Di Tengah Pandemi Covid-19, Investor Masih Bisa Investasi di Aset Berisiko

Abdul Malik • 05 Oct 2020

an image
Ilustrasi sejumlah investor memantau kinerja IHSG dan reksadana saham. (Shutterstock)

Di tengah gejolak akibat pandemi Covid-19, mulai terlihat adanya tanda-tanda pemulihan ekonomi

Bareksa.com - Bank DBS tetap merekomendasikan investor untuk berinvestasi di aset berisiko. Meskipun, saat ini, Indonesia dan dunia global sedang berjuang untuk melawan Covid-19. Chief Investment Officer Bank DBS Hou Wey Fook mengatakan di tengah gejolak perekonomian akibat pandemi Covid-19, pihaknya melihat mulai adanya tanda-tanda pemulihan ekonomi.

"Pelonggaran pembatasan sosial di beberapa negara, peningkatan belanja fiskal secara global dan suku bunga o persen akan menjamin perekonomian berangsur-angsur pulih," terang dia dalam keterangan tertulisnya (5/10/2020).

Namun memasuki kuartal terakhir pada 2020 ini, investor mencemaskan beberapa hal. Pertama adalah pemilihan presiden (pilpres) AS dan kedua adalah penemuan vaksin. "Kami melihat keduanya mempunyai dampak risiko yang cenderung netral dan positif terhadap pasar," terang dia.

Dari perspektif pasar keuangan, Fook meyakini pilpres AS pada November mendatang tidak akan berdampak terhadap aset berisiko. Meskipun aset berisiko mungkin mendapat manfaat dari pemotongan pajak lebih lanjut, namun gaya agresif Donald Trump dari Partai Republik dalam kebijakan luar negeri akan mempengaruhi sentimen secara keseluruhan.

Di sisi lain, dengan menangnya Demokrat dalam pemilihan presiden tidak berarti bencana. Pasalnya, aset berisiko secara historis mengalami penguatan selama masa kepresidenan Demokrat dalam periode 6, 12, dan 24 bulan. Pemerintahan Biden kemungkinan akan mempertahankan sikap tegas namun lebih mudah diramalkan terhadap Tiongkok dan hal ini positif untuk sentimen pasar.

Sementara untuk penemuan vaksin, permasalahan saat ini adalah kapan vaksin tersebut akan dipasarkan. Jika vaksin disetujui dalam beberapa bulan mendatang, itu akan memperbaiki aset berisiko secara umum. Namun, dampak positifnya tidak akan seragam karena beberapa industri akan mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain.

"Restoran, hotel, dan tempat rekreasi siap untuk kembali naik dengan kuat, sementara industri penerbangan diperkirakan masih akan mengalami kesulitan struktural," kata dia.

Dengan memperhatikan sentimen tersebut, investor bisa tetap berinvestasi di aset berisiko seperti ekuitas dan obligasi korporasi. Untuk ekuitas, sentimen di AS dan Tiongkok bisa menjadi referensi investor.

Fook mengungkapkan, sejak turun ke titik terendah pada Maret, Indeks S&P 500 membukukan kenaikan 51,2 persen, melampaui titik tertinggi sebelumnya. Pelonggaran moneter dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Bank Sentral AS dan penurunan suku bunga telah berperan dalam mendorong ekuitas AS.

Lebih lanjut, momentum kuat dalam penguatan saham teknologi akan terus berlanjut, karena percepatan bifurkasi global. Peningkatan pembatasan sosial semakin mendorong kegiatan bisnis dan rekreasi beralih ke daring, dan bisnis yang mendapatkan manfaat dari kecenderungan ini adalah e-commerce, video conferencing, serta perusahaan perangkat lunak/perangkat keras dalam lanskap Teknologi.

Analis mulai meredakan kecemasan mereka terkait pandemi dan merevisi perkiraan pendapatan. Pertumbuhan pendapatan korporasi di Amerika diperkirakan akan melonjak 18 persen pada 2021, didorong oleh kombinasi pertumbuhan pendapatan kotor perusahaan dan ekspansi margin. Valuasi yang diharapkan (implied valuation) kemungkinan akan naik karena suku bunga bebas risiko turun.

Sementara sentimen dari Tiongkok, Fook memiliki pandangan positif terhadap prospek ekuitas Tiongkok karena menawarkan imbal hasil menggiurkan kepada investor dan valuasi yang menarik. Hal ini disebabkan oleh transformasi pasar yang sedang berlangsung dan peningkatan konsumsi domestik. Ekuitas Tiongkok terus menarik arus dana masuk karena penawaran investasi mereka, yang unik.

Untuk obligasi, menurut Fook, pengetatan selisih kredit antara kuartal kedua dan kuartal ketiga telah mengikis keuntungan tambahan yang biasanya diterima investor sebagai kompensasi atas risiko gagal bayar obligasi berimbal hasil tinggi. Dengan melihat hal ini, investor disarankan untuk memposisikan diri sedemikian rupa guna menghindari kerugian pada titik ini.

Di sisi lain, perkembangan penyaluran kredit di Asia tetap memberikan nilai kepada investor dari perspektif fundamental dan valuasi, dan faktor pendukung tetap ada. Dengan mengamati seluruh pasar kredit global, Fook juga melihat katalis positif untuk obligasi Eropa berimbal hasil tinggi, dan meyakini ada kemungkinan besar pasar akan mengejar ketertinggalan dari pasar lain.

"Mengingat kurva G-3 kemungkinan akan mengalami penurunan tajam dalam beberapa bulan mendatang, kami mempertahankan preferensi kami untuk durasi portofolio rata-rata 5 tahun," kata dia.

Untuk berinvestasi di ekuitas dan obligasi, investor tidak harus berinvestasi secara langsung. Investor bisa memanfaatkan reksadana saham untuk bisa berinvestasi di ekuitas.

Di Bareksa, terdapat 74 produk reksadana saham yang bisa dipilih. Di antara 74 reksadana saham tersebut, ada tiga produk yang bisa memberikan imbal hasil di atas 50 persen dalam lima tahun. Adapun produk reksa dana tersebut adalah Sucorinvest Equity Fund, Sucorinvest Maxi Fund dan Sucorinvest Sharia Equity Fund.

NAV Reksa Dana Saham

DS Sementara untuk obligasi, investor bisa berinvestasi di reksadana pendapatan tetap dan reksa dana campuran. Bareksa juga menawarkan produk reksadana pendapatan tetap sebanyak 47 produk dan reksadana campuran sebanyak 33 produk.

(K09/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.