Berita Hari Ini : Obligasi DMDT Kategori Junk Bond, Pemerintah Efisiensi Belanja

Bareksa • 23 Jul 2019

an image
ilustrasi bond market bullish, Copyright: <a href='https://www.123rf.com/profile_talithait'>talithait / 123RF Stock Photo</a>

Rating obligasi anak usaha APLN turun, pemerintah revitalisasi tiga lembaga vokasi, pembiayaan SMF naik 23,25 persen

Bareksa.com - Berikut adalah intisari perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 23 Juli 2019 :

Junk Bond

Instrumen junk bond atau obligasi berperingkat di luar investment grade tergolong minim di Indonesia. Selain karena junk bond memiliki risiko tinggi dibandingkan obligasi lainnya, iklim pasar obligasi korporasi domestik juga kurang mendukung keberadaan instrumen ini.

Jika ditelusuri, beberapa surat utang korporasi asal Indonesia yang beredar di luar negeri masuk dalam kategori junk bond. Seperti dikutip Kontan, ambil contoh pada obligasi global milik PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) yang mendapat sorotan usai mengalami penurunan peringkat dari BB- menjadi CCC- oleh Standard and Poor's Global Ratings.

Hal ini terjadi akibat produsen tekstil terbesar di Indonesia tersebut gagal membayar kupon obligasi dolar AS yang jatuh tempo pada 10 Juli lalu. Padahal, Delta Merlin baru saja merilis obligasi global senilai US$300 juta dengan tenor 5 tahun dan kupon 8,625 persen pada Maret lalu.

Saat itu, obligasi tersebut sempat memperoleh permintaan lebih dari US$1 miliar. Dengan peringkat CCC-, jelas obligasi Delta Merlin ini tak lagi berada dalam kategori investment grade.

APBN

Pemerintah memprediksi realisasi belanja tahun ini tak akan setinggi tahun lalu. Pasalnya, pemerintah akan melakukan penghematan dana belanja pada semester kedua ini. Salah satu pertimbangan karena penerimaan pajak berpotensi meleset dari target.

Dalam paparan hasil Panja Perumus Kesimpulan Pembahasan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II APBN 2019 di DPR menyatakan belanja pemerintah pusat untuk semester kedua diproyeksi mencapai Rp896,6 triliun atau 54,9 persen dari pagu APBN 2019.

Secara terperinci, belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp512,6 triliun dan belanja non K/L Rp384 triliun. Dengan proyeksi itu, realisasi belanja pemerintah pusat hingga akhir tahun hanya mencapai Rp1.527,2 triliun atau 93,4 persen dari pagu.

Tahun 2018, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai 100,1 persen dari pagu anggaran di APBN. Belanja K/L sampai dengan akhir tahun diperkirakan mencapai Rp854,9 triliun atau 99,9 persen dari pagu.

Realisasi penyerapan itu sama seperti tahun lalu. Sedangkan prognosis belanja non-K/L sampai akhir tahun mencapai Rp672,2 triliun atau 86,3 persen dari pagu APBN. Penghematan ini terutama dari realisasi belanja subsidi yang diproyeksi Rp212,4 triliun, lebih rendah dari pagu Rp224,32 triliun.

PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN)

Perseroan menyampaikan informasi mengenai peringkat APLN beserta US$300 juta senior notes yang akan jatuh tempo pada tahun 2024 yang diterbitkan oleh anak usaha APLN yang dimiliki sepenuhnya oleh APLN yang diturunkan peringkatnya oleh Moody's Investors Service menjadi ‘B2’ dari ‘B1’ dengan prospek pada semua peringkat diubah menjadi peringkat dalam pengawasan dari negatif, dan oleh FitchRatings ke 'CCC-' dari 'B-' dan semua peringkat yang ditempatkan pada tanggal 15 Mei 2019 dihapus dari Rating Watch Negative (RWN).

Penurunan peringkat ini disebabkan oleh apa yang diasumsikan oleh para pemeringkat mengenai meningkatnya risiko pembiayaan kembali dan likuiditas APLN yang disebabkan oleh keterlambatan dalam menerbitkan fasilitas pinjaman tahap 2 berdasarkan perjanjian fasilitas hingga Rp2,6 triliun tertanggal 24 Mei 2019 yang akan digunakan oleh APLN untuk membayarkan kembali pada bulan Juni 2019 semua pinjaman yang belum dibayar (sejumlah Rp1,178 triliun pada Juni 2019) berdasarkan perjanjian fasilitas tertanggal 5 Juni 2018.

Untuk memenuhi tanggal jatuh tempo baru (perpanjangan) dari pinjaman perjanjian fasilitas I, perseroan saat ini sedang bekerja bersama-sama dengan pemegang saham untuk mendapatkan suntikan/uang muka dari pemegang saham.

Perseroan juga sedang bekerja bersama-sama dengan para pemberi pinjaman sindikasi perjanjian fasilitas II untuk penggalangan dana lainnya. Terakhir, Perusahaan juga sedang mengerjakan penjualan salah satu dari properti komersialnya yang diharapkan direalisasikan pada paruh kedua tahun 2019, dan menggunakan sebagian dari hasil penjualan tersebut untuk mengurangi total utang APLN.

Pendidikan Vokasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan sebanyak 55 persen orang Indonesia yang bekerja memiliki pendidikan tertinggi hanya setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Maka itu telah diputuskan pemerintah akan sangat fokus terhadap pendidikan dan pelatihan vokasi. Fokus pemerintah dalam bidang vokasi sampai 2024 adalah merevitalisasi tiga tingkatan lembaga vokasi, yaitu Politeknik untuk menyiapkan tenaga kerja high level thinking, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk menyiapkan tenaga kerja level operator, dan Balai Latihan Kerja (BLK) yang ditujukan untuk memberikan pelatihan bagi angkatan kerja berpendidikan rendah, re-skilling bagi tenaga kerja terdampak krisis ekonomi atau otomatisasi, dan up-skilling agar angkatan kerja mampu beradaptasi dengan teknologi baru.

“Sejalan dengan fokus terhadap ketiga lembaga tersebut, untuk melakukan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi tak dapat dilakukan secara parsial, tetapi harus komprehensif dari hulu sampai hilir. Sains memang tetap dibutuhkan, tapi vokasi tak kalah diperlukan, sebab kita ingin menjawab tantangan masa kini di mana ada persaingan dengan negara lain,” kata Menko Darmin.

PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)

Perseroan mencatat kinerja cemerlang selama enam bulan pertama tahun ini. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah penyaluran pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) yang mencapai Rp5,33 triliun.

Direktur utama SMF Ananta Wiyogo menjelaskan nilai penyaluran pembiayaan tersebut lebih tinggi 23,25 persen dari posisi di periode sama tahun sebelumnya. Pembiayaan yang tersalur di paruh pertama masih didominasi pembiayaan konvensional.

"Pembiayaan tumbuh sekitar 20 persen karena perusahaan terus berupaya mencari hal dan model bisnis baru," kata Ananta.

Selain model bisnis baru, pertumbuhan pembiayaan SMF juga ditopang oleh program penurunan beban fiskal dari pemerintah terhadap kredit perumahan (KPR) untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program ini bergulir sejak Agustus 2018.

SMF telah menyalurkan pembiayaan kepada 54.000 debitur KPR sejak Januari hingga Juni 2019. Mayoritas pembiayaan SMF mengalir ke debitur yang berada di kawasan barat Indonesia. Porsinya mencapai 84,48 persen dari total pembiayaan.

(AM)