Apakah Besar Dana Kelolaan Reksadana Mencerminkan Kinerjanya?

Bareksa • 21 Jan 2020

an image
Ilustrasi investasi reksadana saham obligasi surat utang negara menguntungkan yang digambarkan dengan tumpukan koin dan figur orang mainan seperti investor pebisnis pengusaha

AUM menjadi penting bagi investor karena ada dua alasan yang mendasarinya

Bareksa.com - Dalam investasi reksadana, kita sebagai investor pasti sering mendengar istilah dana kelolaan atau asset under management (AUM). Kita juga harus tahu apa pengaruh AUM terhadap investasi kita.

Definisi AUM atau dana kelolaan reksadana adalah total nilai aset yang dikelola oleh sebuah reksadana atau manajer investasi. Istilah AUM juga biasa disebut dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) suatu produk reksadana.

Meski kita bisa saja menyebut total semua uang kelolaan sebuah produk reksadana dengan AUM, kita tidak bisa menyebut semua dana yang dikelola oleh manajer investasi sebagai NAB.

Sebagai contoh, reksadana saham dengan dana kelolaan terbesar di Indonesia saat ini adalah Schroder Dana Prestasi Plus yang memiliki NAB atau AUM sebesar Rp13,84 triliun per 20 Januari 2020. Sementara itu, PT Schroder Investment Management Indonesia yang mengelola reksadana ini memiliki AUM reksadana publik sebesar Rp40,72 triliun per akhir tahun lalu.

Daftar Top 10 Reksadana Saham AUM Terbesar Industri

Sumber: Bareksa.com, per 20 Januari 2020

Nilai AUM ini tidak ada batas maksimumnya, sehingga bisa mencapai triliunan rupiah. Namun, Otoritas Jasa Keuangan dalam peraturannya No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, menetapkan batasan minimal dana kelolaan sebuah reksadana sebesar Rp10 miliar.

AUM menjadi penting bagi investor karena ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, investor berhak atas pengungkapan yang jujur dan transparan atas kinerja manajer investasi yang sebenarnya dari waktu ke waktu. Banyak perusahaan manajemen investasi membandingkan ukuran AUM mereka dengan pesaing sebagai ukuran keberhasilan, sehingga pengungkapan yang akurat sangat penting untuk mengevaluasi kinerja manajer aset dengan benar.

Kedua, banyak perusahaan manajemen investasi membebankan biaya manajemen yang sama dengan persentase tetap AUM, sehingga penting bagi investor untuk memahami bagaimana perusahaan menghitung AUM.

AUM dan Kinerja

Manajer investasi yang mengelola reksadana dengan membeli aset-aset ini mengambil keputusan investasi atas nama investor. Oleh karena itu, AUM adalah indikator ukuran kepercayaan investor terhadap produk reksadana atau manajer investasi yang mengelolanya.

Sebelum berinvestasi, investor biasanya sering melihat AUM ini dan tertarik ketika AUM reksadana tersebut lebih tinggi. Banyak yang berpikir bahwa jika begitu banyak investor telah berinvestasi dalam reksadana itu, maka itu pasti bagus karena artinya banyak orang yang percaya pada reksadana atau manajer investasi yang mengelolanya.

Akan tetapi, investor perlu tahu bahwa semakin besar dana kelolaan maka akan menyulitkan reksadana tersebut untuk bermanuver. Dalam hal ini, manajer investasi akan sulit untuk mengubah strategi, mengatur banyaknya efek dalam portofolio (saham atau obligasi), atau menukar portofolio.

Mengapa reksadana dengan AUM jumbo sulit bermanuver?

Pertama, untuk membentuk satu reksadana dibutuhkan minimal 10 efek, karena menurut aturan OJK, batas maksimal kepemilikan satu efek adalah 10 persen dari AUM reksadana.

Sebagai contoh, satu reksadana dengan dana kelolaan Rp10 triliun ingin mengganti strategi dan harus menukar 10 persen (Rp1 triliun) portofolionya dengan efek yang lain. Bila reksadana ini melakukan transaksi sekaligus Rp1 triliun di bursa, hal ini bisa mengguncang nilai perdagangan di bursa, yang saat ini rata-rata Rp9 triliun.

Oleh sebab itu, jika satu reksadana jumbo ingin menukar portofolionya, manajer investasi harus melakukannya secara bertahap atau sedikit-sedikit. Akibatnya, pergerakan atau pertukaran portofolio reksadana besar memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan reksadana dengan AUM kecil.

Kedua, aturan juga membatasi reksadana boleh berinvestasi di suatu saham dengan porsi maksimal 5 persen dari nilai modal disetor saham tersebut. Karena batasan tersebut, reksadana ber-AUM besar cenderung untuk berinvestasi pada saham-saham dengan kapitalisasi besar (bluechip) di bursa.

Karena bobotnya yang besar, saham-saham bluechip ini pergerakannya mirip dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang menjadi acuan pasar modal Indonesia. Sementara itu, saat saham-saham berkapitalisasi kecil bergerak tinggi karena sentimen bagus, bluechip belum tentu bisa mengikutinya. Maka dari itu, reksadana dengan AUM jumbo cenderung sulit untuk mengalahkan kinerja IHSG atau indeks acuan.

Grafik Perbandingan Return Reksadana Saham AUM Terbesar dengan IHSG

Sumber: Bareksa.com

Seperti terlihat di dalam grafik, dalam lima tahun terakhir (per 20 Januari 2020), top 5 reksadana saham AUM terbesar mencatat imbal hasil atau return berkisar 12,86 persen hingga 16,02 persen. Kisaran return lima produk tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan kinerja IHSG lima tahun terakhir yang mencapai 19,75 persen.

Kesimpulannya, AUM tidak selalu menceminkan kinerja reksadana. Namun, AUM adalah cara yang baik untuk menilai popularitas dana di mata masyarakat.

Maka dari itu, selain AUM, ada hal lain yang harus diperhatikan sebelum memilih reksadana. Reputasi manajer investasi dan kepatuhan terhadap mandat investasi adalah beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan.

***

Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Pilih reksadana, klik tautan ini
- Belajar reksadana, klik untuk gabung di Komunitas Bareksa Fund Academy. GRATIS

DISCLAIMER

Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksadana.