Syailendra Capital : Menghitung Dampak Virus Corona Terhadap Ekonomi Indonesia

Bareksa • 24 Feb 2020

an image
Pegawai PT Syailendra Capital saat melayani calon nasabah di kantornya di Jakarta. (Bareksa/Anggie)

Wabah virus corona juga berdampak pada pasar saham maupun obligasi

Bareksa.com - Dampak wabah virus corona atau disebut Covid-19 mengakibatkan adanya sentimen negatif di pasar global. Namun perseteruan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China mulai terlihat mereda pasca tercapainya perjanjian fase 1 pada Januari lalu.

Laporan "Monthly Bulletin" edisi Februari 2020 yang dipublikasi PT Syailendra Capital menyebutkan saat ini Indonesia masih berada pada situasi ekonomi yang stabil. Kebijakan fiskal dan moneter dilihat masih memiliki ruang untuk memberikan stimulus jika dibutuhkan. Seiring perkembangan kasus wabah virus corona, sentimen pasar juga berubah jadi negatif.


Sumber : Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

Penyebaran virus corona yang bertumbuh secara eksponensial sejak akhir Januari 2020 telah menginfeksi 28.000 ribu orang. Per 24 Februari 2020, tercatat 79.930 orang positif terinfeksi virus corona dan 2.469 orang tercatat meninggal dunia.

Wabah virus corona berdampak pada pasar saham maupun obligasi. Dampak tersebut utamanya terlihat dari performa obligasi pemerintah 10 tahun dan Indeks Harga Saham Gabungan. 


Sumber : Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

Dari grafik tersebut terlihat pasar bereaksi negatif terhadap cepatnya penyebaran infeksi virus corona. Dampak virus corona juga lebih besar dibandingkan kasus SARS. 

Sumber : Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

Cakupan penyebaran virus corona di China lebih luas dibandingkan ketika penyebaran SARS, konektivitas domestik Tiongkok saat ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2003 silam. Jumlah provinsi di China yang terdampak virus corona bahkan hingga 3-4 kali lipat dibandingkan kasus SARS.

Sumber : Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

Salah satunya, dampak itu sangat terlihat dari anjloknya jumlah penumpang antara tahun lalu dan tahun ini, yang menghitung jangka waktu 10 hari pasca Hari Raya Imlek/Tahun Baru Cina. Penurunan jumlah penumpang terjadi semua moda tranportasi, mulai kereta api, darat, air dan udara. Penurunan  terlihat jelas jika dibandingkan periode normal tahun lalu.

Namun pada awal Februari penyebaran kasus baru virus tampak mulai melambat. Perlambatan itu baik kasus infeksi maupun jumlah korban yang meninggal dunia.

Sumber : Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

Syailendra Capital memperikirakan penurunan pertumbuhan penjualan ritel dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok 0,5-1 persen pada periode kuartal I 2020. Seiring dengan itu, perlambatan ekspor Indonesia ke China akan berdampak pada ekonomi nasional.

Perlambatan ekonomi global juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal itu terlihat dari analisis sensitivitas terhadap ekonomi Indonesia. Di antaranya setiap 1 persen perlambatan ekonomi China, berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia -0,09 persen. 

Tidak berbeda, setiap 1 persen perlambatan ekonomi Uni Eropa berdampak pada Indonesia -0,07 persen, Amerika Serikat (-0,06 persen), Jepang (-0,05 persen) dan India (-0,02 persen).

Kondisi serupa juga berlaku untuk beberapa komoditas, yakni setiap 10 persen penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) berdampak pada ekonomi Indonesia -0,08 persen, batu bara -0,07 persen serta minyak positif 0,02 persen.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi China juga akan berdampak terhadap perlambatan ekonomi dunia maupun harga komoditas yang juga berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, pemerintah China dan Bank Sentral Negeri Panda (PBoC) bahu-bahu melakukan sesuatu untuk mendukung perekonomian. Syailendra Capital melihat Bank Sentral China akan melakukan pemangkasan suku bunga acuan setidaknya 100 basis point sepanjang 2019. Pemangkasan kemungkinan dilakukan pada Februari ini dan pada kuartal II 2020.

Syailendra Capital juga melihat PBoC akan menurunkan medium-term lending facility rates lebih dari 10-15 basis poin dan loan prime rate (LPR) akan diturunkan lagi, kemungkinan lebih dari 30 basis poin.

Langkah pemerintah China dan otoritas untuk memerangi dampak wabah virus corona terhadap ekonomi riil, dinilai justru dilakukan secara aktif oleh pemerintah daerah/provinsi di China. Syailendra Capital menilai seharusnya ada upaya menggelontorkan stimulus fiskal dalam jumlah besar untuk mendongkrak ekonomi akibat tertekan dampak virus corona, namun faktanya lebih banyak digelontorkan oleh level pemerintah provinsi padahal sejatinya kondisi fiskal mereka juga sudah ketat.

Dampak terhadap sektor pariwisata terhadap ekonomi Indonesia dinilai terbatas. Apalagi jumlah turis asal China ke Indonesia tidak sebesar turis asal negara-negara lainnya.

Tercatat sektor pariwisata hanya menyumbang 1 persen terhadap PDB Indonesia. Kondisi itu berbeda dengan Filipina yang menyumbang 2 persen, Australia 3 persen, Malaysia 5 persen, Singapura 6 persen, serta Thailand 12 persen.

Jumlah turis China yang berkunjung Indonesia hanyalah mewakili 1 persen dari total jumlah penduduk. Berbeda dengan Singapura yang mencapai 60 persen, Thailand 15 persen dan Malaysia 9 persen. Rasio pengunjung dari Tiongkok ke Indonesia terhadap populasi relatif rendah dibandingkan negara lain. (*)

* Tulisan 1 dari 3 bagian tulisan.
** Tulisan ini merupakan cuplikan dari laporan Monthly Bulletin edisi Februari 2020 PT Syailendra Capital

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.