
Bareksa.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara tahunan atau year on year (Februari 2018 terhadap Februari 2017) telah terjadi inflasi atau kenaikan harga barang sebesar 3,18 persen. Secara bulanan (Februari 2018 terhadap Januari 2018) inflasi Indonesia hanya 0,17 persen.
Inflasi disebabkan karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kelompok pengeluaran seperti makanan, minuman, rokok, listrik, air, kesehatan, sandang, pendidikan, komunikasi, transportasi, dan lainnya dalam periode tertentu.
Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Investasi
Dalam bahasa yang lebih umum, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan atas tingkat harga barang dan jasa yang ada di suatu negara. Tingkat inflasi yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan kenaikan harga dari harga barang dan jasa yang telah dikumpulkan sesuai dengan metodologi perhitungan statistik.
Kenaikan inflasi merupakan suatu hal yang lumrah dan wajar, selama tingkat inflasi tersebut tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Secara teori, jika tingkat inflasi ada di level terlalu tinggi, maka hal ini bisa mengindikasikan bahwa tingkat perekonomian suatu negara tumbuh terlalu cepat. Karena itu diperlukan kenaikan tingkat suku bunga oleh Bank Sentral agar pertumbuhan tersebut bisa direm sehingga kenaikan inflasi tidak terlalu merugikan masyarakat.
Dalam kondisi tingkat suku bunga yang cenderung meningkat tersebut, secara umum harga obligasi dan harga saham akan mengalami penurunan.
Historikal Inflasi Inti 2010 – 2018
Sumber : BPS, diolah Bareksa.com
Sebaliknya, tingkat inflasi yang terlalu rendah (bahkan negatif di beberapa negara maju), bisa mengindikasikan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara sudah mulai melambat dan daya beli masyarakat sangat lemah. Sehingga perusahaan barang dan jasa tidak dapat menaikkan harga, atau bahkan harus menurunkan harga.
Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (M1) Setahun Terakhir
Sumber : Bank Indonesia, diolah Bareksa
Rendahnya inflasi berbanding lurus dengan pelemahan pertumbuhan M1 (jumlah uang kartal dan uang giral yang dipegang masyarakat). Pada Januari 2018, tingkat pertumbuhan M1 hanya 11,3 persen (yoy) menjadi Rp1.326 triliun. Data itu menunjukkan masyarakat cenderung menahan diri untuk konsumsi sehingga pertumbuhan inflasi terus menurun.
Dengan kondisi itu, maka Bank Sentral dinilai belum perlu menaikkan suku bunga acuan. Hal itu agar turut membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat menguat. Terutama untuk mendorong konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, dengan tingkat suku bunga yang cenderung rendah atau terus menurun, maka secara umum harga obligasi dan saham akan mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar (M1), dan inflasi adalah beberapa faktor penting yang jadi indikator maupun sentimen terhadap harga saham dan obligasi.
Reksadana Bisa Menjadi Solusi
Masyarakat awam tentu akan kesulitan untuk membuat analisa mendalam soal indikator-indikator ekonomi makro dan mikro, dalam mendukung keputusan investasinya di saham atau obligasi. Meski begitu, kini masyarakat tidak perlu khawatir karena sudah ada reksadana yang dapat menjadi solusi mendukung kebutuhan masyarakat untuk berinvestasi.
Reksadana merupakan wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek, termasuk saham dan obligasi, oleh manajer Investasi.
Tugas dari manajer investasi adalah melakukan analisa terhadap kondisi makro ekonomi (termasuk namun tidak terbatas pada pertumbuhan ekonomi) dan analisa fundamental dari instrumen keuangan (saham per emiten dan obligasi negara maupun corporate), untuk kemudian diterapkan ke dalam sebuah portofolio reksadana yang terdiversifikasi dari sisi resiko untuk potensi imbal hasil yang optimal. (AM)
**
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksa dana, klik tautan ini
- Pilih reksa dana, klik tautan ini
- Belajar reksa dana, klik Bareksa Fund Academy. GRATIS
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui reksa dana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus sebelum memutuskan untuk berinvestasi melalui reksa dana