Reksadana Syariah Manulife Ini Tahan Banting Saat Pasar Ambyar Dihajar Corona

Bareksa • 31 Mar 2020

an image
Logo Manulife di kantor pusat di Toronto, Kanada (Shutterstock)

Kemarin, investor kembali memburu obligasi karena mempunyai yield lebih tinggi dibandingkan dengan aset berisiko

Bareksa.com - Mengawali perdagangan pekan terakhir Maret 2020, bursa saham Tanah Air kembali harus mengalami tekanan. Setelah menikmati rally tajam pada akhir pekan lalu, bursa saham domestik harus rela kembali berakhir di zona merah pada perdagangan kemarin.

Pada Senin (30/03/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah 2,88 persen ke level 4.414,5. Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat dihentikan sementara 30 menit (trading halt) sejak pukul 10:20 WIB setelah IHSG ambles 5,01 persen.

Sementara di pasar obligasi, harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia justru menguat di tengah langkah investor yang cenderung menghindari aset berisiko (risk aversion) karena dampak pandemi virus corona (COVID-19) tak mampu dibendung dengan mega stimulus sejumlah negara, khususnya Amerika Serikat (AS) senilai US$ 2 triliun.

Kemarin, investor kembali memburu obligasi karena mempunyai imbal hasil atau yield lebih tinggi dibandingkan dengan aset berisiko seperti di pasar saham, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang semakin meluas.

Sebagai informasi, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.  Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor dan risiko dalam satu angka.


Sumber: IBPA

Mengutip data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), penguatan harga surat utang negara (SUN) itu tercermin dari dua seri acuan (benchmark) yakni FR0080 bertenor 15 tahun (-0,0755 bps), dan FR0083 bertenor 20 tahun (-0.0244 bps). Sementara FR0081 bertenor 5 tahun (0.2306 bps), FR0082 bertenor 10 tahun (0.0802 bps).

Penguatan pasar obligasi pemerintah kemarin tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) terkoreksi. Indeks tersebut turun tipis 0,018 poin (-0,01 persen) ke level 262,385 dari posisi akhir pekan lalu di level 262,403.

Hal itu menggambarkan investor global memburu pasar obligasi yang lebih menghasilkan di tengah ketidakpastian ekonomi yang mungkin menuju resesi akibat penyebaran wabah COVID-19, meskipun mega stimulus pemerintah dan bank sentral global digelontorkan.

Reksadana Catat Return Tertinggi Harian

Di tengah pasar obligasi yang bervariatif, ternyata produk reksadana pendapatan tetap mendominasi jajaran teratas dengan kinerja positif harian pada perdagangan kemarin, dan salah satu yang terbaik yakni Manulife Syariah Sukuk Indonesia.

Berdasarkan daftar reksadana yang dijual Bareksa, Manulife Syariah Sukuk Indonesia menjadi produk reksadana pendapatan tetap yang mencatatkan imbal hasil (return) tetinggi pada perdagangan kemarin dengan kenaikan 0,91 persen.


Sumber: Bareksa

Reksadana yang dikelola oleh PT Manulife Aset Manajemen Indonesia ini, hingga Februari 2020 telah memiliki dana kelolaan (asset under management/AUM) senilai Rp286,4 miliar.

Manulife Syariah Sukuk Indonesia bertujuan untuk memberikan tingkat pengembalian yang kompetitif dengan berinvestasi pada Sukuk dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dan/atau surat berharga komersial syariah yang jatuh temponya 1 (satu) tahun atau lebih dan masuk kategori layak investasi (investment grade) yang sesuai dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

Mengacu kepada fund fact sheet-nya per Februari 2020, beberapa top holding assets dalam portofolio Manulife Syariah Sukuk Indonesia antara lain :

• ADMFIJ 9 persen 01/23/22
• ASIIIJ 7 1/2 persen 05/25/21
• BEIAIJ 7 1/2 persen 06/06/21
• PLNIJ 7,8 persen 07/10/23
• SMIPIJ 7,55 persen 07/06/21

Sebagai informasi, Manulife Syariah Sukuk Indonesia dapat dibeli di Bareksa dengan minimal pembelian awal Rp10.000. Reksadana yang diluncurkan sejak 12 Mei 2017 ini bekerja sama dengan bank kustodian Standard Chartered Bank.

Perlu diketahui, reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang telah terkumpul tersebut nantinya akan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam beberapa instrumen investasi seperti saham, obligasi, atau deposito.

Reksadana juga diartikan sebagai salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.

Adapun reksadana pendapatan tetap wajib menempatkan minimal 80 persen portofolionya dalam efek surat utang atau obligasi. Maka dari itu, reksa dana ini sangat terpengaruh dengan pasar obligasi.

(KA01/AM)

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.