Avrist Asset Management : Valuasi Murah, Saatnya Menambah Investasi

Bareksa • 07 Aug 2019

an image
Kepala Bidang Investasi PT Avrist Asset Management, Tubagus Farash Akbar Farich (Dok. pribadi)

Berinvestasi di valuasi lebih murah berarti meningkatkan potensi imbal hasil yang akan dinikmati investor

Bareksa.com – When life gives you lemon, you make lemonade. He picked up the lemons that Fate had sent him and started a lemonade-stand.

Frasa yang diciptakan oleh Elbert Hubbard dan dipopulerkan antara lain oleh Dale Carnegie itu ingin menyampaikan bahwa setiap orang harus tetap optimis dalam menghadapi kesulitan dan memanfaatkan situasi tersebut untuk mendatangkan keuntungan.

Di Industri pasar modal, pergerakkan naik dan turun tidak menentu baik harga saham atau obligasi yang tidak sesuai harapan sering bikin kapok para investor. Tidak jarang kita dengar gurauan seperti “habis dibeli malah turun, kalau dijual malah naik”.

Apakah ketidaksesuaian antara pergerakan pasar dan harapan awal investor dapat diubah sehingga jadi mendatangkan keuntungan untuk investor?

Mari lihat pergerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat naik di atas 4 persen pada Januari hingga pertengahan Juli 2019. Namun setelah itu, kinerja year-to-date IHSG menjadi negatif di Agustus 2019. Tak hanya itu, indeks Surat Utang Negara (SUN) juga mengalami koreksi, walaupun tidak seburuh indek saham.

Indeks SUN sebelumnya mencapai kinerja di atas 10 persen hingga pertengahan Juli 2019, kemudian terkoreksi sehingga kinerja year-to-date lebih rendah menjadi 8 persen.

Pertanyaanya adalah apakah yang harus dilakukan investor Indonesia? Ikut gaya investor global yang risk-off (mengurangi investasi yang berisiko) atau malah menambah investasi.

Salah satu alasan investor global mengurangi investasi di Indonesia atau negara berkembang lainnya adalah untuk mengurangi risiko depresiasi rupiah atau mata uang lainnya yang dapat mengurangi imbal hasil bersih yang akan diterima dalam dolar Amerika Serikat atau euro. Walaupun sebenarnya kemampuan kredit negara Indonesia tetap baik dan pertumbuhan laba emiten-emiten besar di bursa efek Indonesia solid.

Risiko valuasi pun rendah di mana imbal hasil Surat Berharga Negara dan valuasi IHSG diskon dibandingkan nilai wajarnya.

Namun bagi investor domestik, risiko mata uang tidak relevan. Sehingga koreksi pasar akibat ketakutan atas depresiasi rupiah dapat dimanfaatkan oleh investor Indonesia untuk menambah investasinya pada valuasi yang lebih murah. Berinvestasi di valuasi lebih murah berarti meningkatkan potensi imbal hasil yang akan dinikmati investor.

Rally pasar di dua minggu pertama pada Juli 2019 menyebabkan normalisasi potensi imbal hasil ke depan menjadi sekitar 10-12 persen per tahun untuk saham dan 8 persen per tahun untuk Surat Berharga Negara . Koreksi sejak dua minggu terakhir di Juli 2019 menyebabkan potensi imbal hasil mulai naik, untuk saham ke-11 persen hingga 13 persen dan Surat Berharga Negara ke lebih dari 10 persen.

Contoh lain pada masa lalu adalah koreksi IHSG minus 25 persen, masing-masing di tahun 2013 dan 2015 (dari level tertinggi ke terendahnya di tahun itu). Bila investor dapat menambah investasi sahamnya di sekitar level terendah, investor bisa mendapatkan imbal hasil sekitar 30 persen pada 12 bulan berikutnya.

Koreksi pada tahun 2018 juga mirip dimana indeks saham dan Surat Berharga Negara turun, masing-masing, 11 persen dan 5 persen dari level tertinggi ke terendah tahun itu. Kemudian, kedua indeks naik masing-masing sekitar 13 persen dalam dua belas bulan berikutnya.

Jadi coba manfaatkan koreksi pasar ini untuk mendapatkan “lemonade” masing-masing.

Artikel ini merupakan tulisan Kepala Bidang Investasi Avrist Asset Management Tubagus Farash Akbar Farich telah disunting tim konten Bareksa untuk menanggapi fenomena penurunan IHSG sejak 1 Agustus 2019 – 6 Agustus 2019.

(AM)