ada suatu negara yang mampu mendongkrak kepemilikan investor ritel di SBN hingga mencapai 9 persen. Saat ini pemerintah Indonesia tetap memberikan peluang kepada investor ritel lokal bisa berkontribusi hingga 9-10 persen, maka dalam jangka panjang bisa direalisasi.

"Tapi kalau sudah dikasih ruang penerbitan 9-10 persen, namun yang diserap investor lokal tidak mencapai angka tersebut, maka kenaikan kepemilikan investor lokal di SBN tidak akan signifikan meskipun dalam 5 tahun mendatang," ungkapnya.

Karena itu, kata Loto, saat ini pemerintah gencar menerbitkan SBN ritel dengan frekuensi hingga 10 kali di 2019. "Meskipun perlahan, dibandingkan tahun lalu saat ini kepemilikan investor lokal di SBN sudah ada peningkatan," jelasnya. 

Direktur Jenderal DJPPR Luky Alfirman mengatakan sejumlah sentimen positif menyelimuti pasar obligasi domestik belakangan ini. Salah satunya adalah potensi perubahan arah kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve.

“Pernyataan dovish soal Fed fund Rate itu mengakibatkan adanya penurunan yield obligasi yang cukup signifikan,” kata Luky. Di pasar obligasi, semakin turun tingkat yield maka semakin tinggi juga harga instrumen obligasi sehingga banyak diminati.

Dana asing termasuk yang berjangka pendek (hot money), terus masuk ke pasar Indonesia. Data per Senin (8/7/2019), nilai kepemilikan asing di pasar SBN menembus rekor baru sepanjang sejarah yakni Rp1.001 triliun. Asing tampak agresif memborong obligasi negara.  Dirtjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, mencatat investor asing mencetak aksi beli Rp12,25 triliun di enam hari pertama bulan Juli 2019.

Kemenkeu kembali meluncurkan penjualan instrumen Surat Utang Negara (SUN) ritel kepada investor individu secara online (e-SBN) dengan tingkat kupon mengambang yaitu Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR007 pada Kamis (11/07).

Fitur SBR007 ini di antaranya bersifat non tradable untuk masa 2 tahun dengan return atau tingkat kupon mengambang 7,5 persen, tapi sifatnya floating with floor. Artinya, kalau suku bunga acuan Bank Indonesia naik, maka kupon SBR juga akan disesuaikan naik, tapi kalau suku bunga BI turun, maka kupon SBR007 punya batasan minimal 7,5 persen.

***

Ingin berinvestasi sekaligus bantu negara?

Pembelian produk investasi yang dijamin pemerintah ini hanya bisa dilakukan pada periode penawaran SBR007, yakni 11-26 Juli 2019.

Meski masa penawaran belum dibuka, kita sudah bisa mendaftar terlebih dahulu untuk memesan SBR007 di Bareksa. Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi SBR007? Segera daftar di sbn.bareksa.com sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP. Baca panduannya di sini.

Bagi yang sudah pernah membeli SBR atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, Anda bisa menggunakan akun di sbn.bareksa.com untuk memesan SBR007.

Bila sudah memiliki akun Bareksa untuk reksadana sebelumnya, segera lengkapi data Anda berupa NPWP dan rekening bank yang dimiliki.

Kalau belum punya NPWP, tapi mau beli SBR007? Kita juga bisa meminjam NPWP punya orang tua atau suami.

PT Bareksa Portal Investasi atau bareksa.com adalah mitra distribusi resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.